Part 16 - A Light in The Darkness

148 11 5
                                    

"Kha, besok ikut Mas yuk!"

Mereka kini melangkah beriringan dan duduk di teras rumah setelah mengantar Mita ke terminal. Keduanya duduk selonjoran ditemani semilir angin sore.

"Mau kemana?"

"Ke festival band. Itu loh acara yang waktu kamu Mas suruh nunggu eh taunya ditemenin Andra."

"Oh. Jam berapa sih?"

"Berhubung aku ikut andil di acara itu, jam 3 deh. Acaranya sampe malem."

Bukannya memberikan jawaban, Alkha malah ngeloyor masuk ke dalam rumah. Kebiasaan! Dengan setengah dongkol, Bayu mengikuti Alkha masuk ke dalam rumah. Dicarinya gadis itu ke dalam kamarnya. Kosong. Kemana anak itu?

Kemudian Bayu melangkahkan kakinya masuk ke dapur untuk mengambil air dingin di kulkas. Saat menenggak air itu langsung dari botolnya, sudut mata Bayu menangkap sosok dua orang yang sedang duduk di halaman belakang. Nenek dan Alkha.

"Dicariin juga malah disini."

"Mbahti, aku diajakin main malem lagi sama Mas Bayu." Ujar Alkha dengan wajah tanpa dosa.

Bayu yang mendengar penuturan itu sontak melotot pada Alkha yang saat ini tengah terkikik. Botol yang sedari tadi masih digenggamnya, diletakkan asal kemudian diraihnya tubuh Alkha dalam pelukan nenek mereka. Sebelum, nenek memberikan nasihat berujung Bayu yang merasa terintimidasi, Bayu memberikan pembelaan diri.

"Eh! Enggak deng. Ini anak usil banget." Bayu menjitak pelan kepala Alkha.

"Adekmu jangan diajak main malem terus, Bayu. Dia ini cewek lho, jangan disamain kayak kamu."

Tuhkan!

"Bayu juga gak maksa kalo anaknya gak mau."

"Tapi aku juga pengen ikut. Boleh ndak ikut sama Mas Bayu?"

Kini Bayu malah tak habis pikir dengan adik sepupunya ini. Maunya apa coba? Kayaknya tadi ada yang ngadu bakal diajak pergi pulang malem, eh ini malah minta izin pengen ikut. Pura-pura tak peduli dengan adegan dramatis Alkha yang meminta izin pada nenek untuk ikut pergi, Bayu memilih melanjutkan acara minumnya yang sempat tertunda.

...

Suhu udara hari ini begitu panas. Meskipun sudah mengenakan kaos singlet, tapi tetap saja Alkha merasa kegerahan. Dibukanya jendela kamar serta menghidupkan kipas angin dalam kamarnya berharap itu akan membuat suhu kamarnya sedikit menurun. Langit terlihat mulai menggelap, sepertinya hujan akan datang. Pantas saja terasa gerah.

Dengan merebahkan diri ke atas kasur, Alkha memainkan ponsel miliknya. Menghubungi Mita untuk sekedar menanyakan apakah ia sudah sampai rumah atau belum.

To: Mita
Udah sampe rumah?

From: Mita
Baru mau masuk terminal ini.
Oiyo, tadi Erga sms gue. Nanyain gue masih di Jogja apa nggak.

To: Mita
Oh.

From: Mita
Dijawab 'Oh' doang? Tumben banget lo gue bahas tentang itu anak lo balesnya singkat bgt. Gak penasaran sama alesan dia sms gue?

To: Mita
Gak sih biasa aja. Paling juga iseng doang.

From: Mita
Iya deh iya, yg lagi belajar buat gak peduli. Ntr smsan lagi ya. Mau telp org rumah minta jemput.

Belajar untuk tak peduli dengan laki-laki itu, sulit. Tapi Alkha sudah bertekad untuk mulai belajar akan hal tersebut. Ia ingin go ahead. Mencoba menghindari hal-hal yang akan merusak fokusnya pada apa yang ingin dicapainya. Termasuk mengesampingkan sejenak urusan hatinya. Dan langkah pertama yang dilakukan Alkha adalah mencoba mensinkronkan hati dan pikirannya untuk tak mempedulikan Erga.

A Million PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang