chapter11

435 52 7
                                    

Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.

Itulah kalimat yang selalu muncul setiap kali aku menghubungi nomor Harry. Lelaki itu mematikan ponselnya sejak tadi. Aku telah menghubungi rumahnya dan Momnya bilang jika Harry sedang bekerja dikantor dan belum pulang.

Ingin rasanya aku ke rumahnya tapi aku tak bisa. Tak mampu melihat Harry dalam kondisiku yang seperti sekarang. Apalagi nantinya, aku akan mendapatkan kenyataan yang lebih pahit yang keluar dari mulut aunty. Pasti aunty akan bercerita padaku mengenai wanita yang akan dijodohkan dengan Harry. Dan aku tidak mau mendengarnya.

Kembali, aku meringkuk dalam ranjangku. Mencoba menungggu kalau-kalau Harry kembali menghubunginya setelah melihat notice panggilanku yang sudah entah berapa kali. Aku seperti peneror yang tak tahu diri.

Tubuhku langsung bangun dari ranjang saat ku rasakan ponselku berdering. Pada awalnya aku merasa girang saat ku pikir itu adalah panggilan dari Harry. Tapi ternyata tidak. "Ya Li?" gumamku pelan. Aku sudah tak ada tenaga hanya untuk meladeni Liam. Padahal dia adalah kekasihku, tapi entah kenapa aku selalu menyia-nyiakan dirinya.

"Suaramu berbeda. Apa kau sakit?" Terdengar nada bicara Liam yang begitu khawatir.

Ah, aku semakin merasa bersalah padanya. Bagaimana jika dia tahu keadaanku yang kacau saat ini. Dan itu karna aku masih mencintai lelaki bernama Harry.

"Aku baik-baik saja."

"Aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja, Abigail. Lihatlah keluar jendela, aku ada didepan rumahmu saat ini." Reflek, tubuhku langsung melompat turun dari ranjang. Membuka tirai jendelaku yang menuju tepat dihalaman rumahku. Ku lihat Liam sedang tersenyum kepadaku sambil melambaikan tangannya.

Untuk apa Liam malam-malam begini datang?

"Turunlah." Aku mengangguk. Kemudian mematikan sambungan telfon dan keluar dari kamarku. Tak lupa aku memakai sebuah jaket sebelum aku benar-benar meninggalkan rumah. "Liam, apa yang kau-" Tubuhku membeku saat aku mendapatkan sebuah pelukan dadakan yang diberikan Liam kepadaku.
"Aku merindukanmu. . ."

Aku terdiam, sedikit-demi sedikit tubuhku mulai melemas, dan membalas pelukan Liam. Ku rasakan, tangan lelaki itu begitu kuat memeluk tubuhku. Sesekali menciumi tengkuk leherku yang terbalut oleh anak-anak rambut yang tergerai bebas.

Setelah lama berpelukan, Liam kemudian melepas pelukannya. Menatapku dengan wajah sendu dengan kedua tangan yang sibuk memegangi tanganku. Ada yang berbeda dari Liam malam ini.

"Sesuatu terjadi?" Tanyaku khawatir.

Dahi Liam berkerut. Mendesah resah. "Aku takut kau akan meninggalkan aku Aby. Aku tahu ini egois. Tapi, aku begitu mencintaimu, dan aku tidak mau kau pergi ke pelukan lelaki lain." Liam kembali memelukku. Kali ini lebih erat hingga membuatku sulit untuk bernafas.

Aku mencoba mendorong tubuhnya.
"Tu-tunggu dulu. Apa maksudmu, Liam"

"Aku tahu, kau sudah mengetahui perjodohan yang dilakukan orang tua Harry kepadanya." Raut wajahku berubah sayu. Lelaki itu selalu tahu.

Ya, itu karna kami semua adalah teman sejak kecil. "Aku takut, perasaanmu akan goyah padaku dan kau memilih pergi ke pelukan Harry. Meninggalkanku sendirian disini." Tangannya yang dingin meraih telapak tanganku. Membawanya ke wajahnya sebelum dia merasakan hangatnya tanganku yang lembut.

"Liam, apa kau tahu. . ." tanyaku padanya. "Satu hal yang sangat menyedihkan adalah saat kau tahu, kau tidak akan pernah bisa memilikinya."

Ya, sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa mendapatkan hati Harry. Kenyataannya bahwa lelaki itu tidaklah mencintai diriku. Jadi artinya, sampai kapanpun. Hatinya tak akan pernah berpaling dan melihatku.

JUST, LOVE ME (H.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang