"Roda kehidupan akan terus berputar, karenanya, janganlah melihat ke belakang, lihatlah ke depan. Walaupun, ada sebuah badai di sana."
●○●
Rain membuka matanya. Dia melihat ke sebelahnya dan terdapat Niel. Rain baru sadar, bahwa ia dan Niel baru saja pergi dari Seishunka. Dan sekarang, keduanya berada di Hutan Rostu.
Sejenak, Rain mengingat kembali apa yang terjadi sebelum mereka pergi.
Rain dan Niel hampir setengah jam berdiri di depan pintu keluar Kota Seishunka. Mereka seperti orang gila, mondar-mandir selama setengah jam di sana. Mau apa lagi? Keduanya terpaksa karena Karo menyuruh mereka untuk menunggunya sebelum matahari terbit.
Tapi nyatanya, Karo belum juga datang dan matahari sudah terbit. Pagi sudah menggantikan malam. Matahari bersinar terang.
"Ravan-chan~! Niel-chan~!" Sebuah suara yang mereka kenal mendekat. Rain menoleh dengan tatapan maut. Sedangkan Niel...matanya sudah memancarkan aura membunuh.
"Kakek! Lama sekali, sih! Kami sudah menunggu dari tadi tahu! Kami su--" Tangan kiri Niel terbentang, menyuruh Rain untuk diam. Gadis itu pun mengangguk. Niel langsung mengalihkan pandangannya ke arah Karo.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan, Karo-san? Kalau kau berbelit belit ataupun ternyata tidak penting sama sekali, jangan harap kau bisa makan kue besok." Niel mengancam Karo.
Ya, Niel sudah berada di puncak kesabarannya. Saat dia marah sekali....semua dihadapannya langsung menjadi bubur.
Karo hanya tersenyum. "Ini takkan lama. Nah, kemarikan tangan kalian." Suruh Karo. Rain dan Niel pun mengulurkan tangan mereka kepada Karo.
Pria baruh baya itu merogoh sakunya dan diberikanlah dua buah benda ke kedua petarung yang ada dihadapannya ini. "Ini sedikit bekal untuk kalian."
"Kalung untukku dan gelang untuk Niel?" Tanya Rain. Dia menatap kalung yang memiliki ukiran bulan penuh tersebut. Samar-samar, dia merasakan ukiran bulan itu bercahaya dan memiliki suatu kekuatan.
Niel sama bingungnya dengan Rain. Niel memperhatikan gelang yang memiliki ukiran bulan sabit. Dia sempat berpikir bahwa ukiran di gelangnya dan kalung Rain bisa disatukan, namun dia hanya tertawa kecil. Kemungkinannya kecil, Batinnya.
"Yah, kalian akan tahu nanti. Dan saatnya berangkat! Dah! Hati-hati! Sampaikan salamku untuk Ayahmu ya, Rain!!"
Rain mendengus kesal lalu melirik ke arah kalung yang sedang ia pakai sekarang. "Kau sudah bangun rupanya." Kata Niel pelan. Rain menoleh lalu mengangguk.
"Kita akan berteduh dulu, di luar sana masih hujan." Ucap Niel. "Hm." Rain kembali memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur. Tetapi usahanya gagal karena sebuah teriakan.
"AAA!!! TOLONG AKU!! SIAPA SAJAA!!"
Rain terpenjat. Niel rupanya sudah berlari ke asal suara. "Kenapa gak ngajak-ngajak sih. Dasar besar kepala!" Cibir Rain kesal. Dia-seraya mengambil tas miliknya lalu menggendongnya-pun segera mengikuti Niel dengan sangat cepat. Bahkan sekarang, dia sudah sejajar dengan Niel.
Suara teriakan semakin kencang. Artinya, mereka semakin dekat dengan asal suara. Niel mengeluarkan pedangnya, bersedia untuk menyerang. Mereka menembus semak belukar dan menemukan seorang anak kecil yang siap diterkam Monster Flërt.
"Rain! Bawa anak itu!!" Perintah Niel. Niel langsung menyerah monster tersebut. Sesuai dengan perintah Niel, Rain berlari ke arah anak kecil itu dan membawanya ke tempat yang aman. "Tunggu sebentar ya." Bisik Rain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marcloirsa
FantasyGerbang Clair. Menurut legenda, jika kau memasuki gerbang ini, maka kau akan berada di suatu tempat legendaris yang menyimpan sesuatu yang dapat mengabulkan permohonanmu. Tapi sesuatu yang tidak terduga terkuak. Gerbang Clair adalah gerbang palsu. M...