4

85 9 15
                                    

Din, gue bisa nginep di rumah lo gak? I need to tell ya something asap.

Sandy menekan tombol send.

Rumah Nadine dan Sandy memang sedikit berjauhan, namun masih satu komplek.

Karena mereka sering bertemu dan memang sudah berteman sejak SMP maka mereka mendirikan 'markas' atau tempat mereka biasa beraktivitas untuk melakukan sesuatu atau untuk sekedar mengobrol dan berbagi cerita. Markas mereka yaitu di kamar rumah Nadine yang terletak di lantai paling atas.

Di langit-langit kamar Nadine terdapat jendela besar yang bisa mereka gunakan untuk melihat bintang namun tetap dilapisi kaca lagi.

Di langit-langit kamar Nadine terdapat jendela besar yang bisa mereka gunakan untuk melihat bintang namun tetap dilapisi kaca lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kamar itu memang kecil karena hanya memanfaatkan sisa space rumahnya. Kamar utama Nadine terletak di lantai bawah.

Sandy sudah kenal dekat dengan orang tua Nadine sehingga mereka memperbolehkan Nadine dan Sandy menggunakan kamar itu kapan pun mereka mau dan boleh di-design sesuai selera mereka.

Tak lama kemudian, handphone Sandy bergetar tanda sms masuk. Ia segera membuka layar handphonenya dan membaca sms itu.

Ya bolehlah! kayak orang baru kenal aja lo

Ternyata itu sms dari Nadine. Sandy segera mengambil tasnya yang sudah ia persiapkan setiap saat jika tiba-tiba ingin menginap di rumah Nadine, lalu turun ke kamar orang tuanya.

"Ma, Pa aku ke rumah Nadine dulu ya. Byee" pamit Sandy yang kemudian mencium tangan kedua orang tuanya dan langsung keluar kamar orang tuanya.

Sandy hapal betul apa jawaban dari orang tuanya. Tentunya mereka mengizinkan Sandy karena mereka pun sudah kenal dekat dengan Nadine dan orang tuanya. Orang tua Sandy hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya yang seperti orang dikejar polisi.

___________________________

"Lo mau ngomong tentang apasih San?" tanya Nadine memulai pembicaraan.

"Vino"

Nadine mulai tertarik dengan pembicaraan itu, "Vino kenapa?"

"Dia tadi nganterin gue pulang" kata Sandy akhirnya.

Terlihat jelas ada kekagetan di wajah Nadine, "kok bisa?" tanyanya.

"Tadi gue nungguin Pak Ipul, supir gue trus dia bilang kalo macet tapi kenyataannya dia tetep gak dateng padahal gue udah nungguin satu setengah jam," kata Sandy, "Pas gue masih nungguin Pak Ipul, Vino dateng trus basa-basi gitu deh dan taunya rumah kita sekomplek dan dia ngajakin pulang bareng."

Sekali lagi Nadine kaget dengan fakta itu. Jika rumah Vino dan Sandy sekomplek berarti Vino juga sekomplek dengan dirinya.

"Terus dia bilang apa lagi?" tanya Nadine penasaran.

"Ga bilang apa apa lagi sih paling kayak ngobrol biasa aja"

Sandy tidak ingin menceritakan tentang ia yang tidak sengaja memeluk Vino atau Vino yang menyebut dirinya sebagai temannya. Menurutnya itu tidak terlalu penting untuk diceritakan.

___________________________

Keesokan paginya Sandy dan Nadine berangkat bersama ke sekolah dengan diantar oleh Ayah Nadine.

Saat mereka berjalan menuju ke kelasnya, mereka melihat Evan dan beberapa temannya sedang bermain basket.

"Din, liat deh tuh ada Evan lagi main basket. Temenin dong bentar disini, tuh Evan ganteng banget apalagi kalo pagi-pagi"

Nadine menatap Sandy bingung, "Hah? emang ada bedanya Evan pagi sama Evan siang?"

"Evan pas pagi-pagi tuh masih fresh gitu jadi makin ganteng, kalo siang kan udah kecapean" kata Sandy sambil tetap mengamati Evan.

"Ye lo kira roti, kalo pagi masih fresh from the oven"

Sandy tidak menjawab lagi omongan Nadine. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.

"Hai Sandy!"

Sandy menoleh dan mendapati Vino berdiri di sampingnya. Ia tersenyum lalu berkata, "Hai Vin!"

"Kok pada gak ke kelas?"

"Ng..itu lagi ngobrol biasa aja kok" jawab Sandy berbohong.

"Oh, kalo gitu gue duluan ya!" kata Vino lalu pergi meninggalkan Sandy dan Nadine.

"Sejak kapan lo jadi deket gitu sama Vino?" tanya Nadine setelah Vino pergi.

"Sejak.....kemaren?" Sandy pun tak tahu, ia tiba-tiba saja berteman dengan Vino.

___________________________

Sore ini dengan terpaksa Sandy harus pulang lebih telat dari biasanya. Teman satu kelasnya, Oca meminta Sandy untuk mengajarinya pelajaran matematika. Sebenarnya Sandy sudah kelelahan namun ia tidak bisa menolak permintaan Oca.

"Duh aus banget lagi gue" ucap Sandy dalam hatinya.

Sandy berjalan menuju ke kantin. Ia membeli susu kesukaannya di kantin.

Saat dia melihat ke sekeliling kantin yang sudah cukup sepi, ia melihat Evan di salah satu meja bersama dengan Vino.

"Kesitu, gak, kesitu, gak, kesitu" ucap Sandy dalam hati sambil menghitung jumlah kancingnya.

Akhirnya Sandy memberanikan diri untuk menghampiri meja itu, "Hmm, hai Vin, hai Van..."

"Hai San, duduk disini aja!" kata Vino ramah.

Evan melihat sekilas ke Sandy namun tidak mengucapkan apa-apa.

Sandy duduk di sebelah Vino yang menghadap langsung ke Evan.

Setelah berpikir beberapa detik, Sandy membulatkan tekad untuk mengajak ngobrol Evan walau hanya sekedar basa-basi.

"Van" panggil Sandy yang kemudian berbarengan dengan suara Vino, "Kenapa masih disini San?"

Sandy yang tadinya melihat Evan sekarang menoleh ke Vino lalu menjawab, "Itu tadi abis ngajarin temen matematika", lalu Sandy tersenyum.

"Hmm, Van" ulang Sandy sekali lagi.

Lagi-lagi Vino berkata, "Ajarin gue dong kapan-kapan, gue bener-bener gak bisa pelajaran matematika."

Sandy mengiyakan saja perkataan Vino.

"Van" kata Sandy yang terakhir kalinya. Evan yang tadinya tampak bersiap-siap untuk pergi, menoleh namun segera berkata, "Gue cabut dulu ya Vin biasa mau main basket, gue duluan ya San"

Sandy menggangguk. Ketika Evan sudah pergi, ia menunduk sedih. Namun tiba-tiba ia dikagetkan oleh ucapan Vino yang membuat ia mendongakkan kepalanya.

"Gue bisa kok bantuin biar lo bisa deket sama Evan"

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang