Gue udah di depan rumah lo Sya.
Evan mengirim pesan kepada Nasya setelah sampai di depan rumahnya.
Tak lama kemudian, Nasya keluar dengan gaun cantik berwarna hitam membuatnya tampak sangat glamour. Evan memandangi Nasya sangat lama sampai ia tak menyadari kalau Nasya sudah duduk di sampingnya dan siap untuk berangkat.
"Van? Kita gak mau berangkat?" tanya Nasya menyadarkan lamunan Evan.
"E...eh. Maaf, Sya. Lo cantik banget sih soalnya malam ini."
Nasya yang mendengar pujian itu hanya membalas dengan senyuman.
Evan mengendarai mobilnya hingga sampai pada sebuah gedung yang terlihat ramai dengan orang-orang seumurannya. Ia memberhentikan mobilnya di depan pintu masuk utama dan turun dari mobilnya untuk membukakan pintu bagi Nasya. Ia kemudian menjulurkan tangannya untuk membantu Nasya turun dari mobilnya. Ia menyerahkan kunci mobil kepada petugas valet parkir kemudian menggenggam tangan Nasya dan mengajaknya masuk. Teman-teman Evan yang juga baru saja datang berjalan di belakang Evan dan Nasya.
Tampak beberapa teman seangkatannya ramai di dekat mereka karena terkesima dengan penampilan Evan dan teman-temannya yang sangat keren, juga penampilan Nasya yang sangat anggun di samping Evan.
Setelah mengedarkan pandangannya, tiba-tiba mata Evan menangkap sepasang mata yang mengamatinya, Sandy. Ia melihat Sandy berdiri tak jauh darinya dan sedang melihat ke arahnya. Sandy berjalan ke arah mereka dan berhenti tepat di depan Evan.
"Nasya?" tanya Sandy. Suaranya terdengar bergetar.
Orang yang ditanya segera menoleh ke sumber suara dan mendapati Sandy berdiri memandangnya.
"Sandy? Lo disini jug-"
"Maksud kalian apa? Maksud lo apa, Van? Maksud lo apa, Sya?" Sandy hanyut dengan beribu pertanyaan dalam pikirannya.
Nasya melihatnya bingung. Ia melihat diri Sandy yang sangat rapuh pada saat itu. Ia hanya mampu menoleh ke Evan untuk bertanya melalui matanya.
"San, kenalin, ini Nasya," jawab Evan santai, "pacar gue."
Sandy yang mendengar hal itu tak kuasa menahan tangisnya. Ia sudah tak peduli dengan apa yang akan dikatakan oleh teman-teman lainnya, ia sudah tak punya rasa malu lagi, ia hanya ingin menumpahkan semua yang dirasakannya dalam tangis.
"Maaf, San. Gue baru bilang sekarang kalo gue sebenernya gak cinta sama lo. Tapi makasih ya, lo udah jadi sumber uang untuk gue. Kayaknya gue udah gak bisa ngelanjutin hubungan sama lo, mungkin hubungan kita cukup sampe disini aja, San." kata Evan dengan mudahnya. Ia kemudian menarik Nasya untuk kembali berjalan memasuki ruangan.
Nasya yang ditarik paksa oleh Evan tak sempat menjawab apapun pertanyaan Sandy. Ia hanya dapat melihat Sandy yang sudah hanyut dalam tangisnya.
Masih dalam tangisnya, Sandy memandang ke sekelilingnya. Ia melihat puluhan pasang mata yang melihatnya menangis seperti itu. Ia kemudian memutuskan untuk keluar dari gedung itu dengan langkah yang berat. Ia berjalan tak tahu kemana hingga sampai pada sebuah taman di kawasan gedung itu. Ia duduk di kursi yang ada di sana dan kembali menumpahkan tangisnya. Ia tak menyangka Evan akan tega melakukan hal itu kepadanya. Dan apa yang membuatnya semakin sakit hati adalah,
"Kenapa harus Nasya? Kenapa harus Nasya yang dibawa sama Evan? Kenapa harus sahabat gue sendiri? Sahabat yang paling gue percaya dari dulu." Pikiran Sandy dihantui oleh banyak sekali pertanyaan yang sangat menyakitinya.
Ia menunduk dan mengeluarkan isak tangisnya tanpa henti. Ia sudah tak peduli dengan riasan di wajahnya, ia terlalu tersakiti untuk memikirkan hal itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/70703208-288-k219617.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Choices
Teen FictionSulit memang untuk seseorang jika dihadapkan oleh dua pilihan berat, Memilih seseorang yang selalu ia harapkan atau seseorang yang selalu mengharapkannya ketika ia mengharapkan orang lain. [Dedicated this story to @novlmnauw]