"Gimana kabar yang lain?"
"Harusnya lo temui mereka dan cari tau sendiri kabar mereka. Bukan malah umpet-umpetan kayak gini."
"Belum saatnya aku muncul depan mereka."
"Kenapa gitu?"
Bukannya menjawab, Alkha hanya menghela napas sembari duduk menyandar pada kursi kecil di depan rumahnya. Terkadang hal semacam ini lah yang dirindukan oleh Alkha selama berada di Jogja. Sudah lama ia tak merasakan rasanya berbagi dan sekedar ngobrol dengan orang yang begitu mengertinya. Jujur, Alkha ingin menemui Erga, Reza serta teman-temannya yang lain selama waktu singkat liburannya di Semarang. Tapi, ia tak bisa melakukan itu. Ada alasan tersendiri dan semua itu tetap menjadi rahasianya.
"Lo masih nggak bisa ketemu sama Erga?"
"Ya, salah satunya karena itu."
"Gue kira selama di Jogja lo udah dapet gebetan baru." Mita terkekeh pelan sedangkan Alkha memasang ekspresi datar.
"Deket sih ada, tapi nggak ada kelanjutannya."
"Udah nembak?"
"Udah."
"Terus?"
"Nabrak."
"Haha... gue ketawa, Kha." Ujar Mita datar.
"Ya kan tadi aku bilang nggak ada terusannya. Aku tolak."
"Lah, gimana mau move on kalo ada yang deketin tapi ditolak."
"Entahlah, Mit. Tiap interaksi sama dia rasanya kayak interaksi sama Erga. Kalo aku nerima dia, takutnya cuman karena bayang-bayangnya Erga doang."
Rasanya begitu pantas jika Mita menganggap Alkha belum bisa berpaling dari Erga. Mita sedikit banyak tahu sedalam apa perasaan yang diberikan Alkha untuk Erga. Dipaksa berpaling pun pasti akan sulit. Percuma saja jika ia menemukan orang baru tapi bayangan orang dari masa lalu masih terus menghantui pikiran. Sia-sia. Akan menyakiti salah satu pihak tentunya. Salah-salah bisa menimbulkan sebuah dendam. Itu lebih bahaya.
Mita rasanya gatal ingin memberitahu Alkha fakta mengenai Erga, tapi ia terhalang dengan janjinya pada Erga untuk tak mengatakan apapun pada Alkha. Sebenarnya memang lebih baik begitu, jadi Erga bisa menyampaikan sendiri perasaannya tanpa merasa terbebani atau mungkin hal lain. Setidaknya dengan Alkha yang menolak laki-laki yang entah siapa dia, memberikan lampu hijau untuk Erga. Entah kapan Mita bisa melihat kedua sahabatnya ini bahagia bersama. Ya, walaupun akan ada salah satu sahabatnya yang lain terluka jika mereka berdua bersatu "if you know who I mean".
Mendadak Mita nampak terkesiap setelah melihat ponselnya yang berbunyi. Ada 1 pesan masuk. Hal itu tentunya menimbulkan rasa penasaran pada diri Alkha.
"Siapa, Mit?"
"Sheina." Jawab Mita setelah membaca isi pesan itu.
"Eh? Tumben."
"Iya nih, kaget gue tiba-tiba ngehubungin."
"Mau ngapain sih?"
"Nanya doang sih. Nanya lo kapan balik kesini."
"Mau ngapain coba. Aneh banget. Udah dijawab?"
"Belom sih, bingung mau bales gimana? Eh.... EH! Dia nelpon." Seru Mita tiba-tiba sembari memperlihatkan nomor belum bernama yang muncul di layar ponsel milik Mita.
"Angkat terus di loudspeaker. Jadi ikut penasaran juga akunya."
Walau agak ragu, entah ingin dijawab atau tidak, Mita memutuskan untuk menjawab panggilan masuk itu. Sempat ada hening sejenak. Mita menatap Alkha yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Pieces
ChickLitMemang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan tak bisa sepenuhnya bersahabat secara murni. Entah si laki-laki yang memendam perasaannya kepada sang perempuan atau mungkin sebaliknya. Lalu mereka akan terus...