Tahun ajaran baru dimulai pagi ini. Setelah melihat dimana kelasku sehari sebelumnya, kini kulangkahkan kakiku santai menuju kelasku yang berada diujung lorong. Kulihat sekeliling masih banyak murid yang berlarian dari kelas satu ke kelas yang lain. Kuacuhkan mereka, toh aku tak banyak mengenal satu angkatanku selama satu tahun berada disekolah ini. VIII A. Ya itu kelasku. Kulihat dari daftar nama untuk memastikan sekali lagi jika kelas ini benar-benar kelasku. Fathiyya Alkha Azzahra. Itu namaku.
"Alkha!"
Kulihat seseorang berlarian kearahku. Itu Putri. Teman sekelasku ketika masih dikelas satu. Aku hanya tersenyum ketika gadis itu mulai mendekat.
"Alkha, lo masuk dikelas ini juga?" Aku hanya mengangguk.
"Baguslah. Duduk sama gue gimana?"
"Boleh, lagipula aku juga belum tau mau sebangku sama siapa."
"Kha, udah kelas dua ini, biasain pake lo-gue kenapa."
Aku hanya terkekeh sembari masuk kedalam kelasku yang sudah terisi oleh beberapa anak yang wajahnya masih asing bagiku. Dia adalah orang kesekian disekolah ini yang telah memintaku untuk menggunakan sapaan lo-gue jika disekolah. Memang apa salahnya dengan sapaan aku-kamu?
"Kha, cuman tinggal bangku ini yang kosong. Lo gakpapa duduk dibelakang."
"Gakpapa, aku bisa duduk dimana aja."
Kuhampiri Putri yang sudah lebih dulu duduk dibangku. Bukan bangku paling belakang. Tepatnya nomor dua dari belakang. Sejauh ini baru kali ini aku duduk dibagian belakang. Biasanya aku lebih mengincar posisi tengah karena itu posisi paling aman menurutku dari jangkauan guru ketika hendak menyuruh untuk mengerjakan soal. Sekali-kali tak apalah, toh aku masih bisa mencari posisi dibagian tengah atau depan ketika sudah kelas 3 nanti.
Hanya segelintir orang yang kukenal dalam ruang kelas sejauh ini. Dan lagi-lagi aku sekelas dengan Revi. Si anak pintar peraih nilai tertinggi disekolah. Entah makan apa tiap hari dia. Selalu terpaut cukup jauh nilaiku dan nilainya ketika masih dibangku kelas satu. Dialah rival abadiku. Jam pertama baru akan dimulai setengah jam lagi, dan kini aku hanya duduk sendirian karena Putri langsung keluar kelas ketika barusaja meletakkan tasnya.
Suara krasak-krusuk terdengar dibangku belakang. Ada dua orang cowok yang duduk dibelakangku. Alamat bakal berisik nih. Aku hanya mengenal salah satu dari mereka karena dia satu tempat les denganku walaupun dulu beda kelas. Dia hanya tersenyum sekilas ketika aku melihatnya kemudian pergi menghampiri gerombolan teman-temannya dikelas ini.
...
Hari ini berlalu dengan cepat karena pelajaran belum dimulai sepenuhnya. Kulangkahkan kakiku menuju parkiran sekolah untuk mengambil sepedaku. Anak-anak SMP memang tak diperbolehkan naik motor. Dan parahnya, kami harus mendorong sepeda hingga gerbang. Aku heran dengan pembuat aturan yang satu ini. Apa beliau tak menyadari seberapa jauh jarak parkiran hingga gerbang.
"Masih hari pertama dan muka lo udah sekucel itu? Tersiksa lo masuk kelas unggulan?"
"Nggak juga Yan. Cuman lagi capek aja."
"Mau gue boncengin?"
"Nggak Zian. Lagian nih ya, ini sepeda aku gimana nasibnya?"
Zian. Teman bermainku sejak kecil dan juga teman sekelasku ketika kelas satu. Tumben dia sendiri. Biasanya kami pulang bertiga dengan Mita. Tapi kemana tuh anak. Biasanya dia paling girang kalau udah jam pulang sekolah. Sebenarnya orang yang pertama memintaku untuk merubah sapaan yan Zian ini. Biar nggak ketinggalan jaman katanya. Dan diantara kami bertiga hanya aku yang masih enggan mengubah sapaan itu. Hingga akhirnya mereka lelah memintaku dan membiarkanku masih menggunakan sapaan itu haha.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Pieces
ChickLitMemang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan tak bisa sepenuhnya bersahabat secara murni. Entah si laki-laki yang memendam perasaannya kepada sang perempuan atau mungkin sebaliknya. Lalu mereka akan terus...