Part 25 - A Million Pieces

164 9 17
                                    

Semua tak berakhir sebagaimana mestinya. Tak semua hal yang diungkapkan akan membawa kabar gembira seperti yang diharapkan. Tidak. Ada yang perlu direvisi. Semua hal belum terungkapkan. Bahkan intinya saja belum tersampaikan. Kata indah itu belum terucap. Lalu bagaimana caranya untuk mendeskripsikan hal semacam ini?

Terlambat? Mungkin.

Ada orang yang mengatakan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Katakan orang ini bodoh tapi apa daya... memang nyata terjadi. Ingatkan kejadian ketika Erga memilih memberi keputusan untuk menunggu Alkha yang entah sampai kapan. Erga bahkan mungkin tak berpikir panjang tentang apa resiko yang muncul ketika ia memberi keputusan itu. Bahkan ia juga tak mampu mengira seberapa besar rasa takut itu menguasai Alkha.

Ketakutan memang tak bisa dihindari. Tapi selalu ad acara untuk melawan ketakutan itu. Hanya saja, cara itu... rasanya Erga sendiri bingung. Menyelami hatinya saja terasa begitu sulit, apalagi jika harus ditambah menyelami ketakutannya.

Semuanya serasa hampa ketika rencana tak berjalan sebagaimana semestinya. Akhir indah itu, entah bisa diraih atau tidak. Dia pergi... tepat sehari setelah pengakuan di ladang kosong belakang sekolah.

...

Dia pergi... Ya.. Alkha pergi.

Pergi tanpa kabar dan tanpa pamit. Ia bagai hilang ditelan bumi. Mendadak menghilang dan tak bisa dihubungi. Bahkan Mita sudah uring-uringan sejak 1 tahun lalu terakhir ia bertemu Alkha. Sudah berbagai macam cara dilakukan Mita untuk memperoleh info tentang Alkha lewat keluarganya. Namun nihil. Bahkan gadis itu sudah menginterogasi Maul dan adik Alkha itu memilih bungkam.

Mita makin uring-uringan ketika Erga salah mengira jika Bayu adalah pacar baru Alkha saat di Jogja. Erga bodohnya sempat marah ketika melihat foto Bayu dan Mita berdua di Candi seraya mengatakan jika Mita merebut pacar sahabatnya sendiri.

Tahu apa yang dilakukan Mita?

Gadis itu seketika menghadiahi punggung Erga dengan pukulan hingga punggung laki-laki itu terasa panas dan sakit. Berulang kali Mita menyumpah serapahinya. Terlebih ketika Zian malah tertawa terpingkal-pingkal karena Mita pernah menceritakan Bayu pada Zian sebelumnya.

Jika dilihat, ada yang kurang disana. Tak ada Reza terlihat. Entah menghilang kemana juga dia. Yang jelas, pernah terdengar kabar jika dia malu untuk menemui mereka setelah Alkha menelponnya dan menyuruh Reza untuk berhenti. Tak ada pembicaraan lain. Tanpa basa basi, Alkha hanya mengatakan berhenti dan semuanya seperti ter-setting ulang.

Inilah salah satu dampak terburuk ketika sudah melibatkan perasaan pada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Semua akan terasa berbeda. Kembali pun juga pasti ada yang mengganjal. Tak bisa dipungkiri.

Hubungan lebih antar sahabat tak selamanya membawa dampak buruk perpisahan. Ada banyak orang di luar sana yang mampu bahagia dengan sahabatnya. Semua akan terasa mudah karena sudah sejak lama mereka saling mengenal satu sama lain. Tak perlu waktu lebih untuk saling mengenal baik buruknya diri masing-masing. Tak perlu merasa sungkan untuk membagi kisah masing-masing.

Jika keputusan yang diambil tepat maka itulah yang akan terjadi. Namun jika sebaliknya? Perpisahaan dan saling menjauhlah yang didapat.

"Gue masih bingung apa yang salah dari ucapan lo ke dia waktu itu sampe dia ngilang gini."

"Lo masih belum bisa ngubungin dia, Mit?"

"Yakali kalo dia ngehubungin gue, nggak bakal uring-uringan gini guenya, Yan!"

"Sebenernya kalian ngomongin apa sih, Ga, waktu itu?"

"Ya kayak yang gue bilang ke kalian berulang kali. Dia ceritain ketakutan terbesar dia yang bikin dia seolah membentengi diri dari gue, terus gue bilang gue bakal tunggu dia."

A Million PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang