*THE WEDDING DAY*
Hari istimewa adalah hari dimana kau akan menempuh hidup baru bersama seseorang yang sangat kau cintai. Begitu pula diriku. Dipoles secantik mungkin dengan gaun pengantin seputih salju yang begitu pas ditubuhku. Semua orang memujiku cantik. Memberiku sebuah ucapan selamat dan doa atas kebahagiaan yang tak ternilaikan yang saat ini telah menungguku.
Kebahagiaan memanglah sederhana. Tak lepas dari senyumku yang mengembang. Aku terus duduk di ruanganku, memegang seikat bunga yang telah dirangkai sedemikian indahnya. Tanganku yang gemetaran tak luput dari rasa gerogiku yang sudah muncul sejak tadi pagi. bahkan aku terus meminta bantuan Nessa untuk mengambilkan minuman kepadaku. Aku selalu merasa kehausan, dan ingin sekali pergi ke toilet. Tapi, Nessa terus memaksaku untuk tetap tenang agar semuanya berjalan dengan lancar.
"Dengar! Tetaplah tenang, dan tersenyumlah saat kau berjalan menuju altar. Kau mengerti?" Aku mengangguk. Meskipun rasa gerogiku masih ada. Ku paksakan diriku untuk tersenyum. Menghembuskan nafasku bekali-kali agar aku sedikit lebih tenang.
"Tunggu! Kau akan pergi sekarang?" Aku memekik. Meraih lengan Nessa dengan gemetaran saat melihat Nessa hendak pergi dari ruanganku.
"Ya. Tentu saja, aku juga ingin melihatmu disana." Aku merengut. "Tapi. . . Aku disini sendirian,"
"Memang seharusnya begitu!" Nessa nampak jengkel kepadaku. "Sudah, aku pergi dulu. Ingat apa yang ku katakan tadi." Aku kembali mengangguk. Menatap Nessa yang telah pergi sampai pintu ruanganku tertutup.
Aku menghembuskan nafasku. Tubuh yang sejak tadi tegap kini berangsur melemas. Aku tidak menyangka aku akan setakut ini menghadapi pernikahanku yang beberapa menit lagi akan di mulai.
Semoga semuanya berjalan dengan lancar. Dan aku tidak akan melakukan kesalahan yang akan membuat Harry malu. Apalagi membuat keluarga Harry dan keluargaku kecewa.
***
Aku menghembuskan nafasku. Mengatur deruan detak jantung yang terus berdebar sejak tadi. Dad sudah siap memegangiku. Berdiri dengan gagah disampingku.
"Kau siap?" Aku mengangguk. Tersenyum penuh bahagia. Dan sedetik kemudian. Pintu terbuka lebar. Memperlihatkan semua orang tengah berdiri memandangi kami penuh kagum.
Wajahku tersenyum penuh binar saat semua orang yang ku kasihi berada disana. Berdiri dengan anggun dan seulas senyum khusus untukku. Aku berjalan beriringan dengan Dad. Mengantarkanku melewati jalan dengan karpet merah yang ditaburi bunga mawar.
Wajahku tersipu. Semakin jelas saat melihat sosok Harry yang memakai setelan jas berwarna hitam. Berdiri tegap menungguku yang tengah diantarkan oleh Dad. Aku terhenti sejenak. Dilepaskannya tanganku dari Dad untuk kemudian tangan Harry teulur kepadaku. Menggantikan Dad dan membawaku ke atas altar. Mengucapkan janji suci kami dihadapan pendeta. Kami saling bertukar cincin dan pada akhirnya kami saling berciuman. Meninggalkan sebuah tepukan yang meriah dan gelak tawa yang membuatku ikut berbahagia.
***
"Haah..." Aku kembali menghela nafasku. Entah sudah berapa kali aku melakukan hal ini sejak aku pergi ke kamarku. Aku masih merasa resah dengan ucapan Liam kepadaku.
Haruskah aku melakukan apa yang dia katakan tadi? Tapi, bagaimana kalau hasilnya berakhir buruk. Sama saja aku akan mempermalukan diriku sendiri. Lebih buruknya lagi, justru akan membuat hatiku terluka.
Oh, Astaga! Aku memukul kepalaku sendiri. Mengomel tak jelas karna jengkel dengan perasaanku sendiri. Kenapa aku bisa sebodoh ini dan begitu percaya dengan ucapan Harry selama ini. Sebagai teman kecilnya, seharusnya aku tahu kalau selama ini Harry telah berbohong padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST, LOVE ME (H.S)
FanfictionApa kalian yakin Harry yang mempunyai sikap dingin dan egois itu bisa aku luluhkan? Mencintai pria dingin seperti Harry sangatlah membingungkan Dia teman masa kecilku dan musuhku hingga sekarang aku mencintainya dalam diam apakah aku bisa memilikiny...