IL-34-Remember When [Agatha]

37.6K 2.7K 56
                                    

Saatnya, POVnya Atha. Well silahkan baca jati dirinya Ms. Oones satu ini.


HAPPY READING ^_^

----

IL-34-Remember When [Agatha]

Aku berusaha konsentrasi mengerjakan soal-soal yang diberikan Alden. Tapi bagaimana mau mengerjakannya sampai tuntas?

Alasan pertama yaitu otakku, otak yang sangat tidak terlalu pintar menangkap pelajaran. Benar, kenyataannya seumur hidupku aku mengesampingkan belajar dan apa yang semestinya seorang pelajar lakukan.

Belajar? Huh, apa itu belajar?

Belajar hanya menyia-nyiakan waktuku saja.

"Berhenti na ... natap aku kayak gitu." Alasan kedua ialah tatapan Alden yang seakan menelanjangiku.

"Gimana sih? Ditatap cowok sendiri ga mau, eh?" Alden meledekku.

Tidak kusangka, Alden bisa duduk di sebelahku dan menyebut dirinya sebagai kekasihku.

Rasanya ingin menampar pipiku menggunakan raket nyamuk. Ya Tuhan, ini bukan sekedar bunga tidur, 'kan?

"Bukan gitu. Tatapanmu selalu bikin melting, Alden."

Kedua bola mata yang memancarkan kepedulian, hangat, sekaligus menyejukkan.

Tiba-tiba telunjuknya menurunkan buku tulis yang kugunakan untuk menutupi wajahku. "Kalo begitu tatapanku harus gimana? Ehm... guru killer?"

Dia menirukan ekspresi Pak Sidik, ekspresi beliau jika sedang marah. Guru yang terkenal galak di sekolah kami. Alisnya ditautkan, mata yang dibuat mendelik sembari bersedekap dada.

Bagiku tidak menyeramkan, Alden malah membuatku geli. Aku jadi tertawa menanggapi leluconnya ini.

"JANGAN BERISIK!" bentak Bu Amy lantang.

Aku langsung menghentikan tawaku, menutup mulutku menggunakan buku lagi.

"Maaf, Bu!" kata Alden yang biasa-biasa saja menanggapi amarah Bu Amy.

Dibalik kesempurnaan fisik, otak, dan sikap gentleman-nya. Dia ini bandel!

Semua orang tahu siapa itu Alden. Dia dan Rio sudah jadi bahan perbincangan nomor satu di ruang BK karena kenakalan mereka semenjak masuk SMA. Aku juga, tapi aku diperbincangkan karena otakku yang kelewat bodoh.

Kucubit paha kanannya saking geregetan menyaksikan betapa santainya dia membalas bentakan guru. "Jangan suka begitu!" Aku memperingatinya.

"Nurun sayang, nurun sifat Papahku," timpalnya lebih santai lagi diawali dengan sebuah senyuman.

Aku menggeleng sambil ber-cih.

Kulirik jam tangan yang menunjukkan bahwa jam istirahat tinggal tersisa sepuluh menit lagi. Istirahat... waktu istirahat kami habiskan untuk berduaan di perpustakaan, bukannya berduaan di kantin seperti kebanyakan pasangan.

(Ongoing) Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang