"Ini," Nessa memberikan segelas jus lagi kepadaku setelah dia memesan langsung dari meja pesan. Tempat minum favorite kami,pemilik tempat inipun adalah teman dari Louis kakak Nessa yang sudah pasti sangat kami kenal.
"Terima kasih," Aku meraih segelas jus yang diberikan Nessa.
Meminumnya sebelum aku kembali meletakkan gelasku diatas meja. Kembali berkutat pada ponsel milikku yang tidak ada satupun pesan ataupun panggilan yang masuk.
Sepertinya, Harry benar-benar serius dengan ucapannya. Dan lagi, sepertinya dia tidak mengatakan apapun mengenai pengunduran diriku.
"Ada kabar bagus untukmu, tadi kau bilang kau butuh pekerjaan baru, kan?" Aku menganggukan kepalaku. Masih sibuk dengan ponselku. "Tadi, Liam bilang jika dia membutuhkan satu pegawai disini. Kau mau?"
"Ya boleh juga." Ucapku pendek setengah sadar. Terlalu sibuk dengan ponselku. Aku sampai tidak sadar dengan apa yang Nessa ucapkan. "Apa?! Kau serius?" Aku berteriak keras. Merasa cukup waras untuk kembali mencerna ucapan dari sahabatku, Nessa.
Untung saja, kami berada dilantai atas yang tidak ada orang. Jika ada, mungkin aku sudah menjadi bahan tontonan seperti tadi malam.
Bisa ku dengar Nessa mendesah melihat sikapku yang terlalu over.
"Iya, lalu bagaimana. Kau mau atau tidak?" Tanyanya lagi dengan tenang. "Liam ada dibawah, ya?" Bukannya menjawab. Aku justru memberikan pertanyaan balik kepada Nessa. Jangan salah paham kalau aku hanya memanggilnya dengan Liam saja. Aku sudah telalu biasa dengan namanya karna kami juga lumayan akrab.
Nessa mengangguk kepadaku. "Soal itu, aku akan membicarakannya nanti dengan Liam."
"Lalu bagaimana dengan Harry, orang tuamu, dan orang tuanya. Apa yang akan kau jelaskan pada mereka?" Benar juga. Apa yang harus ku jelaskan pada mereka ya, tidak mungkin aku mengatakan alasannya jika aku sebal dengan sikap Harry yang dingin kepadaku. Bisa-bisa aku mengecewakan uncle dan aunty yang sudah baik kepadaku.
"Eng. . . Aku tidak tahu. Itu masalah nanti jika mereka sudah tahu aku mengundurkan diri. Untuk hal sekarang, yang aku fokuskan adalah mencari pekerjaan dan menyingkir dari hadapan Harry." Aku menundukkan kepalaku.
Mulai sekarang, aku akan jarang bertemu dengan Harry. Semoga saja, aku bisa melakukannya. Tidak mendapatkan penyakit rindu yang tiba-tiba menyerangku setiap hari. Tidak untuk ke dua kalinya aku jatuh pada lubang yang sama. Aku akan bertekad untuk melupakan Harry. Mencari lelaki yang baik, yang menyukaiku.
***
Aku keluar dari ruangan Liam dengan wajah tersenyum. Kami baru saja berbincang mengenai pekerjaan yang dia tawarkan untukku. Meskipun gajinya tidaklah besar, tapi Liam menjanjikan hal yang mengasyikkan selama aku bekerja disini. Aku jadi tidak sabar menunggu hari dimana aku akan bekerja disini. Membuat lembaran baru tanpa adanya Harry didalam ceritaku.
Apa aku bisa hidup tanpa Harry?
Jika memikirkannya, rasanya hatiku terasa sakit. Membayangkan dia akan mencintai seorang wanita, menjadikannya kekasih, dan pada akhirnya mereka akan menikah. Dan aku akan hidup sendirian. Menanggung rasa suka yang sepihak, yang tidak akan pernah Harry ketahui.
"Bagaimana?" Aku tersadar akan lamunanku, saat Nessa menepuk pundakku. Menanyakan bagaimana perbincanganku tadi dengan Liam mengenai pekerjaan.
Aku tersenyum kecut, bisa ku lihat raut wajah Nessa berubah khawatir saat aku mulai mendekatinya Hendak memeluknya dengan air mata yang hampir terjatuh, "Tidak apa-apa. kita bisa cari pekerjaan yang lainnya," ungkapnya lembut seolah mencoba menenangkan hatiku yang sedang kacau.
"Apa maksudmu? Aku diterima, kok." Ucapku penuh dengan cengiran. Nessa mengerutkan keningnya, "Aku diterima!!" Ucapku girang.
Kami berdua pun seperti orang bodoh yang berteriak girang sambil berjingkrak-jingkrak didepan pintu Caffe milik Liam.
Aku menundukkan kepalaku. "Ma-maaf," Menarik tangan Nessa untuk minggir saat ku lihat ada sepasang kekasih yang ingin masuk kedalam Caffe. Mataku sempat melihat sosok Liam yang berdiri jauh didalam Caffe. Memperhatikan diriku dan Nessa yang tertawa girang.
"Terima kasih," Bibirku membentuk ucapan terima kasih kepada Liam, lelaki itu hanya membalasnya dengan senyuman sebelum aku mengajak Nessa pergi dari sana.
Ini belum bisa dikatakan indah sebelum aku memberikan surat pengunduran diriku kepada Harry. Menjelaskan alasan kenapa aku keluar kepada kedua orang tuaku dan juga kedua orang tua Harry.
Yah, ini masih berlanjut. . . dan sampai kapanpun, akan tetap berlanjut.
***
Ah, rasanya menyenangkan. Berbaring diatas ranjang sambil menggunakan Masker with my bestfriend!!. Ini seperti dunia wanita yang begitu sempurna. Menikmati segelas jus tomat menyehatkan sambil mendengarkan musik yang melantun indah di ponsel Nessa.
"Kau sudah menghubungi mommu jika kau menginap disini?" Tanya Nessa kepadaku. Aku hanya meliriknya, sambil bergumam tak jelas. Menikmati setiap lantunan lagu yang begitu asik.
"Perfect." Gumamku lagi, seperti telah terbebas dari kekangan yang menyedihkan. Tak lagi mendengar ocehan Harry yang menyakitkan, tatapannya yang tajam. Dan juga raut wajahnya yang dingin.
No Harry. No Mr. Cold.
Aku mendelik, merasakan ponselku yang berdering. Segera ku ambil ponsel yang tak jauh dari tempatku berbaring.
Mr. Cold? Batinku kesal.
Kenapa juga dia menghubungiku saat ini. Mengganggu orang saja.
"Siapa?" Tanya Nessa.
Aku hanya menjawab jika yang menelfon adalah Mr. cold. Dan aku kemudian mengangkatnya. Hanya diam, tak sekalipun aku berucap sampai aku mendengarkan suara Harry yang begitu dingin. Sama seperti biasanya."Keluar." Tegas dan juga tak memiliki basa-basi sekalipun, dia berucap seperti itu tanpa aku ketahui maksudnya.
Apa itu? Keluar? Yah! Memang benar aku sudah keluar dari perusahaanmu. Lalu mau apa lagi?
Tanpa mengatakan sepatah katapun, aku langsung menutup sambungan telfon. Menaruh ponselku kembali ke tempatnya. Nessa sepertinya ikut kebingungan karna melihatku menutup sambungan telfon sangat cepat. Biasanya aku selalu berdebat dulu setiap kali kami berbicara. Tapi tidak untuk saat ini, aku hanya ingin menikmati masa ketenanganku.
Belum lama aku kembali memejamkan mataku, ponselku kembali berdering, Mr. Cold lagi?
Aku mengangkatnya dengan kesal. "Aupha?" Gumamku tak jelas. Susah payah aku berbicara dengan masker yang menempel diwajahku. Aku tidak mau ambil pusing, jika maskerku rusak hanya gara-gara aku marah-marah melihat Harry yang terus menghubungiku. "Keluar sekarang juga." Bisa ku dengar nada bicara Harry begitu dingin. Menegaskan ucapannya lagi kepadaku. Aku memutar bola mataku bingung, mencoba mencerna ucapan Harry barusan. Tetap saja aku tidak mengerti.
"Aupha makhsuedmo?" Aku kembali berbicara. Melirik Nessa yang sudah beranjak duduk sambil memperhatikanku. Saat dia bertanya ada apa. Aku hanya mengangkat bahuku tidak mengerti.
"Apa kau sedang melucu denganku? Cepat keluar atau, aku yang akan masuk kedalam!"
Oh astaga, sebenarnya apa yang dimaksud oleh Harry. Nada bicaranya begitu kesal saat aku kembali menanyakan apa maksudnya. Jangan salahkan aku jika kata-kataku tidak jelas. Dia kan tidak tahu kalau aku sedang memakai masker dan aku tidak bisa berbicara dengan benar.
Setelah apa yang dikatakan Harry barusan, Harry langsung menutup sambungan telfonnya. Entah apa yang dimaksud Harry. Sepertinya dia benar-benar sedang marah besar kepadaku. Aku segera bangun dari tiduranku. Menaruh ponselku dan menatap Nessa dengan pandangan bingung.
Tak membutuhkan waktu lama sampai sebuah suara pintu terbuka membuat kami menoleh ke pintu kamar Nessa.
**
To be continued!! Keep vomment my lovely readers
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST, LOVE ME (H.S)
FanfictionApa kalian yakin Harry yang mempunyai sikap dingin dan egois itu bisa aku luluhkan? Mencintai pria dingin seperti Harry sangatlah membingungkan Dia teman masa kecilku dan musuhku hingga sekarang aku mencintainya dalam diam apakah aku bisa memilikiny...