Chapter 26 : Alana (part 2)

162 21 2
                                        

Aku diam beberapa saat. Tatapan matanya menghipnotis, membuatku merasa iba. Membuatku merasa harus menolongnya.

"Jadi, kau ingin menolongku?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk. "Ya," jawabku.

Ia tersenyum lalu mengulurkan tangannya padaku. Aku menatap telapak tangannya beberapa detik, putih pucat. Lalu kembali kutatap wajahnya, ia masih tersenyum.

"Ayo, tolong aku," pintanya lagi.

Aku pun meraih uluran tanggannya. Dingin. Seketika, aku terdorong ke belakang. Aku terjatuh, dadaku sakit. Aku lekas berdiri mencari wanita tadi. Tapi, dia menghilang.

 Tapi, dia menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tok! tok! tok!

Suara ketukan pintu mengejutkanku, membuatku terbangun dari tidur. Aku mengedipkan mata beberapa kali, melihat ke sekeliling ruangan. Dan merasa lega setelah aku sadar ini adalah kamarku.

Aku mengatur napas. Dadaku terasa sakit dan napasku terasa sesak. Mimpi tadi terasa begitu nyata.

Tok! tok! tok!

Ketukan pintu berbunyi lagi.

"Alana, kau sudah bangun?" tanya Ibu dari luar kamar.

"Iya Bu, aku sudah bangun," jawabku.

"Segeralah mandi dan makan malam sayang," ucap Ibu.

"Baik Bu," ucapku.

Setelah itu, samar-samar kudengar Ibu berjalan menuruni tangga.

Aku beranjak dari tempat tidur. Berjalan menuju kamar mandi.

"Alana ..."

Aku mengernyit, mataku ikut terpejam. Kepalaku tiba-tiba pusing.

Aku berjalan lagi.

"Alana ..."

Suara seseorang memanggilku, sudah yang kedua kali. Aku melihat ke seisi kamarku, aku tidak melihat apa-apa.

"Aku ada di dalam jiwamu, Alana."

"Suara siapa? Jangan menggangguku!"

"Kau bilang akan menolongku, kau lupa?"

Suara itu samar-samar terus terdengar, mengusik pikiranku. Kepalaku sakit, serasa akan pecah. Setelahnya, pandanganku gelap.

Aku membuka mataku perlahan, cahaya lampunya menyilaukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku membuka mataku perlahan, cahaya lampunya menyilaukan. Pandangaku berangsur-angsur semakin jelas, ada Ibu dan Ayahku di samping serta dokter pribadi keluargaku.

"Alana, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Ibuku, tatapannya cemas.

"Masih sedikit pusing, Bu," jawabku.

"Nona Alana hanya perlu istirahat yang cukup, tekanan darahnya cukup rendah. Saya sarankan besok tidak usah sekolah dulu, saya akan buatkan surat sakit," ucap dokter.

Setelah selesai membuat surat sakit untukku, ia memberikannya pada Ibu. Ayah menyuruhku untuk beristirahat lalu mereka pergi meninggalkanku sendirian di kamar.

Pintu kamar tertutup setelah mereka keluar. Aku menatap langit-langit kamarku, warna putih bersih.

Semakin lama kutatap, semakin aneh pula pandanganku. Mataku membulat saat ku lihat wajah terukir di langit-langitnya, wanita dalam mimpiku tadi siang. Ia tersenyum, lalu darah keluar menetes dari celah bibirnya.

Aku lekas menarik selimut menutupi wajahku tepat sebelum tetesan darah itu menetes di wajahku. Aku ketakutan, tapi tidak bisa teriak.

Perlahan kubuka selimut setelah ku rasa tidak ada tetesan darah yang menetes pada selimutku. Perempuan itu sudah tidak ada.

Aku langsung meraih handphone-ku lalu menelepon Gwen. Ada yang tidak beres padaku hari ini.

Telfon terhubung.

"Ada apa Al?" tanya Gwen.

"Gwen aku takut."

"Takut? Ada apa? Ayo cerita."

"Aku dihantui. Seorang perempuan, ada darah keluar dari mulutnya. Dia ada di langit-langit kamarku tadi."

Gwen diam.

"Gwen? Kau dengar aku kan?" tanyaku panik.

"Iya Al, aku dengar. Tenangkan dirimu dulu Al. Malam ini kau tidurlah dengan orang tuamu dulu ya," jawab Gwen.

Aku mengangguk cepat. "Baik Gwen, terimakasih. Aku akan ke kamar orang tuaku, sampai jumpa."

"Sampai jumpa."

Tut.

Aku pun lekas pergi ke luar kamar menuju kamar orangtuaku. Aku ketuk pintunya dengan tergesa-gesa, mereka membuka pintu.

Saat kulihat orang tuaku, aku langsung memeluk mereka. Aku juga langsung menangis, aku gemetar, ketakutan.

"Ada apa sayang?" tanya Ayahku sambil membelai rambutku.

Aku mengangkat wajahku menatap Ayah dan Ibuku bergantian. "Aku ingin tidur di sini, boleh? Aku takut."

Ayah dan Ibuku terlihat bingung, namun mereka pun mengiyakan.

Aku tidur di tengah-tengah Ayah dan Ibuku, aku memeluk Ibuku.

"Ada apa Alana? Ingin cerita?" tanya Ibuku sambil membelai rambutku.

Aku diam sebentar. Aku ingin bercerita, tapi kenapa rasanya sulit sekali untuk merangkai kalimat?

"Aku takut Bu," jawabku masih sambil memeluk Ibuku.

"Takut apa?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng, tidak bisa bicara. Aku bingung ingin menceritakannya darimana.

"Hahaha,"

Aku menatap Ibuku. "Ibu kenapa tertawa?" tanyaku heran.

"Ibu tidak tertawa," jawabnya.

Mataku membulat. Perempuan itu, ada di belakang Ibuku.

Halo temen-temen! Apa kabar? Maaf ya baru bisa update setelah 1 tahun, maaf juga chapter ini pendek :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo temen-temen! Apa kabar? Maaf ya baru bisa update setelah 1 tahun, maaf juga chapter ini pendek :(

Aku lagi sibuk ngurus skripsi :') ternyata pusing gaes dan menyita waktu. Ditambah jadwal kuliah juga padat. Jadi kalo ada waktu libur aku lebih memilih untuk tidur atau liburan karena waktuku kebanyakan udah diambil sama skripsi dan tugas :')

Aku harap kalian suka dan masih setia nungguin INDIGO ya. Jangan lupa vomment(s) biar aku semangat ngelanjutinnya. Makasih.

INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang