Bodoh!
Ya, kata itu memang tepat untuk mengekspresikan kebodohanku selama ini. Bagaimana bisa aku tak menyadarinya. Bagaimana bisa aku sama sekali tak peka dengan keadaan di sekitarku. Semua terasa mengejutkan. Semuanya. Tanpa terkecuali. Entah harus bagaimana kukondisikan perasaanku saat ini. Kecewakah? Iya memang. Tapi untuk apa jika semuanya sudah berlalu.
Terlebih lagi pengakuan itu. Rasa kecewa yang muncul makin memeluk hati. Semua rencana pengakuan perasaan yang telah berusaha kususun rapi terasa sia-sia saja sekarang. Padahal bayangan akan bagaimana ekspresi bahagia di wajah Alkha sudah memenuhi pikiranku. Sebentar lagi. Ya, aku hanya butuh waktu sebentar untuk menyempurnakan rencanaku. Namun, yasudahlah. Ekspektasi kadang berbeda dengan yang ada pada realita.
Tak perlu susah-susah membayangkan aku akan memukul tembok saat kemarahanku berada di puncaknya. Aku takkan melakukan itu. Tanganku terlalu sayang untuk kukorbankan ke tembok. Dan jika itu terjadi, tak ada jaminan semua permasalahan ini akan selesai bukan? Jadi berpikirlah dulu sebelum bertindak. Mungkin akan lebih baik jika aku tidur, tapi rasanya tak bisa. Aku harus menyelesaikan ini sebelum semuanya makin sia-sia.
Kini kutatap entah untuk yang keberapa kali kontak LINE dimana tertera nama 'Fathiyya Alkha' disana. Dengan sedikit paksaan pada Mita, akhirnya dia mau memberi kontak milik Alkha. Sebenarnya yang kuminta adalah nomornya, namun ia bersikeras jika Mita tak punya dan hanya memberiku kontak LINE-nya saja. Walaupun dengan catatan agar aku segera menyelesaikan hal ini. Kadang aku berpikir bagaimana caranya mengakhiri jika memulai saja belum kulakukan.
Jika kalian bertanya mengenai apa yang akan aku lakukan pada Reza. Entahlah kutak tahu. Aku lebih memilih mendiamkannya dan mulai memikirkan bagaimana sikap Alkha kedepan setelah pengakuanku. Jujur aku berharap jika ia tak menjauhiku setelah ini. Semoga dia tak menghancurkan rasa bahagiaku karena ia ternyata memiliki rasa yang sama denganku.
Mendiamkan bukan berarti mengalah. Aku hanya mendiamkan untuk menyusun strategi yang lebih matang. Aku tak bisa menyerah begitu saja ketika Reza mungkin menggunakan cara yang licik untuk mendekati Alkha. Selama aku mengenalnya, dia memang tak sepolos itu. Dia memang bisa melakukan hal licik. Tapi aku tak percaya ketika itu berhubungan dengan Alkha.
Sekali lagi, say thanks to Mita yang dengan sedikit paksaan mau menceritakan sedikit tentang Alkha. Bahkan ketika kutanya hal lain lagi, dengan sewotnya dia menjawab, "Selesein urusan kalian terus tanya sama dia sendiri. Jangan introgasi gua! Lo pikir gua terpidana!".
Dia mungkin masih kesel sama aku dan Reza yang udah bikin sahabatnya nangis. Sumpah! Bukan maksud buat bikin dia nangis. Melihat perempuan menangis saja aku tak tega. Maka dari itu aku menjaga sikap dan tutur kataku agar tak membuat kaum mereka menangis. Mengingat kejadian waktu itu, aku sama sekali tak bermaksud untuk tak mengejarnya. Aku ingin. Tapi aku lebih memilih untuk menyelesaikan masalahku terlebih dahulu dengan Reza.
Jika sebagian berpikir akan ada adu jotos. Itu salah besar. Aku tak ingin mengotori tanganku saat itu. Mengingatnya yang sama sekali tak mau mengalah jika masalah Alkha, malah makin menguatkan diriku untuk makin gencar mendekati Alkha dengan cara yang lebih baik. Fakta terkampretnya adalah ada seseorang yang juga menyukai Alkha di Jogja sana. Aku sudah curiga tentang hal itu sejak foto yang terposting di FB saat itu. Sial! Aku tak menyangka sainganku sebanyak ini. Fakta ini juga berasal dari Mita. Ingetin aku buat traktir Mita kalau aku beneran jadian sama Alkha.
Akhirnya kuputuskan untuk menambahkan kontak Alkha dan mulai mengiriminya pesan.
Derga WAdhiyaksa
Assalamualaikum, Kha...Baru mengirim kalimat itu saja rasanya sudah panas dingin. Belum di read. Sabar. Kupikir dia sedikit kaget ketika muncul namaku di aplikasi LINE-nya. Sedikit pesimis kalau dia akan membalasnya secepat dulu ketika semuanya masih baik-baik saja. Aku pasrah. Jika ia tak membalasnya pun aku juga pasrah. Jika awalnya tak ada perjanjian semacam itu, mungkin tak akan pernah ada kejadian seperti ini. Hanya kata jika yang menjadi pembuka penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Pieces
ChickLitMemang benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan tak bisa sepenuhnya bersahabat secara murni. Entah si laki-laki yang memendam perasaannya kepada sang perempuan atau mungkin sebaliknya. Lalu mereka akan terus...