Gwen's POV
"Karena dia yang tahu kalau aku diculik. Entah bagaimana caranya," ucap Greyson sambil melipat kedua tangannya dan menyandarkan pinggangnya di pembatas rooftop.
Kini semua menatapku heran. Tatapan mereka seperti ingin membunuhku.
"Ada apa ini?"
Aku dan yang lain spontan menoleh ke sumber suara. Ternyata itu Alana, Esther dan juga Kaylie. Oke sekarang semua orang—kecuali Jason—yang paling sering membuliku berkumpul di sini.
Esther menoleh ke arah Greyson. "Greyson? Bagaimana k—"
Greyson mengangkat tangannya seakan menyuruhnya diam. "Tanyakan pada dia," ucapnya sambil menunjukku. "Kurasa dia tahu segalanya."
Aku harus bagaimana sekarang? Apa jika aku menceritakannya, mereka akan percaya?
"Baik. Tapi, jika aku bercerita. Apa kalian akan memercayainya? Karena sejauh ini, apa pun yang ku ucapkan tidak pernah kalian percaya," ucapku sambil memandangi wajah mereka satu-persatu.
"Ceritakan saja Gwen." Kaylie membalas omonganku.
Aku menghela nafas lalu duduk di kursi beton yang ada disepanjang dinding pembatas rooftop ini, sedangkan mereka tetap berdiri di depanku. Tapi tidak dengan Greyson, dia tetap pada tempatnya.
Aku mulai menceritakan kejadian dihari itu. Dimana aku mendengar suara seseorang meminta tolong. Sampai saat aku berada di kelas pun, suara itu samar-samar masih terdengar.
Hingga saat Mrs. Blake memasuki kelas dan menanyakan apakah Greyson masuk sekolah atau tidak, karena orang tuanya mengatakan jika Greyson tidak pulang sejak kemarin sore.
Setelah itu, aku pun menceritakan bagian cerita yang ku percaya, mereka tak akan mempercayainya.
Aku melakukan astral projection untuk mencari Greyson. Hingga aku sampai di gedung tua itu, tempat Greyson disekap. Dan entah bagaimana pula, aku sadar dan kembali pada dimensiku yang nyata ini.
Kemudian aku meminta tolong pada Jason untuk membantuku mencari Greyson. Entah kenapa aku meminta pertolongannya. Mungkin aku merasa, karena ia yang lebih dekat denganku.
"K-kau tidak bercandakan?" tanya Asa sambil melebarkan matanya hingga warna biru itu nampak sekali.
"Tentu tidak," balasku kesal.
"Jadi ... apakah kau ini seorang Indigo?" tanya Alana ragu.
Aku hanya mengangguk walaupun sebenarnya aku pun masih ragu. Dan seketika, semuanya menarik nafas bersamaan. Aku sempat khawatir kalau mereka nanti akan jatuh pingsan.
Memang sebenarnya masih banyak orang di luar sana yang memiliki kemampuan sama sepertiku, mereka juga Indigo. Sebagian orang awam menilai kami adalah seorang yang spesial karena memiliki kemampuan yang tidak dimiliki orang normal, tapi sebagian lagi menganggap kami adalah orang yang aneh dan tidak waras karena kemampuan kami yang terlihat aneh dimata mereka.
Perlu kalian ketahui. Menjadi seorang Indigo tidaklah mudah dan menyenangkan. Kami seakan-akan dituntut harus kuat mental menghadapi cercaan dan bullying dari mereka. Kami para Indigo tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk terlahir berbeda, semua ini sudah takdir. Jadi, terima saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
INDIGO
FanfictionBerkisah tentang seorang gadis Indigo bernama Gwen Morris. Selama hidupnya, ia selalu diteror oleh sosok bayangan hitam misterius yang selalu muncul di sudut kamarnya. Karena hal itulah, ia dan kedua orang tuanya harus berpindah-pindah kota agar men...