Mulutku terbuka lebar melihat apa yang terjadi di belakang. Mataku berkaca-kaca menahan semua rasa ini. Bibirku bergetar ingin berteriak sekuat mungkin.
Sesorang menghampiri ku dan memeluk ku erat. Aku membalas pelukannya sambil menetes kan air mata.
"Happy birthday, my little girl." Mom memelekku erat. Aku tersenyum lebar melihat ramainya orang di halaman belakang. Harry membawa sebuah kue dengan dua angka bertuliskan 2 dan 1 lalu disampingnya Ally pun membawa kado besar yang ku asumsikan itu hadiah darinya.
Mom melepaskan pelukannya memberi ruang kepadaku untuk meniup lilin. Aku mendekatkan wajah ku di depan kue dan merapalkan doa sederhana serta membuat permohonan untuk umur ku yang ke-21 dan seterusnya. Setelahnya aku langsung meniup lilin angka 21 dan juga lilin kecil disekeliling kue. Semua bertepuk tangan dan dengan satu gerakan Harry mencium kening ku. Ruth datang memelukku sambil mencium pipiku cepat.
"Kau sahabat terbaikku, Alicia." Ia terus memelukku dari samping hingga melupakan bahwa ia sedang membawa sebilah pisau kue. Ia memberikan pisau kue itu kepadaku dan menyuruhku untuk memotong kue nya. Setelah kue terpotong, ia menyuruhku untuk meletakan potongan ku di piring kecil yang di bawanya. Suapan pertama ku berikan kepada Mom selaku orang yang paling ku cintai sampai kapanpun. Dilanjutkan dengan Ally, perempuan kedua yang paling ku cintai. Kini, saatnya seorang pria berambut keriting yang akan menerima suapan ku. Aku menyuapkan sesendok kue ke bibirnya. Setelah kue dilahap habis, ia langsung mendekatkan wajahnya dan mencium bibirku di tengah keramaian. Tepuk tangan dan siulan terdengar dari manapun.
Aku melepaskan ciumannya dan memberikan suapan terakhir kepada Ruth -sahabat terbaikku. Ia menempati rekor tertinggi menjadi sahabat ku. Selama ini, tidak ada orang yang bertahan selama dia berada di sekitar ku.
Setelah potongan kue habis, aku menaruhnya ke nampan kosong yang kebetulan dibawa oleh Debora. Ruth langsung menarikku ke kamar dan menjatuhkan ku di depan meja rias. Sebuah dress panjang berwarna turquoise tergeletak di atas tempat tidur ku, lengkap dengan sepatu berwarna biru gelap.
Ia mulai mengikat rambut ku dengan gaya messy bun lalu menaburkan alas bedak di wajahku. Setelahnya, ia menaruh bedak, blush on, eye shadow, eye liner. Aku segera menghentikan kegiatannya ketika ingin melumuri bibirki dengan lipstick merah darah. Itu warna yang sangat menjijikan bagiku. Aku akan terlihat seperti jalang jika memakainya.
"Tolong, pink saja." Aku meminta kepadanya. Ia tersenyum lebar lalu mengoleskan lipstick berwarna pink membuat bibirku menjadi cerah. Ia memutar tubuhnya dan mengambil dress yang ada di atas ranjang.
Ia mengamit tanganku dan menyuruhku untuk membuka baju ku. Tanpa rasa malu, ku celuti seluruh pakaian ku lalu Ruth langsung membantu ku untuk mengenakan gaun panjang itu. Setelah gaun tercetak rapi, Ruth kembali menarik ku ke meja rias untuk memperbaiki tatanan rambutku. Ia membuka ikatan messy bun ku lalu menyisir nya dengan telaten. Setelah rambutku tertata rapi, ia mengepang rambutku dari ujung kanan menyimpang ke kiri. Setelahnya, ia memutar kepangan rambutku ke atas rambutku dan memberi jepit di sekitar kepangan yang di putar. Ia langsung memakaikan aksesoris besar yang tidak ku tahu namanya melingkar di sekujur kepangan serta menambahkan jepit bunga di tengah-tengah kepangan.
Sempat aku berpikir jika dandanan ini terlalu menor untuk pesta yang diadakan di rumahku. Mungkin masih wajar jika aku memakainya pesta di luar rumah. Aku harus tetap menghargai Ruth atas hasil karyanya ini.
"Aku tidak percaya ini..."
"Riasan ku sangat cantik." Ia memperhatikan ku dari atas sampai ke bawah lalu memutar tubuhku dan memperhatikan tubuhku bagian belakang.
"Hei, bukan riasan mu yang cantik. Aku memang sudah cantik." Cibirku.
Ia memutar mata konyol, "Tidak. Tidak. Kau jelek. Riasan ku yang membuat mu cantik." Ia mengelak sambil tertawa di ujung kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCKY [Completed]
Fiksi PenggemarAlice Johnson hanyalah mahasiswi yang mendapat beasiswa di universitas terkenal dan elite. Ia hanyalah anak dari penjual roti murahan, tak lebih. Hidupnya serba kekurangan. Bahkan, Ia harus bekerja demi memenuhi kebutuhan pokoknya Namun, kedatangan...