chapter12

437 49 0
                                    

Aku terbangun saat ku rasakan pagi seakan telah tiba. Dengan kamar yang remang-remang aku mulai membuka mataku sedikit demi sedikit mengerjap beberapa kali hingga aku mengangkat tubuhku. Bersandar pada punggung ranjang dan melihat ke sekeliling.

Tubuhku langsung menegang saat ku sadari bahwa aku tengah tidur diranjang Harry. aku menoleh ke sampingku. Tidak ada Harry disampingku. Hanya ada aku, sampai kedua mataku menangkap sosok yang tengah tertidur pulas disofa panjang yang bisa digunakan untuk tidur.

Segera aku turun dari ranjang dan berjalan mendekati Harry yang masih tertidur pulas. Tidak ku sangka, aku akan tertidur dikamar Harry. Entah kenapa, wajahku terasa memanas saat aku membayangkan semalam aku tidur dikamar seorang lelaki yang sangat ku cintai. Bisa melihat wajah Harry saat tertidur membuat hatiku damai. Cita-cita yang selama ini aku dambakan adalah melihat Harry bangun dipagi hari tepat disampingku. Mencium puncak kepalaku dan mengatakan selamat pagi.

Aku kemudian tersenyum lembut. "Selamat pagi Harry." Ucapku pelan. Aku kembali ke ranjang, mengambil selimut untuk kemudian aku gunakan menyelimuti tubuh Harry. Sebelum aku keluar dari kamar, ku lihat aunty tengah sibuk membuat sarapan pagi untuk semuanya.

"Selamat pagi, aunty." Sapaku. Aunty menoleh kepadaku. Membalas sapaanku dengan senyum lembutnya. "Sudah bangun ya, apa semalam tidurmu nyenyak?" tanyanya kemudian.

Aku yang sudah berdiri disampingnya ikut membantu aunty membuat sarapan. "Nyenyak. Ehm. Maaf, semalam aku tidak sadar kalau aku sudah tertidur. Padahal. . ." Suaraku menggantung. Tidak baik, rasanya kalau aku tidur dikamar Harry yang hendak menikah. Kalau calon istrinya tahu. Pasti dia akan marah besar.

"Tidak apa-apa. Justru, aunty malah senang. Berkat kau, ini kali pertamanya Harry bisa tidur dengan nyenyak." Aku mendelik. Alisku bertautan. "Maksud aunty?"
"Selama ini, Harry suka sekali tidur larut malam. Setiap malam lampu kamarnya selalu menyala. Dan saat ku lihat kedalam, dia sibuk membaca buku. Saat ku tanya, dia bilang tidak bisa tidur. Awalnya aunty khawatir, karna itu tidak baik untuk kesehatannya. Apalagi, paginya dia harus bekerja dikantor." Aunty terhenti. Kemudian tersenyum tipis kepadaku.

"Tapi, semalam. Belum ada jam sembilan, Harry sudah mematikan lampu kamarnya. Dan saat ku lihat kedalam. Kalian berdua sudah tidur nyenyak sekali." Aku tersanjung mendengarnya. Perasaan senang seakan menyelimutiku.

Meskipun semua itu hanyalah hal kecil. Tapi aku senang sudah membantu Harry. Setidaknya, dia bisa tidur nyenyak.

"Terima kasih ya Aby, selama ini kau sudah banyak membantu Harry dalam segala hal."

"Aunty. . ." Gumamku resah. Tidak ada hal yang bisa ku lakukan untuk membantu Harry. Kami bahkan selalu bertengkar.

"Aunty sangat bersyukur kau adalah orang yang dekat dengan Harry. selain kau baik, kau seakan bisa mengontrol Harry untuk tetap berada pada jalurnya. Aunty saja, yang ibunya sulit untuk melakukannya." Aunty terkekeh geli. Aku hanya memutar bola mataku bingung. Masih tidak mengerti kenapa aunty melakukan hal itu. Aku bahkan tidak tahu apa arti dari mengontrol Harry. Memangnya apa yang ku lakukan selama ini?

Yang ku lihat, Harry selalu kasar kepadaku. Sama sekali tidak baik dan juga dingin. Dia juga tak acuh sekali. Apanya yang bagus dari itu.

Aku mencibir dalam hati. "Aunty sepertinya terlalu berlebihan. Kami bahkan selalu bertengkar setiap kali bertemu. Lalu apanya yang bagus."

Ucapku bingung.

Aunty terlihat tersenyum. "Nanti kau juga akan tahu." Ungkapnya.

"Aunty minta maaf ya. Karna mulai sekarang, Harry akan menikah. Mungkin perhatiannya kepadamu akan sedikit berkurang." Dahiku berkerut. Semakin ke sini, pembicaraan aunty semakin membuatku bingung.

"Harry memang harus lebih perhatian kepada istrinya kelak."

Ucapku pelan.

Percakapan kami tak sampai disitu saja. Aunty membicarakan banyak hal mengenai calon istri Harry. Aunty bilang, besok mereka akan pergi untuk menyiapkan baju dan juga cincin yang sangat penting untuk pernikahan mereka. Aunty awalnya ingin mengajakku. Tapi aku menolaknya dengan halus. Beralasan kalau aku harus bekerja.

Tak lama. Masakan kami akhirnya selesai. Uncle dan Harry keluar dari kamar mereka dan kami sarapan bersama pagi ini. Harry terlihat berbeda. Dia lebih ramah kepadaku dan mau berbicara denganku sepanjang sarapan pagi hari ini. dia juga mengantarkan aku kembali ke rumah sebelum mengantarku berangkat ke Caffe Liam.

Awalnya aku sempat takut karna nantinya, Harry akan bertemu dengan Liam. Tapi sepertinya Harry tidak lagi bermasalah dengan hal itu.

"Kau ingin mampir sebentar?" Tawarku pada Harry. "Tidak perlu. Ucapkan salamku pada Liam." Gumam Harry.

Aku mengangguk. Kemudian turun dari mobil. "Aku pergi dulu." Ku jawab dengan gumaman. Melambaikan tanganku ke arah Harry yang sudah melesat pergi. Sampai mobilnya tak terlihat lagi, aku masuk kedalam Caffe.

Ternyata Liam belum sampai. Akupun bergegas berganti baju sebelum membantu pegawai yang lainnya bersih-bersih. Mempersiapkan semuanya sebelum kami membuka Caffe kami.




***



Sudah ku putuskan sejak semalam. Saat aku berada dirumah Harry. Aku ingin mengundurkan diri dari pekerjaanku ditempat Liam. Aku merasa aku tidak pantas berada dihadapan Liam setiap saat setelah penolakan yang ku lakukan atas lamaran yang dia berikan waktu lalu.

Lama aku memikirkan semuanya, aku ingin hidup mandiri. Setelah pernikahan Harry. Mungkin aku akan pergi keluar kota maupun luar negeri. Merinti karir dari bawah hingga nantinya aku bisa sukses. Selain alasan itu, aku juga ingin melupakan Harry.

Jika aku tetap berada ditempat yang sama yang dipijaki Harry. Aku akan terus mengingatnya dan sulit untuk melupakan Harry yang telah memiliki pendamping hidup.

Aku juga sudah mengatakannya pada Liam alasanku yang sebenarnya. Hingga dia bisa memakluminya. Tak heran jika Liam tidak marah sama sekali. Dia memang orang yang sangat baik. Terlalu baik bagi gadis munafik seperti diriku.

Liam sempat menawarkan bantuan kepadaku. Ada salah satu temannya yang berada di Los Angeles. Dan mungkin aku akan kesana, ikut bekerja dengan teman Liam setelah aku membicarakan semua ini kepada keluargaku. Aku juga harus mengatakannya dulu kepada Nessa, dia satu-satunya temanku yang berharga yang akan ku beritahu saat nantinya aku akan pergi.

--

"Terima kasih, sudah mengantarku pulang." Gumamku pelan.

Liam tersenyum kepadaku, "Masuklah." Mencium dahiku sejenak dan kembali menatapku dengan lembut. Aku rasa tak ada lelaki lain sebaik Liam di dunia ini.

"Kau orang yang baik Li. Aku percaya, suatu saat kau akan mendapatkan gadis yang lebih baik." Ucapku penuh hati. Liam kembali tersenyum. "Ya, tentu saja Abigail Hudgens."

Kemudian, aku masuk kedalam rumah. Melambaikan tanganku sebelum aku menutup pintu rumahku. Suasana sudah sepi mengingat jam menunjukkan pukul 1 pagi.

Ku langkahkan kakiku ke dapur. Hendak mengambil minuman karna aku merasa sangat kehausan. Dan pada saat aku hendak meminum air mineralku. Aku merasa ada sesuatu yang aneh pada diriku.

Perutku terasa begitu sakit. Kepalaku terasa begitu berat dan pusing, sampai aku harus berusaha mencari pegangan untuk membuat tubuhku tetap berdiri. Tapi itu terlalu sulit. Semakin aku mencoba menahan diriku dalam keadaan sadar. Kepalaku semakin terasa pusing dan menyakitkan. Berdenyut-denyut hingga membuat penglihatanku terasa begitu kabur. Gelas yang sejak tadi aku pegang pun terjatuh ke lantai. Menimbulkan suara nyaring yang begitu memekikkan telinga.

Sampai pada akhirnya aku jatuh tersungkur diatas lantai.


***

To be continued. Vomment ya guyss:)

JUST, LOVE ME (H.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang