Part 21 - What Happened in the Past, Stays in the Past

154 7 40
                                    

Hari ini masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Sikap yang ditunjukkan Andra pada Alkha masih sama. Dingin dan semakin misterius. Sudah berulang kali Rini menanyakan kenapa dia-Andra- begitu dan Fanya tetap diam seperti biasanya. Alkha sendiri hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban. Sejujurnya Alkha sedikit merasa bersalah karena ia juga turut jadi penyumpang akibat mengapa sikap Andra menjadi seperti itu.

Jam istirahat pertama dihabiskan oleh Alkha dengan duduk-duduk di depan kelas sambil mendengarkan lagu lewat earphone. Sedari tadi ia mencari-cari Rini dan Fanya yang entah sekarang hilang kemana. Pandangan mata Alkha menyapu seluruh lapangan. Tak ada fokus pandang. Hanya sekedar melihat-lihat dengan sedikit minat. Lagu yang mengalun kali ini adalah lagu milik Anima yang berjudul Bintang. Lagu lama memang, tapi Alkha menyukainya.

Tiba-tiba ekor matanya menangkap sosok yang tak asing sedang berjalan tak jauh dari tempatnya duduk. Benar saja, ketika diperhatikan, ternyata itu Andra. Alkha hanya tersenyum sekilas saat laki-laki itu melewatinya. Alkha pikir, Andra akan langsung masuk kelas tanpa memperdulikan dirinya yang mencoba ramah padanya. Ternyata salah. Nyatanya Andra malah ikut duduk tak jauh dari Alkha. Heran? Sudah jelas.

Alkha berusaha bersikap biasa. Batinnya mengajak untuk mengakhiri perang dingin sepihak ini. Gadis itu melepas earphone yang terpasang di telinga.

"Ndra..." panggilnya pelan.

"Ya."


Datar sekali nada bicaranya, pikir Alkha.


"Bisa kita ngomong sebentar? Ada sesuatu yang harus kuperjelas. Aku nggak ingin berspekulasi lebih jauh."

"Udah ngomong aja. Gue dengerin."

"Masalah yang waktu itu... a..aku.. aku minta maaf ya. Maaf kalo ternyata jawaban aku bikin kamu kecewa."

Andra hanya terkekeh kecil sembari memperbaiki posisi duduknya menjadi menyandar pada tembok kelas. Pandangan mata laki-laki itu menerawang entah kemana. Yang jelas, pikirannya terasa bercabang.

"Gue udah nggak mikirin itu."

"Aku ngerasa sikapmu lain, Ndra."

"Lo nggak usah khawatirin gue. Gue nggak apa-apa. Gue cuman coba adaptasi lagi sama lo. Lo tau, rasanya udah lain."

"Aku nggak enak sama kamu, Ndra. Jawabanku bikin kamu kecewa kan? Maafin aku."

"Toh, kalo gue maksain lo juga gak akan bisa, Ya. Kalo udah menyangkut masalah hati, udah nggak bisa dipaksain. Lo ngga perlu merasa bersalah. Gue yang salah."

"Bukan kamu aja yang salah. Aku juga. Kita yang salah."

"Yah, itu kedengeran cukup adil." Andra tersenyum sekilas sebelum berdiri tepat di depan Alkha. "Lo harus tau satu hal, Ya. What happened in the past, stays in the past. Let it flow like a water. Dengan begitu, setidaknya beban hidup sedikit berkurang. Gue duluan." Ujar Andra sambil menepuk pelan pundak Alkha dan berlalu masuk ke dalam kelas.

Setidaknya Alkha merasa sedikit bebannya terangkat. Sesuai perkiraan Bayu, Andra memang membutuhkan waktu untuk kembali menyesuaikan diri dengan dirinya yang mau tidak mau harus terus bertemu hampir setiap hari. Semua akan terasa rumit jika sudah menyangkut masalah hati dan dua pribadi anak manusia yang berbeda.

Layaknya selembar kertas. Ketika diremas akan menjadi tak beraturan. Ketika kau kembalikan kebentuk semula, memang bisa. Namun wujudnya tak akan sama seperti sedia kala. Walaupun sudah disetrika mungkin, pasti masih meninggalkan bekas. Setidaknya, kita sudah melakukan usaha kecil yang kiranya mampu memperbaiki bentuknya walau tak persis sama.

A Million PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang