Pagi-pagi sekali, aku sudah berada dikantor dengan semua tugas yang menumpuk dimejaku. Sengaja aku masuk lebih awal karna aku tidak mau repot-repot melihat wajah Harry dipagi hari. Aku tidak mau membuat mood ku buruk lagi hanya karna melihat wajah menyebalkan itu.
"Nona, mau aku buatkan minum?" aku menggeleng saat mendengar tawaran dari pelayan yang khusus menyediakan minuman untuk para karyawan.
"Tidak, aku ingin membuatnya sendiri saja." Gumam ku pelan. Ini masih belum waktunya kerja. Jadi, tidak masalah untuk membuat minuman sendiri.
"Kalau begitu, saya permisi dulu. Kalau butuh apa-apa, Nona bisa katakan saja pada saya." Pelayan tadi, langsung melangkah pergi setelah membungkuk sejenak ke arahku. Aku hanya bergumam pelan. Kembali melanjutkan membuat kopi susu yang ingin sekali aku minum.
Selesai membuat minuman, aku langsung kembali ke meja kerjaku. Meminumnya seteguk demi seteguk sambil mengerjakan pekerjaanku. "Aby, Sejak kapan kau datang?" Aku melirik Niall yang sudah berdiri disamping meja kerjaku. Menatapku dengan wajah bingung karna aku sudah berada dikantor sepagi ini.
"Sejak tadi pagi." Gumamku pelan sambil berkutat pada komputerku. Sesekali mataku melirik Niall yang masih terdiam menatapku.
"Tadi, Mr.Harry mencarimu. Sepertinya dia masih marah padamu karna kejadian semalam." Ungkapnya. "Biarkan saja, toh aku tidak peduli dia mau marah atau tidak!" Aku mendengus. Rencananya mau menghilangkan mood buruk. Malah Niall membicarakan soal Harry yang marah.
"Jangan begitu, Mr.Harry itu presdiremu. Meskipun keluarga kalian teman baik. Tapi, kau harus bisa mengatur rasa sopanmu kepada presdiremu sendiri. You know what I mean?"
"Aku tidak mengerti. dan tidak mau mengerti. sudahlah, aku mau bekerja lagi. Jangan ganggu aku!"
"Apanya yang tidak mau mengerti?" Aku mendelik. Mendengar suara dingin Harry yang tiba-tiba saja sudah ada dihadapanku. Niall yang semulanya berada didekat mejaku. Sudah kabur entah kemana. Meninggalkan aku bersama dengan sang presdire. Aku hanya menundukkan kepalaku. Berlagak sibuk dengan komputer yang masih menyala dihadapanku. Bisa ku rasakan, aura marah Harry semakin pekat saat aku mengacuhkan dirinya.
"Hey!" Aku berteriak. Terang saja, aku sedang mengerjakan tugasku. Dan dengan teganya, Harry mencabut colokan komputer yang sukses membuat layar komputerku mati.
Ugh! Semoga saja, document yang sudah ku buat tersimpan. Jika tidak, Lihat apa yang bisa aku lakukan padanya!
"Apa-apan sih kau ini! Pagi-pagi sudah membuat ribut, apa semalam belum cukup?" Aku beranjak dari kursiku. Mengamuk sengamuk- ngamuknya didepan Harry.
"Dimana sopan santunmu? Dikantor ini, Aku adalah presdiremu."
Harry nampak terganggu dengan ucapan kasarku. Matanya begitu tajam menyipit ke arahku. Sepertinya dia benar-benar marah.
"Aku tidak peduli. Rasanya menyebalkan harus bekerja dengan orang sepertimu. Aku mau mengundurkan diri. Secepatnya!" Astaga. Apa yang sudah ku katakan ini. melihat mata Harry yang menajam kepadaku. Dengan raut wajah murka. Harry begitu menyeramkan dimataku.
"Jadi kau ingin mengundurkan diri?" Nada bicara Harry begitu dingin melebihi biasanya, suaranya yang berat dengan mata tajamnya yang melihatku. Aku selalu takut jika dia sudah seperti sekarang ini. Dan bodohnya, aku selalu membuat Harry berakhir marah kepadaku.
Aku hanya mampu diam. Mengalihkan pandanganku yang tak kuasa menatap mata tajamnya yang mengerikan.
"Lakukan saja. Masih ada orang yang mau bekerja denganku. Tidak seperti dirimu yang terus mengeluh dan menuruti sifat tempramentalmu."
Aku tersentak saat mendengar jawaban dari Harry. Nadanya yang lantang dan terkesan tenang seakan tidak masalah jika aku mengundurkan diri. Seperti begitu senang aku melakukannya.
Aku sempat terdiam sejenak. Entah kenapa aku merasa sakit hati mendengar ucapan Harry barusan. Bukan itu maksudku. Mengundurkan diri? Aku tidak bermaksud melakukannya. Tadi aku hanya terbawa emosi. Tapi kenapa Harry bersikap begitu tenang menanggapi pengunduran diriku?
Tak terasa bulir air mataku turun jatuh. "Baiklah. Segera mungkin, aku akan membawanya padamu."
Aku meraih tas kerjaku. Berlari pergi dengan air mata yang sudah membanjiri wajahku. Aku sama sekali tidak memperdulikan semua orang yang menatapku dengan wajah bingung. Lagipula, sebentar lagi aku akan keluar dari perusahaan ini. tidak lagi melihat wajah Harry yang menyebalkan itu. Tidak lagi berdebat ataupun tersakiti dengan kata- katanya yang kejam.
Aku bisa saja mencari pekerjaaan yang tempatnya jauh dari sini. Diluar kota? Atau bisa ke luar negeri sekalipun!
***
Aku duduk dikursi. Meminum jus jeruk yang sudah ku pesan sejak tadi. Setelah meninggalkan kantor, aku langsung menghubungi Nessa yang tak lain tak bukan adalah sahabatku sendiri. dan tentunya, untuk menceritakan semua hal yang baru saja terjadi padaku.
Awalnya, Nessa terlihat marah karna aku keluar begitu saja dari perusahaan Harry. Uncle dan aunty pasti akan kecewa jika tahu aku keluar dari perusahaannya karna pertengkaranku dengan Harry. Tapi mau bagaimana lagi?
Mungkin, aku akan menjelaskan semuanya kepada uncle dan aunty. Begitu juga dengan mom dan dadku yang akan marah besar karna aku berhenti bekerja. Menceramahiku soal pekerjaan baru yang akan aku cari nanti.
"Lalu, sekarang kau mau apa?" Nessa kembali bertanya untuk ke sekian kalinya. Sudah lama kami disini sampai minuman kami habis tak tersisa. "Entahlah, aku mungkin akan mencari pekerjaan baru. Dan bolehkan, kalau aku menginap dirumahmu lagi?" Aku tersenyum kecil.
Memperlihatkan wajah memohonku kepada Nessa.
"Apa semalam belum cukup? Harry sampai menghubungiku berkali- kali hanya untuk menanyakan keberadaanmu. Aku sih tidak masalah kau tinggal dirumahku. Tapi, yang bermasalah itu Harry. Mendengarnya marah-marah padaku membuatku tidak nyaman. Kau tahu itu?"
Aku hanya nyengir tak berdosa. Siapa suruh membuatku kesal. Biar Harry rasakan bagaimana kalau tidak ada aku disampingnya. Dia pasti juga kelabakan sendiri. Jujur saja, aku juga begitu merindukan Harry jika dia tidak ada disampingku. Entah apa yang akan terjadi padaku jika hidupku tanpa kehadirannya.
Mungkin, aku akan mati.
Mencintainya dalam diam selama aku kecil. Itu bukanlah hal mudah yang bisa aku lakukan. Dan inilah diriku. Selalu bersikap tak acuh kepadanya, meskipun dalam hatiku aku menjerit kesakitan.
Mencintai teman kecil. Dan lelaki dingin seperti Harry. Aku tak mengharapkan hal yang banyak untuk menerima cintaku. Selama aku berada disisinya. Aku sudah cukup puas. Bisa melihat wajahnya setiap hari, membuatku merasa tenang jika dia tidak apa-apa. Tapi dengan wajah dinginnya yang tanpa ekspresi itu. Aku sulit untuk melihat apa yang dia rasakan saat itu. Membuatku merasa begitu gelisah setiap kali berada didekat Harry.
Jika dipikir-pikir, aku tidak tahu semua hal mengenai dirinya. Kesukaannya, kebiasaannya, hal yang dibencinya, bahkan tipe gadis yang menjadi idamannya. Melihat sifatnya yang perfeksionis dan tampan. Pastilah, jika Harry menyukai gadis-gadis seksi dan juga cantik. Memiliki tubuh menawan yang di idam-idamkan semua lelaki.
Sedangkan aku? aku hanyalah gadis biasa yang tidak cantik maupun menawan. Gadis yang sederhana yang tidak punya aura yang membuat lelaki tertarik kepadaku. Ya, meskipun banyak orang yang bilang aku itu manis dan juga sangat cute. Tapi, itu tidak pernah keluar dari mulut Harry yang ingin sekali aku dengar. Setiap kali ada orang yang bilang seperti itu padaku. Harry selalu mengatakan jika aku ini hanyalah gadis jelek yang tidak ada bagus-bagusnya. Bahkan tubuhku yang ramping sama sekali tidak berbentuk.
Menyebalkan! Aku berteriak dalam hati. Kenapa aku bisa menyukai lelaki dingin dan tidak punya hati seperti Harry.
Keep vomment guys!:D

KAMU SEDANG MEMBACA
JUST, LOVE ME (H.S)
FanfictionApa kalian yakin Harry yang mempunyai sikap dingin dan egois itu bisa aku luluhkan? Mencintai pria dingin seperti Harry sangatlah membingungkan Dia teman masa kecilku dan musuhku hingga sekarang aku mencintainya dalam diam apakah aku bisa memilikiny...