14

56 9 6
                                    

"New day, new chapter, new journey!"

Sandy beranjak dari kasurnya dan bersiap untuk ke sekolah.

Di sekolah, ia berjalan dengan senyum lebar seperti biasanya. Ia sudah mulai melupakan kejadian Evan dan Clara. Lagipula, belum tentu Evan akan balikan dengan Clara. Ia juga sudah meminta bantuan Vino untuk menyelidiki tentang mereka. Setidaknya, sekarang tugasnya hanya berusaha merebut perhatian Evan.

Sandy sudah membawa brownies coklat bikinannya untuk Evan. Ia sengaja membuatnya kemarin sore dan ia bawa hari ini.

Sandy memasuki kelasnya dan seperti biasa, sudah ada Nadine di dalam kelas.

"Pagi dino!" sapa Sandy, "Eh iya, Nadino temenin gue dong"

"Kemana?"

"Kelasnya Evan, mau ngasih ini nih" jawab Sandy sambil mengangkat sekotak brownies yang sudah ia bawa.

Nadine mengangguk lalu mengikuti Sandy berjalan ke kelas Evan. Tidak begitu jauh, karena kelas Evan memang terletak di seberang kelas mereka. Saat ingin masuk ke kelas Evan, langkah mereka terhenti karena mendengar suara Evan dan teman-temannya sedang membicarakan sesuatu dan menyebut nama...Sandy?

"Eh cuy, gimana si Sandy?

"Gimana apanya sih?" tanya Evan.

"Ya gimana nasib lo sama dia. Udah lo deketin, Van?" tanya salah satu teman Evan.

Sandy dan Nadine mendengarkan lebih jauh dari depan pintu kelas Evan. Mungkin lebih tepatnya..menguping.

"Inget loh, seratus ribu dari gue kalo lo bisa dapetin Sandy."

"Iya, satu orang cepe dah, jadi lo bisa dapet lima ratus ribu dari kita." lanjut salah satu teman Evan.

Dari pembicaraan itu, Sandy dapat menyimpulkan bahwa Evan sedang berbicara dengan kelima temannya. Ya karena lima dikali seratus ribu jadi lima ratus ribu. Ok, gak usah belajar matematika.

"Weh siapa bilang gue mau ngasih seratus ribu monyet, ogah amat." kata teman yang lainnya.

Sandy ingin mendengar pembicaraan Evan lebih lanjut, namun ia mendengar salah satu teman Evan berkata, "Woi ada Sandy di depan!"

Sandy langsung gemetar bukan karena ketakutan tapi karena kaget sekaligus sedih dan marah mendengar pembicaraan itu. Ia bisa merasakan tangan Nadine mengusap pundaknya. Saat ia ingin berbalik, Evan menahan lengan Sandy.

"Sandy," panggil Evan, "tunggu!"

"Ada apa? Oh iya, nih gue cuma mau ngasih ini. Itu bikinan gue, kalo lo gak mau, kasih orang lain aja atau gak dibuang sekalian!" kata Sandy sekenanya karena ia ingin cepat-cepat pergi dari situ sambil menyerahkan brownies yang ia bawa. Saat ingin berbalik untuk kembali ke kelas, ia mendengar suara Evan yang mengejutkannya.

"Gue sebenernya suka sama lo, Sandy Eliana."

Sandy tampak terkejut dengan pengakuan Evan yang terkesan tiba-tiba. Nadine yang berada di sampingnya pun sama terkejutnya. Namun, Sandy teringat tentang perjanjian Evan dengan teman-temannya yang membuat Sandy ragu atas pengakuan Evan itu.

"Kenapa? Biar menang taruhan?" tanya Sandy sedikit ketus.

Entah mengapa, Evan ingin menjawab pertanyaan itu namun lidahnya kelu sehingga ia tidak bisa menjawab pertanyaan Sandy.

"Diem aja? Bener kan?" tanya Sandy lagi.

Karena belum juga mendengar jawaban dari Evan, Sandy mengajak Nadine untuk pergi kembali ke kelas mereka. Namun tiba-tiba langkah Sandy terhenti karena ia mendengar suara Evan.

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang