"Eh! Lo Alkha kan ya?" suara yang cukup keras itu tiba-tiba mengejutkan Alkha yang mendadak kaku di tempat.
Sekujur tubuh gadis itu mendadak menjadi dingin. Itu bukan karena ia melihat hantu. Jangan berpikiran konyol. Suara itu lah penyebab utamanya. Alkha bahkan tak berani untuk melihat siapa si pemilik suara itu. Derap kaki mulai terdengar mendekat. Spontan Alkha menutup matanya. Terlihat dramatis memang, tapi nyatanya ia benar-benar melakukan hal itu.
"Ngapain lo disini?" suara itu tak asing. Bukan suara pertama yang ia dengar tadi.
Sial. Rencananya berantakan. Bodohnya sampai ia ketahuan. Niatnya yang hanya menguping jadi berbuntut rencananya yang berubah karena ketahuan. Alkha sendiri bingung harus berbuat apa di tengah situasi seperti ini. Ingin lari pun tak mungkin. Rasanya ia sudah terkepung sekarang. Yang jelas ada seseorang-atau mungkin lebih-berada tepat di belakangnya. Entah siapapun dia atau mereka.
Dengan sedikit takut-takut, Alkha memberanikan diri membuka matanya. Benar saja, ada 3 orang yang kini tepat berada di sekelilingnya. Parahnya Erga dan Reza berada tepat di depannya. Tersudut. Habis lah dia.
Sudahlah. Terlanjur basah, berenang sekalian.
Ekspresi Alkha yang semula terlihat pucat berangsur normal dan ditatapnya orang-orang yang ada di hadapannya dengan tatapan layaknya tak terjadi apapun. Ekspresi orang-orang yang ada di hadapannya pun beraneka ragam. Ada yang datar, ada yang kaget dan ada yang tak terdeskripsikan. Topi yang menutupi rambut panjangnya sudah ditanggalkan. Seolah semakin memperjelas kalau ia benar-benar Alkha. Ada 4 orang di ruangan ini. Alkha, Erga, Reza dan juga... Aji.
Ya, jadi yang tadi memanggil Alkha dan menyebabkan ia ketahuan adalah teman Erga yaitu Aji. Yang membuat heran adalah bagaimana ia bisa mengenali kalau itu adalah Alkha. Gadis itu bahkan tidak mengenal Aji. Bagaimana laki-laki itu bisa mengenali jika itu dirinya? Tanda tanya besar siapa yang menceritakan tentang dirinya.
"Kapan lo pulang?" tanya Reza dengan nada suara yang datar. Lebih tidak bersahabat di pendengarannya.
"Kalian nggak perlu tahu kapan aku kesini. Aku butuh ngomong sama kalian berdua."
"Ji, sorry, lo bisa pergi dulu?" ujar Erga.
"Oh tentu. Gue kesini cuman mau manggil lo berdua buat babak kedua. Selesein dulu urusan kalian. Biar gue yang ngomong ke anak-anak."
Sepeninggal Aji, ketiganya masih saling terdiam. Hawa yang terasa di ruangan itu terasa dingin akibat kekakuan ketiganya.
"Siapa yang akan mulai bicara? Kalau kalian pada diem aja biar aku mulai duluan." Ujar Alkha memecah keheningan.
"Oke gue bakal ngomong duluan. Mumpung lo ada disini juga, Kha."
Suara itu adalah suara Reza. Alkha sejenak memejamkan mata. Padahal sedari tadi ia berharap bukan Reza yang akan angkat suara terlebih dahulu. Semua sudah terlanjur. Mari kita dengarkan bagaimana keseluruhan cerita versi Reza. Dalam hati Alkha berusaha meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia berharap hubungan ketiganya setidaknya terjadi perubahan dalam artian yang positif.
Alkha melirik sekilas bagaimana ekspresi Erga. Kali ini dia nampak masih tenang tapi Alkha yakin jika ekspresi itu akan berubah tak lama lagi. Alkha siap dengan segala konsekuensi yang akan ia dapat kedepannya. Tak ada suatu kesalahan sebenarnya, hanya saja, bagi pihak lain itu bisa saja menjadi fakta yang menyakitkan.
Sepenuhnya ini adalah salah Alkha kalau seandainya Erga marah atau bahkan kecewa karena mereka melanggar kesepakatan-dalam hal ini hanya Erga dan Reza yang tahu-atau melanggar persahabatan mereka. Jika yang terjadi seperti itu, tak ada pilihan lain selain menerimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Pieces
ChickLitMemang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan tak bisa sepenuhnya bersahabat secara murni. Entah si laki-laki yang memendam perasaannya kepada sang perempuan atau mungkin sebaliknya. Lalu mereka akan terus...