"Wajahmu pucat, apa kau sakit?" Aku hanya menggeleng saat Mom menanyakan hal itu padaku. Duduk diam sambil menikmati sarapan pagiku bersama dengan Dad dan Momku. "Kau yakin, tidak apa-apa?"
Tanyanya lagi.
"Aku baik-baik saja, Mom. Hanya terlalu lelah."
Terlalu lelah merasakan rasa sakit dihatiku. Lanjutku dalam hati.
"Kalau kau lelah, lebih baik istirahat dirumah saja. Mom sangat khawatir padamu, apalagi melihatmu malam tadi pulang dalam keadaan menangis." Aku tersenyum miris, benar juga. Semalam aku pulang dalam keadaan menangis karna kejadian yang terjadi di rumah Nessa. Perlakuan kasar yang dilakukan Harry kepadaku, seakan terus terngiang dikepalaku dan tidak mau menghilang.
Aku menyendok sarapanku tanpa memperdulikan ucapan Mom.
"Apa kau bertengkar dengan Harry lagi?" Tubuhku reflek berhenti bergerak. Hingga aku kembali menyendok makananku dan memakannya dengan pelan. "Tidak." Ucapku datar. "Lalu kenapa kau pulang dalam keadaan menangis?" Mom kembali bertanya. Membuatku merasa tidak nyaman karna dihujani oleh ribuan pertanyaan yang terus membuatku mengingat kejadian pahit yang ku alami semalam.
"Mom. Bisakah, Mom berhenti bertanya kepadaku? Aku lelah, aku hanya ingin tenang dalam menjalani hidupku ini. Apa aku salah? Aku mohon Mom jangan ikut campur urusan pribadiku!" Ku gebrak meja makan dan langsung melenggang pergi.
Ya ampun, tidak seharusnya aku meluapkan amarahku kepada Mom. Harusnya aku lebih bersabar. Semuanya terasa kacau semenjak masalah datang bertubi-tubi dikehidupanku. Entah itu masalah biasa hingga sampai masalah yang rumit.
Selepasnya aku meninggalkan rumah. Aku langsung melesat pergi ke Caffe Liam. Satu-satunya tempat yang mungkin membuatku nyaman. Aku langsung mengganti pakaianku dengan seragam kerja. Membersihkan meja dan menata kursi sebelum Caffe milik kami dibuka.
Ku lihat Liam yang baru datang ke Caffe dengan setelan jas putih yang begitu cocok dibadannya. Tak ku sangka, lelaki itu akan setampan ini. Aku sampai tak menyadarinya jika Liam punya badan yang bagus. Manis dan juga ramah. Itulah dirinya. Selalu menyapa karyawan setiap kali dia baru datang ke Caffe. Kenapa aku tidak menyukai lelaki seperti dirinya? Kenapa harus Harry yang mampu membuat hatiku merasa bahagia dan juga sedih dalam waktu yang bersamaan.
**
"Liam," aku masuk kedalam ruangan Liam saat kami telah menutup Caffe kami. Sebelumnya, aku juga sudah mengganti bajuku dengan pakaian biasa. Sebelum aku mulai mengatakan jawaban yang sudah lama Liam tunggu.
"Aby, masuklah. Duduklah disini." Liam beranjak. Mengambil dua gelas minuman dimesin pembuat kopi dan menaruhnya diatas meja. Aku duduk disamping Liam.
"Liam, aku kemari ingin menjawab pernyataan cinta yang kau ungkapkan waktu itu padaku." Ucapku pelan. Liam tersenyum.
Membalikkan tubuhnya hingga menghadap ke arahku.
"Aku akan mendengarkannya dengan baik. Entah itu penolakan atau penerimaan. Aku akan menerimanya dengan senang hati." Liam kembali tersenyum.
Aku menghembuskan nafasku pelan. Ini sulit bagiku. Tapi aku akan mencobanya. "Liam, aku ingin memulainya denganmu."
Dahi Liam berkerut. "Maksudmu kau menerimaku?" Tanyanya memastikan. "Yes, Li. Aku menerimamu." Aku tersenyum tipis.Merasakan tangan kekar Liam meraih tubuhku dan memelukku dengan hangat.
Ku balas pelukan Liam. Melihatnya tersenyum seperti ini membuatku merasa terluka. Entah ini keputusan yang benar atau tidak. Aku akan menerima konsekuensinya nanti.
Yang ku harapkan saat ini adalah, saat aku bersama dengan Liam. Aku harap aku bisa melupakan Harry yang selalu ada didalam hati dan pikiranku.
"Aku berjanji, aku akan selalu membuatmu bahagia, by." Bisiknya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST, LOVE ME (H.S)
FanficApa kalian yakin Harry yang mempunyai sikap dingin dan egois itu bisa aku luluhkan? Mencintai pria dingin seperti Harry sangatlah membingungkan Dia teman masa kecilku dan musuhku hingga sekarang aku mencintainya dalam diam apakah aku bisa memilikiny...