"Harry?!" Aku menjerit saat melihat Harry sudah berada diambang pintu dengan kakak Nessa yang berada dibelakangnya. Dengan cepat aku meraih selimut yang ada didekatku. Menutupi tubuhku yang hanya memakai tanktop dan celana yang begitu pendek.
"Maaf, aku tidak tahu kalau kalian. . ." Louis yang tersipu malu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain saat melihatku dengan pakaian seperti tadi. Tidak untuk Nessa yang masih menggunakan pakaian lengkap. Jujur saja, aku selalu melakukan ini setiap kali aku hendak ingin tidur. Rasanya nyaman dan membuatku lebih mudah untuk terlelap.
Aku juga bisa melihat wajah Harry yang menatap ke bawah, sepertinya dia juga merasa tidak enak hati. Ya ampun, melihat wajahnya yang seperti itu membuatku tidak tahan. Aku jadi ikut malu sendiri saat Harry melihatku dalam keadaan seperti ini. Rasanya sudah lama sekali sejak kami sering mandi bersama saat kecil.
Entah kenapa, wajahku langsung bersemu merah. Memanas dengan pikiran aneh yang berkecamuk. "Makanya, ketuk pintu dulu sebelum masuk!" Aku berteriak keras. Biarkan saja mereka semakin merasa bersalah. Biar tahu diri!
"Louis, ada apa ini? Kenapa Harry bisa ada disini?" Tanya Nessa. Louis menggaruk kepalanya sambil tersenyum tipis. "Maaf, aku tidak bisa berbohong pada Harry." Ungkapnya merasa bersalah.
Nessa sepertinya tambah marah saat melihat sang kakak punya mulut ember. Padahal sudah dibilangin jangan beritahukan pada Harry jika Aby ada disini. Tapi tetap saja ngeyel. Dasar Louis menyebalkan!"Kenapa kemari? apa tidak merasa malu?" Aku mencibir Harry.
Mengabaikan mulut ember Louis yang sebenarnya juga membuatku kesal.
"Aku kemari ingin menjemputmu." Aku membuang wajahku. "Aku tidak mau!" Tangkasku dengan kasar, Harry terlihat mengerutkan keningnya. "Kau pikir aku yang berinisiatif datang kemari, Huh? Uncle dan aunty menyuruhku menjemputmu. Mau tidak mau kau harus ikut denganku."
Geezz!
Dasar menyebalkan. Karna ucapannya barusan, Nessa kini menatapku dengan wajah mengintimidasi. "Kau tidak mengabari uncle dan aunty?" Tanyanya dengan wajah kesal. Aku hanya mengiyakan dengan nada rendah. Merasa malu.
Habis mau bagaimana lagi, jika Mom tahu aku ada disini karna pertengkaranku dengan Harry. Pasti mereka akan marah besar.
"Tapi, aku sudah bilang kalau aku menginap dirumah teman! Meskipun, aku tidak menyebut namamu. . ." Belaku. "Itu sama saja, bodoh." Nessa mencibirku, ikut memarahiku karna sikapku yang seperti anak kecil. Aku yang tak berani menatap wajah Nessa dan Harry, hanya bisa menundukkan kepalaku. Bermain dengan selimut yang masih setia menutupi tubuhku.
"Sepertinya kita harus membiarkan mereka berbicara berdua saja, Nessa. Kita keluar sebentar." Ucap Louis menyuruh Nessa keluar dari kamarnya, agar Harry dan aku bisa berbicara dengan leluasa.
"Ide bagus, karna aku akan menghajar kau, karna mulutmu yang ember." Aku sedikit terkekeh melihat Nessa yang masih saja mengingat mulut ember kakaknya itu.
Hening. . . Sempat menyelimuti kami saat sudah beberapa saat Nessa dan Louis keluar dari kamar. Harry masih setia berdiri didekat pintu yang kini sudah tertutup rapat.
Aku? Tentu saja aku masih menundukkan kepalaku sambil bermain dengan selimut. Terkadang, aku juga melirik Harry yang sama sekali tidak bergeming.
Perlahan, ku lihat kakinya beranjak mendekatiku. Melangkah dengan penuh kelembutan dan duduk ditepi ranjang. Tepat disampingku, Harry menatapku sambil menghela nafas panjang. "Sudah puas bermain-mainnya?" Tanyanya penuh rasa kedewasaan. Ku akui aku memang seperti anak kecil. Sedikit bertengkar, lalu menganggapnya seperti masalah yang besar. Tapi mau bagaimana lagi, aku memang seperti ini.
Aku tetap diam, tak menjawab pertanyaannya. Dan semakin menundukkan kepalaku. Takut melihat wajah Harry saat ini. "Kalau kau marah kepadaku, setidaknya jangan ikut sertakan uncle dan aunty. Mereka sangat mengkhawatirkanmu karna beberapa hari ini kau tidak pulang."
Baru sadar kalau aku marah padamu? Kemarin-kemarin kemana bodoh! Umpatku dalam hati.
Setiap kali marahan, dia pasti tidak akan peduli. Tapi, giliran menyangkut Dad dan Mom. Dia langsung sok perhatian seperti ini. Dasar lelaki bermuka dua.
"Aku akan pulang kalau aku sudah ingin pulang." Ucapku dengan begitu jelas. Tak lagi memperdulikan masker diwajahku yang mulai retak- retak.
Harry mengerutkan keningnya. "Apa aku harus menyeretmu pulang, huh?" Aku mendelik, merasa kesal karna Harry kembali pada sifatnya yang kejam dan tidak berperasaan. "Dan apa ini?" Aku hampir memundurkan wajahku saat melihat tangan Harry menyentuh pipiku. Dicubitnya pipiku yang masih tebalut dengan masker yang hampir mengering. Rusak sudah masker yang dikhususkan untuk menghaluskan wajahku ini.
"Apa-apaan kau ini! kau merusak maskerku bodoh." Aku berteriak keras. Menjengkelkan saat melihat Harry hanya tertawa kecil. Melihat ekspresiku yang begitu kesal hanya karna maskerku rusak gara-gara dia mencubit pipiku.
Tapi rasanya kenapa aku senang sekali. Melihat wajahnya yang tertawa kecil. Rasanya sudah lama sekali sejak kematian kakaknya dulu. Harry menjadi tambah dingin.
"Bersihkan wajahmu. Kemudian ganti bajumu dengan pakaian yang tertutup. Aku tidak mau melihatmu dengan pakaian seperti itu lagi." Harry berdiri dari duduknya. Aku hanya mengerutkan bibirku saat Harry semena-mena menyuruhku ini itu. Memangnya siapa dia itu.
"Cepatlah, aku akan menunggumu dibawah." Hatiku rasanya berdesir saat tangan Harry mengusap puncak kepalaku dengan lembut. dengan wajah yang tersenyum tipis, dia terlihat semakin tampan dan juga hangat. Aku sampai tidak menyadari keberadaan Harry sudah digantikan dengan Nessa yang kembali ke kamar. Aku terlalu terbawa suasana hangat yang menjalari tubuhku. Sikap Harry barusan, membuatku semakin menyukainya. Yah, aku menyukai lelaki dingin yang tidak berperasaan itu. Lelaki yang mampu membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
***
Setelah berpamitan dengan Nessa dan juga Louis, aku dan Harry kemudian pulang dengan membawa mobilnya. Sengaja, aku meninggalkan mobilku dirumah Nessa. Nessa akan mengantarkannya besok sekalian kami akan pergi berbelanja karena Nessa katanya mendapatkan uang tambahan dari sang kakak akibat mulut embernya itu.
Sekedar tahu saja, kakaknya itu sangatlah menyayangi Nessa karna kedua orang tua Nessa sudah meninggal dunia. Dan mereka hanya hidup berdua dengan warisan dari orang tua mereka yang begitu banyak. Mungkin, sampai 7 turunan tidak akan habis.
"Pakai sabuk pengamanmu." Lupa, aku hanya tersenyum kecil kepada Harry yang mengingatkanku untuk memakai sabuk pengamanku yang belum ku pasang. Segera ku pasangkan sebelum Harry kembali marah-marah seperti kakek-kakek cerewet.
"Aku nyalakan music ya?" Tanyaku, tanpa menunggu jawaban dari pemilik Mobil. Aku langsung menghidupkan musicnya. Tapi, tak membutuhkan waktu lama sebelum aku mulai mendengarkan musik.
Jari-jari Harry sudah mematikan tombol musik dengan cepat. Menatapku tajam dengan kedua bola matanya yang dingin."Tidak perlu. Diamlah dan jangan berisik." Perintahnya dengan tegas. Aku hanya mengerucutkan bibirku tanda kesal. Memalingkan wajahku dan menatap keluar jendela. Aku mengabaikan Harry disepanjang perjalanan. Sedikit-sedikit kejam, sedikit-sedikit baik. Maunya apa sih.
Aku mencoba membuka jendela mobil sedikit. Merasakan hembusan angin yang kini menerpa wajahku. Sedikit menerbangkan anak-anak rambutku yang panjangnya hanya sepundak. Aku menyenderkan kepalaku. Menikmati sejuknya angin malam.
Tanpa terasa, aku mulai memejamkan mataku. Hingga aku mulai terlelap dan tak sadarkan diri. Aku tertidur dengan pulas.
***
Lots of Love
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST, LOVE ME (H.S)
FanfictionApa kalian yakin Harry yang mempunyai sikap dingin dan egois itu bisa aku luluhkan? Mencintai pria dingin seperti Harry sangatlah membingungkan Dia teman masa kecilku dan musuhku hingga sekarang aku mencintainya dalam diam apakah aku bisa memilikiny...