"GA! BANGUN ELAH! MAU NGEBO SAMPE JAM BERAPA LO?"
"IYE!"
Suara teriakan itu sudah biasa terdengar seantero rumah jika dipagi hari. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah Genta, kakak kandungku. Berisik emang. Dia emang biasa berisik bangunin orang tidur- yang dalam kasus ini korbannya adalah aku- jika Ibu sedang tidak ada di rumah. Atau juga bisa ketika ibu sudah menyerah untuk membangunkanku. Katanya tidurku seperti orang mati.
Jam dinding kamar menunjukkan pukul setengah 6 pagi. Dengan langkah gontai, kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi yang letaknya tepat di sebelah kamarku. Setelah beberapa menit berkutat dengan persiapan menuju sekolah, kini aku sudah duduk manis di meja makan sembari mengunyah roti tawar dengan olesan selai kacang. Ya, hanya itulah sarapan pagi kami ketika Ibu tak ada di rumah.
"Balik jam berapa lo semalem?"
"Gatau, gak liat jam gua. Kenapa emang? Tumben banget nanyain, biasa juga cuek."
"Sheina kemaren malem kesini, nyariin lo."
"Ngapain tu cewe kesini?"
"Mana gue tau. Minta balikan sama lo kali."
"Sembarangan lo. Cerita lama tu lupain aja." Kuraih ransel yang sedari tadi kusampirkan ke kursi.
"Songong banget lo sok sok an udah move on. Kek udah nemu gantinya aja." Dia juga mulai mengambil tasnya dan berjalan beriringan denganku menuju depan rumah, tempat motor kami terparkir. Aku hanya menanggapinya dengan menyeringai kecil.
"Gue dari dulu emang biasa aja sama Sheina. Lo tau itu kan. Kalo masalah dapet gantinya, yeah."
"Who?"
"You'll know." Jawabku sambil melajukan motorku mendahuluinya keluar pagar rumah dan bergegas menuju sekolah.
Sesampainya di parkiran sekolah, kulihat Aji baru saja turun dari motornya. Melihatku juga ada di parkiran, dia melambaikan tangan kearahku dan berjalan pelan menuju tempat motorku terparkir. Tatapan Aji seketika berubah menjadi tatapan menyelidik kearahku. Ini anak sebenernya kenapa.
"Lo utang cerita sama gue."
"Cerita apaan?"
"Gak usah pura-pura bego lo. Raut muka lo yang sumringah gini biasanya ada apa-apanya ni."
"Gue beneran gak tau, Ji. Lo ngomong dah macem Shinichi berasumsi aja waktu mau nunjuk pelaku pembunuhan."
"Lo Sabtu kemaren habis nongkrong sama Alkha, kan? Ngaku aja deh lo."
"Tau darimana lo?"
"Lo udah cek akun facebook lo belom sih?"
"Belom. Lagi males."
"Pantes lo bingung gue tau darimana. Sabtu kemaren gue liat statusnya Alkha yang bilang thanks ke lo dan temen lo yang lain buat hari itu. Dia juga ngetag nama lo. Dan itu artinya gue bisa tau walaupun gue gak temenan sama tu cewek. Lo utang keseluruhan cerita itu ke gue."
"Iye, ntar gue ceritain ke lo, pas istirahat tapinya. Mending buru ke kelas, bentar lagi upacara." Kami beriringan menuju kelas masing-masing dengan diiringi dengusan kesal dari Aji.
Setelah upacara berakhir, aku hanya berdiam diri di kelas. Jariku dengan lihainya menscroll down beranda akun facebookku sudah beberapa hari kuabaikan. Dan benar saja, sebuah pemberitahuan masuk. Dari Alkha. Dia hanya berterimakasih sudah menemani malam singkatnya di Semarang. Segera kutekan tombol like di status Alkha dan menutup akun milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Pieces
Chick-LitMemang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan tak bisa sepenuhnya bersahabat secara murni. Entah si laki-laki yang memendam perasaannya kepada sang perempuan atau mungkin sebaliknya. Lalu mereka akan terus...