Chapter 23 : "Map and Trap"

188 14 2
                                    

Mereka berlima--Rain, Niel, Reus, Sera, dan Haafu--pun berjalan ke tempat api unggun yang mereka buat barusan.

Setelah mendengar cerita masa lalu Niel, alasan Niel bertarung, keinginan Niel, dan melihat tangisan harunya, semuanya pun memilih untuk kembali melanjutkan tidur, agar dapat menenangkan pikiran.

Api yang semula berkobar kini telah meredup. Angin malam berhembus kencang.

Rain sendiri sudah bersiap-siap untuk membaringkan tubuh. Dia melirik ke arah Haafu dan Sera yang sudah berada di alam bawah sadar. Mungkin keduanya masih sangag mengantuk sehingga bisa tertidur dalam waktu kurang dari 5 menit.

"Selamat tidur, Rain," kata Reus, sedikit mengagetkan Rain. Gadis itu segera menoleh dan tersenyum tipis.

"Selamat tidur juga, Reus," jawabnya.

Reus pun berbaring dan memejamkan matanya. Namun gadis itu masih terduduk. Dia memerhatikan seseorang yang sedang mengeluarkan alas tidurnya.

Aku tidak pernah menyangka kalau Niel ternyata mirip sepertiku, batin Rain.

Tidak bisa dipungkiri, Rain dan Niel begitu mirip. Tapi mereka juga begitu berbeda. Entah apa rencana-Nya yang telah mempersatukan mereka melewati suatu benang yang bernama "takdir".

Niel menengok, merasa diperhatikan.

"Ada apa?" tanya Niel begitu matanya beradu dengan mata Rain.

Bingung ingin menjawab apa, Rain pun asal bertanya. "Kau tidak akan pergi lagi, 'kan?"

Niel, yang mendengar pertanyaan Rain, tertawa kecil. Kepalanya pun bergerak ke kiri dan kanan. Menggeleng. "Tenang saja. Kali ini, aku beneran mau tidur, kok."

Memang itu sebuah pertanyaan yang asal, tapi sebenarnya dalam hati Rain, ia merasa lega. "Syukurlah."

Niel terkekeh. Dia berbaring dan segera memejamkan mata.

"Selamat tidur."

Rain tersenyum. Ia pun ikut membaringkan badan seraya mengatakan, "Selamat tidur".

Kemudian, matanya terpejam.

●○●

Sinar mentari yang menyelinap dari ribuan daun itu membuat Rain terbangun. Dia masih setengah sadar. Tidur sebentar lagi, deh, batinnya.

Ia memejamkan matanya lagi dan berusaha untuk kembali tidur. Sayangnya, percikan-percikan air itu tidak membiarkannya menjalankan usahanya.

"Bangun, para pemalas! Ini sudah agak siang!"

Tidak terima diejek pemalas--walau faktanya memang begitu-- , Rain segera terduduk. Matanya terbuka.

"Jangan panggil aku pemalas, dasar anak kelewat rajin!" serunya.

Orang yang menyipratkan air kepada Rain itu nyengir. Siapa lagi kalau itu bukan Niel? Petarung lelaki yang mungkin paling rajin sejagat raya bersama Reus--itu menurut Rain.

"Bukannya bagus kalau rajin. Ya 'kan, Reus?" Niel mencari teman sependapat. Ekor matanya melirik seseorang yang sepertinya juga sedang membangunkan dua orang lainnya.

Reus mengacungkan jempolnya. Niel kembali beralih kepada Rain dengan cengiran lebar.

Rain merasa agak jengkel, sih, tapi begitu dia mengingat semua yang terjadi terhadap Niel semalam, dia hanya bisa terdiam. Diam-diam ia bersyukur Niel sudah sepenuhnya kembali bersama mereka.

MarcloirsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang