Chapter 5 : "The Forest of Weather"

350 43 0
                                    


Mereka kini berada di kota kecil bernama Wiaqniesu Town. Seharusnya mereka berdua senang karena bisa keluar dari Hutan Rostu dengan selamat. Itu seharusnya.

Wajah keduanya tampak sangat masam. Tidak ada yang berbicara dengan satu sama lain-yah, mungkin hanya ketika melawan monster dan saat waktu yang penting saja-sejak hari itu. Hari dimana seorang Rain menangis.

Diam-diam, Niel mencuri pandangan kepada Rain yang berjalan di depannya. Raut wajah gadis itu tampaklah terpuruk dan kelam. Tatapan matanya kosong. Dia seperti mengingat lagi sesuatu yang sangat tidak ingin dia ingat. Dan semua itu salahnya. Salah Niel.

Niel menghela nafas pelan. Dia cukup merasa bersalah karena bertanya tentang hal itu. Walau jika dipikir lagi, tidak sepenuhnya itu salah Niel. Rain juga bersalah karena dia tidak pernah menceritakan tentang dirinya ataupun keluarganya.

Tapi mau apalagi? Penyebab utamanya, ya, pertanyaannya Niel. Karena pertanyaan sepele-bagi Niel-itu, hubungan mereka menjadi kaku dan canggung. Seperti ada tembok disekeliling mereka.

Niel sudah tidak tahan. Entah mengapa, tapi dia sudah tidak tahan untuk tidak berbicara dengan Rain. "Rain," panggilnya. Rain terdiam, namun segera membalikan badan. "Lebih baik kita berpencar dulu. Mumpung kita berada di kota-dan itu adalah kesempatan langka. Aku akan membeli makanan untuk bekal nanti dan mencari informasi." Jelas Niel.

Rain menatap Niel lalu mengangguk. Ya, hanya mengangguk, tanpa berbicara. Niel hanya tersenyum kecut. "Kita akan bertemu lagi di sini." Setelah mengucapkan itu, Niel melangkah pergi.

Rain menatap punggung Niel yang mulai tak terlihat. Rain pun duduk di pinggiran kolam air mancur-yang berada di belakangnya. Gadis itu menunduk, meratapi sikapnya kepada Niel.

Semenjak hari itu, Rain tidak bisa menatap mata Niel. Dia juga menjadi susah berbicara kepadanya. Bukan. Bukannya susah, melainkan berat. Sangat berat untuk Rain melihat Niel.

Setiap kali Rain berbicara atau melihat Niel, pasti perasaan itu akan muncul lagi. Perasaan sedih karena teringat akan pertanyaan Niel kepadanya. Pertanyaan yang membuat Rain mengingat dia. Dia yang sangat Rain sayangi. Dia yang kini tak ada di dunia ini. Yang menghilang dari kehidupan Rain.

Rain menghela nafas. Dia tahu, dia tidak boleh begini terus. Niel adalah partnernya, dan dia adalah partner Niel. Rasanya sangat tidak enak untuk menjaga jarak darinya, seperti hari lalu dan sekarang. Tapi hatinya masih tidak siap. Lagi, Rain menghela nafas pasrah.

"Maaf Niel. Sedikit lagi. Berikan aku waktu sedikit lagi." Gumamnya pelan. Dalam hati, Rain berharap kalau Niel mendengar gumamannya itu.

●○●

Niel tampak tidak fokus hari ini. Dia tidak seperti dirinya. Dulu, Niel sangatlah irit dengan pengeluarannya. Dia sangat memperhatikan setiap langkah yang akan diambilnya. Dia sangat memperhitungkan pengeluarannya. Dia sangat menghargai tabungannya. Sampai sekarang pun, dia masih bersikap begitu.

Tetapi berbeda dengan hari ini. Niel menghabiskan sekitar 1/3 dari tabungannya untuk membeli dua kantung apel merah. Dua kantung apel merah! Dua kantung! Apel cepat sekali membusuk dan tentu, Niel mengetahuinya. Tapi dia malah membeli dua kantung apel untuk bekalnya nanti. Setelah menyadari hal ini, Niel menghela nafas. Dia meratapi kesalahan yang telah diperbuat.

Dia pun memperhatikan sekitar. Ah, makanan kaleng dan beberapa makanan tahan lama lainnya. "Kurasa aku akan membelinya." Kata Niel kepada dirinya sendiri. Sejenak, Niel berpikir. Tapi bagaimana dengan dua kantung apel ini? Batinnya.

Niel kembali melihat ke kiri dan kanan. Seketika, Niel mendapat ide. Ide yang lumayan menguntungkan.

Dia mendapati seorang kakek tua beserta anak kecil di sebelahnya yang mengemis. Mereka tampak sangat kelaparan. Muka sang kakek tidak terlalu kelihatan karena tertutup oleh topi. Sedangkan anak kecil di sebelahnya sangat memprihatinkan. Tangan kurusnya memegang perut. Dia kelaparan.

MarcloirsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang