chapter14

459 52 0
                                    

Bosan rasanya terus-terusan berbaring diranjang, dan tak melakukan apapun selain membaca buku atau berkutat pada ponselku.
Melihat Harry yang telah tertidur sejak tadi, aku memutuskan untuk keluar dari ruanganku sebentar. Ingin menghirup udara segar dimalam hari.

Aku keluar dengan diam, tak mau membuat Harry terbangun, dan nantinya dia akan marah-marah karna melihatku turun dari ranjang. Sudah seharian ini dia menungguiku meskipun Mom telah datang. Harry bahkan, bilang jika dia akan terus menungguiku sampai aku sembuh.

"Haaah.. Rasanya nyaman sekali." Desahku. Ku renggangkan semua otot-ototku yang terasa kaku. Menghirup udara malam yang sungguh menyegarkan. Angin bertiup dengan sejuk malam ini, bahkan bulan dan bintang bersinar dengan terang.

Ku langkahkan kakiku menyusuri taman rumah sakit dengan selang infus yang masih tertempel di tanganku. Aku duduk disebuah kursi panjang. Duduk disana sambil menikmati suasana malam yang sunyi.

"Haaah.." Aku kembali menghembuskan nafas panjang. Damai rasanya saat ku rasakan diriku seperti bebas. Rasa sesak dan segala pikiran yang ku rasakan seakan hilang diterpa angin malam. Menembus sela-sela otakku dan membiarkannya Rilex.

"Aku khawatir, sebagai seorang lelaki yang menyayangi gadisnya."
Kembali ku ingat kalimat yang keluar dari mulut Harry tadi pagi. Rasanya seperti mimpi dia mengatakan hal semanis itu, apalagi dengan sikapnya yang cuek dan dingin.

"Abigail!" Aku menoleh saat namaku dipanggil. Liam tengah berjalan ke arahku. "Liam? Dari mana kau tahu aku ada disini?" Tanyaku bingung.

Liam kemudian duduk disampingku. Tersenyum ramah, "Dari suster. Dia melihatmu keluar, dan berjalan ke taman." Jawabnya.

"Oh, Lihat. Tanganku di infus." Aku memperlihatkan tanganku yang ada selang infusnya kepada Liam. Tapi yang ku dapat, Liam terkekeh. Lelaki itu kemudian mengacak rambutku gemas.

"Malam-malam begini, seharusnya kau tidak keluar sendirian. Setidaknya ajak Harry bersamamu."

"Harry sudah tidur. Aku tidak enak karna dia sudah seharian ini menungguku. Lagipula, tidak mungkin dia mengijinkan aku turun dari ranjang. Hari ini, Dia seperti kakek-kakek cerewet." Ku dengar Liam tertawa lebar. Aku hanya menyunggingkan senyum kecil ku kepadanya.

"Dia peduli padamu Aby."
"Oh ya? Aku tidak merasa begitu. Meskipun, ya. Ada sedikit perubahan dari sikapnya. Tapi tetap saja, aku. . ." Suaraku tercekat.

Terhenti di kalimat yang paling membuatku terluka. Wajahku menunduk seketika dengan kedua tangan yang saling menggenggam.

"Tetaplah berfikir positif. Aku tahu dia sangat menyayangimu melebihi siapapun. Suatu saat, kau akan menyadari hal itu Aby." Liam meraih tanganku digenggamannya. Aku hanya membiarkannya sampai aku menyenderkan kepalaku dibahunya.

"Kau tahu, hari ini, semua orang terlihat berbeda. Kau, Harry dan juga Louis. Kalian semua mengatakan hal yang tidak ku mengerti. Aku jadi sebal." Bibirku mengkerut. Agak jengkel karna semua orang mengatakan hal aneh yang tidak ku pahami.

"Jangan terlalu dipikirkan,"

Kami berdua menikmati malam sunyi hanya berdua saja. Ku anggap ini sebagai kencan terakhir kami setelah berakhirnya hubungan kami. Aku pasti akan sangat merindukan saat-saat hangatku bersama dengan Liam. Perlakuan lembut dan juga kata-katanya yang selalu membuatku tenang.

Lama kami berada di taman rumah sakit, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke ruanganku. Kasihan Liam, karna besok dia harus bekerja. Aku tidak mau dia kelelahan dan pulang lebih larut lagi. Kami berdua berjalan santai dilorong rumah sakit sambil mengobrol. Sampai kami sampai didepan pintu ruanganku. Aku mengernyit saat melihat seseorang yang sangat ku kenal berdiri dengan mata tajam ke arah kami.

"Dari mana saja kau?" Suara Harry terdengar sangat marah. Matanya yang tajam mengisyaratkan kalau dia tidak suka melihat Liam ada disini. Bersama denganku, berdua saja.

"Aku-"

"Kami baru saja dari taman." Liam dengan cepat memotong ucapanku. Keduanya saling menatap dengan pandangan tak suka. Aku sampai merinding melihat mereka berdua seperti mau saling membunuh. Aura dingin yang membuatku ketakutan.

"Bukankah tadi, sudah ku suruh kau untuk tidur Aby?" Kali ini, Harry beralih melirikku dengan tajam. Aku tak berani menatapnya, hanya menjawab pertanyaannya dengan sewajarnya.

"Dia hanya ingin ke taman Harry. Kau tidak perlu semarah itu. Aku temannya, dan aku tidak akan melukai Aby seperti yang kau lakukan selama ini." Oh astaga, seharusnya Liam tak mengatakan hal itu. Kalimatnya cukup membuat raut wajah Harry mengeras. Bisa ku lihat, Harry semakin marah dibuatnya.

"Kau!!" Harry menggeram. Tangannya dengan cepat mampu meraih kerah baju Liam dan mencengkramnya. Aku yang melihatnya sampai bergidik ngeri.

Ini kali pertamanya aku melihat Harry semarah ini. Lebih parah dari amarahnya yang selama ini aku lihat. Harry benar-benar berbeda. Membuatku takut sekaligus sedih. Karna aku tidak mau melihat Harry seperti ini. Sisi darinya yang selalu membuatku ketakutan.

"Kalau kau merasa itu tidak benar. Kau tak perlu sampai semarah ini, Harry." Liam masih terlihat begitu tenang. Bahkan, dia sama sekali tidak menampilkan raut marah.

Justru, sepertinya akulah yang kelabakan. Tak terasa, tanganku sudah memegangi lengan Liam dengan erat. Takut kalau Harry akan melakukan tindakan kasar. Ini dirumah sakit, dan aku tidak mau mereka berdua mendapatkan masalah hanya karna aku.

"Aku peringatkan padamu untuk terakhir kalinya Liam. . ." Harry mendesis. "Lakukan, kalau itu membuatmu puas Harry. Selamanya, aku akan tetap mencintai Aby. Bahkan, saat dia tak lagi disampingku. Aku akan berusaha merebutnya."

"Harry jangan!" Aku menjerit histeris saat Harry hendak meninju wajah Liam dengan keras. Tanganku dengan sigap meraih tubuh Harry. Memeluknya dengan erat dan mendorongnya untuk memberi jarak antara kami dan Liam. Aku tak mau pertengkaran ini berlanjut.

Tubuhku saja sampai gemetar hanya karna menahan rasa takutku saat melihat Harry marah. "Ini rumah sakit. Aku mohon, jangan berkelahi." Wajahku menengadah ke atas. Menatap Harry yang begitu kecewa karna aku melerainya.

"Kau melindunginya?"

"Aku tidak melindungi siapapun Harry." Ku remas baju Harry.

Mencoba mencari pegangan karna aku merasa tubuhku terasa lemas. Rasanya ingin jatuh begitu saja, tanpa adanya tenaga dalam diriku.

"Aku mohon. Kita kembali saja ya?" Aku kembali memohon.

Awalnya Harry menggerutu tak suka. Matanya melotot ke arah Liam sebelum tangannya meraih pinggangku. Membawaku ke dekapannya.

"Liam, maafkan aku!" Aku berteriak cukup keras saat Harry menarikku paksa, untuk masuk kedalam ruanganku. Dia bahkan tak memberikan waktu bagiku untuk berbicara sejenak dengan Liam.

Aku merasa bersalah sudah membuat Liam seperti sekarang. Meninggalkannya begitu saja, karna sikap kasar Harry.
Harry membanting pintu dengan kasar. Melepaskan tangannya dari pinggangku. Dia marah, aku tahu dia sedang marah padaku.

"Kembalilah tidur." Ucapnya dingin. Mengabaikan diriku dan melenggang pergi ke sofa untuk kembali tidur. Aku hanya diam melihatnya bersikap seperti itu.

Sebenarnya apa salahku sampai membuat Harry semarah itu?

"Selamat malam, Harry." Gumamku pelan. Aku langsung beranjak ke ranjangku. Tidur dalam pertengkaran kami yang belum selesai.


***





JUST, LOVE ME (H.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang