Chapter 8 : "Waterfall"

288 35 0
                                    

"Kau tahu, aku lebih menyayangi keluargaku daripada diriku sendiri."

●○●

Rain terbangun. Dia mengusap batang hidungnya karena sesuatu berhasil membuatnya gatal. Tampak sebuah gumpalan bulu putih menimpa dadanya. Mata bulat pun muncul seketika.

"Wuah!" Pekik Rain, dia terduduk, sehingga gumpalan bulu putih itu terhempas ke dinding.

"Fhuu!!"

Mendengar suara imut itu, Rain sepenuhnya terbangun. Dia terkejut melihat gumpalan bulu putih itu. Haafu, magical item miliknya menabrak dinding.

"Aaa!! Haafu! Maaf!" Pekik Rain yang langsung melompat untuk memeluk Haafu.

"Ada apa, Rain?" Tanya Niel yang juga ikut terbangun. Dia mengusap kedua matanya. Dia terlihat sangat lelah karena pertandingan kemarin.

Gadis itu menengok. "Haafu kuhempaskan. Tapi itu tidak sengaja." Jawab Rain. Dia bangkit disertai Haafu yang terbang di atasnya. Mungkin Niel masih mengantuk sehingga dia hanya mengangguk kemudian berbaring kembali.

Rain menghela nafas. Tanganhya menggapai gorden lalu menyibaknya. Cahaya matahari pun melewati jendela. Pertanda bahwa sekarang sudah pagi menjelang siang.

Ya, mereka masih berada di Kota Vanity. Awalnya, mereka berencana untuk pergi semalam namun karena kelelahan, keduanya pun menginap lagi.

Rain bergeming di tempat. Memori tentang pertandingan kemarin masih terbayang-bayang dibenaknya. Bagaimana dia bertarung dengan Trump Card, melihat Niel yang bertarung mati-matian, dan bagaimana Haafu berada ditangannya. Tentu juga memori tentang Niel yang tidak disukai Haafu.

Semua masih terlihat jelas. Sangat jelas.

Bibirnya mengembang. Dia tersenyum, tanpa mengetahui sebabnya.

"Wuah, ngantuk..." Sahut Niel. Lelaki itu merenggangkan badannya. Badannya yang semula terasa remuk kini kembali bersatu. Staminanya juga sudah cukup terkumpul.

"Jarang sekali kau mengeluh seperti ini. Biasanya aku yang malas dan kau yang semangat." Cibir Rain, membuat Niel tersentak. Dia memalingkan wajahnya. "Hari ini pengecualian. Aku sangat lelah, kau tahu itu."

Rain tertawa kecil. "Yah, sebenarnya aku juga malas, sih. Tapi kalau bukan karena kita tidak tahu arah jalan, hal ini tak akan terjadi." Secara tidak langsung, perkataan Rain membuat Niel tersindir.

"Ukh."

"Ah, Niel! Rain!" Sebuah suara memanggil nama mereka. Otomatis, keduanya menoleh. Dan rupanya, orang yang memanggil mereka adalah Mouise dan Louise.

Mouise sudah melambaikan tangannya kepada Rain serta Niel. Itu juga sebenarnya sebuah kode agar mereka mendekatinya.

Kodenya sukses tersampaikan. Rain dan Niel--beserta Haafu--mendekati Mouise dan Louise. Pasangan kakak-adik berambut hijau itu tersenyum lebar.

"Ada apa, Mouise? Sejak kemarin kau selalu memanggil kami." Ucap Niel. Memang benar, sejak pertandingan selesai, Mouise dan Louise menjadi teman dekat Rain dan Niel. Bukan hanya kakak-adik itu saja, tapi seluruh lawan mereka dipertandingan pada akhirnya menjadi kawan mereka.

"Kudengar kau ingin pergi ke Gerbang Marcloirsa, benarkah?" Tanya Mouise, tanpa menjawab pertanyaan Niel. Lelaki itu berdecih. Rain meliriknya tajam lalu beralih kepada Mouise dan Louise.

"Ya. Rasanya berita itu cepat tersebar. Kami memang ingin pergi ke sana, tapi sayangnya kami tak tahu jalan." Rain menjawab Mouise.

"Seperti yang kakak duga. Kalian pasti tidak tahu jalan." Kata Louise. Dia menatap Rain dan Niel bergantian, lalu matanya bertahan di Haafu.

MarcloirsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang