CHAPTER 4

3K 289 7
                                        

Aku berjalan dengan Harry menyusuri kota London. "Harry, aku ingin ke kedai kopi di seberang." Ujarku. Kami segera berjalan mencari zebra cross dan memencet tombol untuk menyebrang. Kami pun menyebrang dengan hati-hati. Tepat di tengah jalan, aku menarik mundur tangan Harry yang menyebabkan matanya terbelalak ke arahku.

"Harry, lihat pengemudi itu mabuk. Kita bisa tertabrak." Aku berteriak histeris.

"Shit, Alice! Kita sudah setengah jalan, dan kalaupun dia menabrak kita, dia akan salah seratus persen." Harry menggeram kesal.

"Aku hanya ingin menyelamatkanmu, Harry." Aku berkata tak kalah kesal.

Setelah mengulangi kegiatan yang sama seperti tadi -memencet tombol-, kami pun melanjutkan perjalanan kami ke seberang jalan.

Sesampainya di seberang, ia berjalan beberapa meter di depanku. Ia pasti kesal. Masa bodo, siapa dia memangnya. Sudah lebih dari 5 menit Harry mendiamkan ku. Brengsek! Aku ingin memaki diriku saat ini.

Harry berbaliklah, ku mohon. Aku berharap namun harapan itu pupus karena Harry terus berjalan.

"Harry, cafe nya terlewat." Aku berteriak berharap mendapat perhatian Harry. Sialan! Harry tidak mendengar.

Dengan sedikit berlari kecil, aku menyamakan langkahku dengan Harry. "Harry, maaf. Aku tak akan bersikap menyebalkan lagi. Ku mohon, jangan bersikap dingin." Gila! Aku memohon kepadanya. Sungguh, ini memalukan.

Ia menoleh dan memelukku tiba tiba. "Baiklah, tak apa. Tapi janji, lain kali kau tak akan menyebalkan di jalan?"

Aku mengaitkan jari kelingking ku di jari kelingking Harry, "Janji." Ucapku lantang.

Kami segera memutar balik menuju cafe tujuanku. Harry mengamit pinggangku dengan kencang. "Harry kau tak malu?" Aku bertanya berbisik kepada Harry.

Ia menaikan sebelah alisnya, "Malu? Kenapa?" Tanyanya.

"Entah, mungkin karena aku aneh." Aku mengatakan dengan volume rendah berharap Harry tidak mendengar dengan jelas.

"Mungkin mereka katarak." Harry berbicara dengan kencang membuat beberapa orang memandang aneh ke arahnya. Aku meninju kecil lengan Harry yang kekar.

"Selamat datang di kedai kopi kami, ada yang bisa dibantu?" Seorang pelayan menyambut kami begitu kami masuk. Harry memasang wajah datar dan mengabaikan pelayan tadi.

Ia memanggil salah satu pelayan. "Alice, apa yang kau mau?" Harry bertanya sambil membolak balik buku menu.

"Moka panas saja."

Setelah Harry memesankan pesanan kami, pelayan tadi segera berbalik dan pergi.

"Alice, kau sadar tidak?" Tanya Harry sambil mengait jari jariku.

"Apa?"

"Kita semakin dekat." Ucapnya dengan suara merendah. Bulu kuduk ku meremang seketika. Aku berharap ia mempunyai perasaan yang sama denganku.

Tentu, dan aku sangat senang. "Oh ya?" Aku menyerngit menutupi semua yang ada di otakku.

"Hanya itu reaksimu?" Harry menautkan kedua alisnya.

"Permisi." Seorang pelayan memotong percakapan canggung kami, Harry mendesis kesal.

"Terima kasih." Aku tersenyum lalu pelayan tersebut segera melengang pergi.

Kami segera menyeruput kopi yang kami pesan. Diam. Hening. Tak ada suara. Oh brengsek, cafe ini seperti mati. Aku menggeliat bosan dan mengalihkan pandangan ke lampu lampu jalan raya.

LUCKY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang