Part 15 - A Little Things Called Love

138 10 2
                                    

Suara adzan isya' sayup-sayup mulai terdengar dari segala sudut penjuru daerah suatu perumahan di kota Semarang. Angin malampun mulai terasa sejuk dirasa. Seorang laki-laki nampak sedang memasukkan motor matic miliknya ke dalam garasi rumah. Bertepatan saat laki-laki itu keluar dari garasi, sorot lampu motor menyorot tepat kearahnya. Ia mengenali suara deru motor itu. Motor milik kakaknya.

"Eh Ga! Tunggu bentar." Suara itu menghentikan langkah Erga yang hendak masuk ke dalam rumah. Erga menatap kakaknya dengan penuh tanya sembari menyandarkan tubuhnya pada pintu.

"Sabtu ini ada acara gak lo habis dari sekolah?"

"Gak ada. Kenapa?"

"Nah pas! Temenin gue."

"Kemana? Tumben banget ngajakin gue. Biasa juga kalo gak pergi sendiri ya bareng cewek lo."

Erga melangkah cuek ke dalam rumah diikuti kakaknya. Genta melempar asal kunci motornya ke atas meja di ruang keluarga. Dilihatnya Erga masuk ke dalam kamar. Genta memilih pergi ke dapur mengambil sebotol air dingin dari kulkas, kemudian duduk lesehan di depan TV. Saat hendak menengguk air dari botol itu, tak lama Erga terlihat keluar dari kamarnya dan duduk lesehan tak jauh dari tempat Genta duduk. Genta menutup kembali botol yang dipegangnya.

"Gimana, Ga? Bisa temenin gue gak lo?"

"Pertanyaan gua yang tadi aja belom lo jawab."

Genta terdiam berusaha mengingat pertanyaan apa yang dilontarkan adiknya itu. Jujur saja ia lupa sebenarnya. Genta malah menggaruk rambutnya asal. Erga sendiri malah sibuk dengan ponselnya. Seperti menghubungi seseorang yang Genta sendiri tak tahu siapa. Ah! Genta ingat sekarang.

"Jogja!"

"Maksudnya?" Erga heran sendiri. Sedikit kaget mendengar seruan yang dilontarkan oleh kakaknya.

"Lah kan tadi lo tanya gue mau kemana. Ke Jogja."

"Mau ngapain elah? Jauh banget sampe Jogja segala."

"Ada kayak festival band disana. Temen gue ngisi disitu. Gue dapet dua tiket gratis. Daripada bengong di rumah lu main PS mulu. Mending ikut gue."

"Tumben nggak ngajak cewek lo."

"Sialan! Ngenyek po piye?" Genta mendengus. Sedangkan Erga sudah cekikikan. Ia sebenarnya tau kalau kakaknya ini jomblo. Baru saja putus sebulan yang lalu lebih tepatnya.
(Baca: Ngehina apa gimana?)

"Udah dibolehin emang lo kesana?"

"Ntar kalo bapak sama ibu udah balik gue coba ngomong. Gimana?"

TOK... TOK.. TOK..

Mendengar suara pintu diketuk dan suara seseorang yang memanggil namanya, Erga bangkit. Sepertinya seseorang yang ditunggunya sudah datang. Sebelum benar-benar meninggalkan ruang keluarga, Erga menjawab tawaran dari kakaknya. "Lihat sikon ntar deh."

Pintu terbuka dan muncullah sosok Aji dengan kaos oblong warna biru gelap dan celana pendek berwarna abu-abu yang lebih mirip seperti kolor. Rumah mereka dekat buat apa pakai baju yang rapi, setidaknya sopan, begitu pikir Aji saat Erga meminta ia ke rumahnya atau sebaliknya. Seperti biasanya.

"Langsung ke kamar gue."

"Sepi banget rumah lo? Pada pergi?" ujar Aji saat berjalan masuk rumah hendak menuju kamar Erga berbarengan dengan si pemilik rumah.

"Ortu doang yang pergi. Genta lagi nonton tv kali."

"Siapa yang namu, Ga?" teriak Genta dari ruangan yang biasa digunakan si pemilik rumah untuk berkumpul sembari nonton tv.

A Million PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang