Chapter 14 : Enough!

1.1K 160 6
                                        

Gwen's POV

"Entahlah. Aku bingung."

Mereka semua hanya mendengus pasrah.

"Alana, Gwen! Aku mencarimu tadi di kelas!"

Semua yang ada di meja kantin menoleh ke sumber suara, termasuk aku.

"Esther?" panggil Alana. "Tumben kau baru saja ke kantin."

Esther mendengus lalu menarik kursi untuk duduk di sampingku.

"Aku disuruh penjaga perpustakaan untuk membantunya menyusun buku-buku baru."

Setelah mendengar kata 'perpustakaan' aku langsung teringat dengan buku INDIGO yang ku pinjam dan belumku kembalikan sampai sekarang.

"Ah! Untung kau mengingatkanku Esther. Aku belum mengembalikan buku perpustakaan yang ku pinjam. Sudah hampir dua minggu," ucapku.

"Ugh! Kau pasti akan kena marah penjaga perpustakaan," ucap Esther.

"Memangnya siapa penjaga perpustakaan hari ini?" tanya Alana.

Esther memutar bola matanya. "Mr. Lynch. Kau bisa kena kayu rotan yang selalu ia bawa itu. Apalagi tubuh gendutnya dan kepalanya yang botak itu, ugh membuatku—"

"Aku meminjam buku ini memang dua minggu, jadi tak akan kena marah," selaku sambil tersenyum.

Terdengar Jason, Asa dan Logan tertawa kecil. Sedangkan Greyson masih sibuk dengan makan siangnya sambil sesekali memainkan ponselnya.

"Kalau begitu, aku ke perpustakaan sekarang ya." Aku bangkit dari dudukku.

Aku berjalan sambil merogoh tasku untuk mengambil buku tebal bersampul warna nila dengan judul INDIGO di depannya. Memeluk buku itu di depan dadaku.

Sebanarnya aku belum selesai membacanya, tapi mungkin lain waktu akan kupinjam lagi.

Aku berbelok ke koridor sebelah kiri. Dan sedetik kemudian langkahku terhenti bertepatan dengan napasku yang tiba-tiba tercekat dan mataku yang terbelalak karena kaget.

Koridor ini tak terlihat seperti koridor biasanya untuk menuju perpustakaan. Sepanjang tembok kanan dan kirinya terkelupas dan terlihat sangat usang, serta loker besi yang juga sudah terlihat berkarat.

Pandanganku seketika berubah menjadi efek sepia cokelat seperti saat aku di kelas tadi, disusul suara langkah kaki yang kudengar tiba-tiba menghilang.

Aku mundur selangkah sebelum aku membalikkan tubuhku ke arah belakang.

"Aarrghh!!"

Aku terkejut lalu menepi setelah seorang anak perempuan berbaju warna cokelat berlari menuju loker yang tak jauh dari tempat aku berdiri.

Beberapa detik kemudian, segerombolan anak yang lain menyusulnya lalu menghampirinya yang terpojok di koridor.

Salah seorang anak perempuan berkuncir dua dari gerombolan itu menjambak rambut anak perempuan berbajuwarna cokelat.

"Kau yang tadi mendorongku kan?! Cepat mengaku!" pekik anak perempuan berkuncir kuda.

Aku tidak bisa melihat wajah anak yang dijambak itu karena ia berdiri membelakangiku dari jarak 5 meter dari tempat aku berdiri. Tapi anak yang menjambak itu, adalah anak yang sama saat di kelas tadi. Anak yang berbicara ke arahku.

"Sungguh bukan aku! Ada anak laki-laki bermata satu yang mendorongmu tadi, bukan aku!" pekik anak perempuan itu sambil memegangi rambutnya yang dijambak.

Ya Tuhan, aku sungguh tidak tega dengannya. Ia pasti kesakitan.

"Argh, kau ini memang aneh!" ucap anak perempuan berkuncir kuda sambil membenturkan kepala anak perempuan yang ia jambak ke loker besi yang ada di sampingnya.

INDIGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang