Niel yang semula sudah menghela napas lega kini tercekat. Di belakang tubuh Rain yang tengah berjalan terpatah-patah ke arahnya, terdapat sosok hitam penuh aura jahat di sana.
Siluet pedang terangkat terlihat.
Niel membulatkan matanya. Memaksakan suara yang tersangkut di tenggorokkannya untuk keluar.
"RAIN!"
Di saat Niel akan menghampirinya dengan kecepatannya, di saat Rain--yang entah mengapa--berusaha melirik ke belakangnya, dan semua itu terlambat.
Baru kali ini, Niel, seorang petarung dengan kecepatannya, dikalahkan begitu saja.
Niel semakin membeku di tempat begitu melihat cairan kental merah itu mencuat keluar. Cairan itu mengeluarkan bau amis--bau besi. Darah segar.
Sebilah pedang menancap tubuh Rain. Membuat gadis itu tak berdaya. Dan ia yakin kalau itu bukan pedang biasa, sebab dirinya sama sekali tidak bisa mengeluarkan tenaga dan kekuatannya yang tersisa sedikit menurun drastis, sangat cepat.
Perlahan, Rain melirik ke belakangnya.
Eilsen tengah berdiri di sana dengan tangan yang memegang gagang pedang tersebut. Terlukis senyuman culas di wajahnya itu.
"Halo."
"Eil ... sen," lirih Rain. Dia terbatuk darah. Kesadarannya nyaris menghilang ketika pedang Eilsen ditarik dari tubuhnya. Eilsen melompat jauh ke belakang. Keseimbangan diri Rain hilang seratus persen. Matanya memberat. Darah membasahi pakaiannya. Mulutnya juga mengeluarkan banyak darah.
Sebelum tubuh Rain menyentuh permukaan tanah, Nielsen segera bergerak cepat untuk menopang tubuh gadis itu.
Alhasil, Niel menggendong Rain yang terkulai tak berdaya.
"N ... i ... el," panggil Rain susah payah.
Niel menggeleng kuat. "Jangan katakan apapun lagi, aku mohon! Kalau tidak, kau pasti takkan bertahan lama!" Suara baritonnya terdengar bergetar.
Dengan penuh perjuangan, tangan Rain berusaha menyentuh pipi Niel. Pemuda itu terkejut. Ia mengangkat kepalanya, menatap Rain lurus.
Gadis itu tersenyum. Entah kenapa, ia ingin tersenyum kepada Niel.
Tersentuh akan senyuman hangat itu, Niel menggigit bibir bawahnya. Keningnya menyentuh kening milik Rain. Mata gadis itu terpejam.
"Kenapa kau senyum, bodoh? Aku padahal tidak berhasil menolongmu."
Niel menidurkan Rain pelan. Dia membuat sebuah pelindung dari angin yang menutupi tubuh gadis itu. Pilihan Niel memang tepat karena sebentar lagi akan terjadi pertarungan besar antara dirinya dengan kakaknya, Eilsen.
Niel mengambil pedangnya lagi. Aura membunuh keluar dari tubuhnya. Kalau semakin diperhatikan, Niel sekarang benar-benar marah.
Di sebrang sana, Eilsen tersenyum sinis. Kakinya melangkah ke depan.
Kemudian, jarak kakak beradik itu menjadi tidak terlalu jauh.
"Kenapa kau kemari?"
"Hem ... aku mungkin kangen dengan adikku. Padahal aku sudah sampai di depan gerbang dan mendadak ingat dirimu, Niel. Harusnya kau senang, dong. Aku 'kan tidak jadi masuk ke dalam, lho."
Niel menggeram. "NIATMU INGIN MEMBUNUH RAIN 'KAN?! JANGAN BERLAGAK BODOH!"
Angin kencang menerpa Eilsen. Dedaunan bergerak, tak sedikit yang terjatuh dari ranting.
Niel mengacungkan pedangnya ke hadapan Eilsen. Tatapannya tajam, setajam elang.
"Kau akan kubunuh saat ini juga, Eilsen."

KAMU SEDANG MEMBACA
Marcloirsa
FantasyGerbang Clair. Menurut legenda, jika kau memasuki gerbang ini, maka kau akan berada di suatu tempat legendaris yang menyimpan sesuatu yang dapat mengabulkan permohonanmu. Tapi sesuatu yang tidak terduga terkuak. Gerbang Clair adalah gerbang palsu. M...