"AAAH!"
Sandy menghempaskan dirinya ke kasur membentuk bintang besar dengan sepasang tangan dan kakinya. Senyum lebar terpampang di wajahnya.
Sandy bangkit berdiri dan mengganti bajunya dengan baju tidur. Sebelum tidur, tak lupa ia berdoa agar hari esok bisa lebih berwarna.
***
Sore ini, Sandy berniat belajar bersama Nadine, di rumah Nadine tentunya. Buku matematika dan IPA masing-masing berada di depan Nadine dan Sandy. Keduanya sibuk membaca, kadang salah satu dari mereka ada yang memejamkan matanya sambil kedua jari telunjuknya menyentuh jidat. Yang satu lagi berusaha memecahkan soal matematika dengan susah payah.
Oh iya, perlu diketahui bahwa pada Senin minggu depan, Sandy akan melaksanakan ujian nasional. Tak jarang ia mengikuti bimbingan belajar, lalu melanjutkan belajar lagi di rumah. Hal ini ia lakukan agar bisa mendapat nilai yang memuaskan. Frekuensi Sandy untuk bertemu Evan pun sudah berkurang jauh.
Di kejauhan, Nasya hanya memainkan handphone-nya sambil sesekali melihat ke arah Nadine dan Sandy.
Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan pintu depan rumah Nadine. Tak ada satupun dari mereka yang berniat membukakan pintu. Lama kelamaan, bunyi ketukannya semakin kencang.
"Sya, boleh minta tolong nggak? Lagi 'asik' nih sama matematika" pinta Nadine.
Dengan malas, Nasya berjalan keluar kamar Nadine. Kalau ini bukan rumah Nadine, ia pasti sudah menolak suruhan Nadine barusan. Ia berjalan melewati ruang tamu kemudian memutar kunci yang ada di pintu tersebut.
Saat pintu tersebut dibuka, ia melihat seorang laki-laki yang familiar mukanya. Sangat familiar sampai ia mampu mengingat lagi memori yang sudah ia coba hapus.
Nasya tak bisa menahan untuk tidak memeluk laki-laki itu. Yang dipeluk merasa sangat kaget sampai ia tidak bisa menolak atau membalas pelukan itu.
***
"Lama amat sih Nasya buka pintu doang," kata Nadine.
"Coba aja sono liat, siapa tau si Nasya dihipnotis," suruh Sandy.
Akhirnya, Nadine mengikuti saran Sandy dan menuju ke pintu depan rumahnya.
Bukannya melihat tamu, Nadine malah melihat Nasya sedang memeluk seseorang di pintu utama.
"Itu siapa ya yang dipeluk Nasya?"
Setelah melihat lebih dekat, Nadine terkejut.
"Jay?"
Nasya melepas pelukannya dan segera berbalik menghadap Nadine.
"Halo Nadine," kata Jay. Tanpa gugup. Sementara itu, Nasya menundukkan wajahnya.
"Tadi lo berdua lagi pelukan?" tanya Nadine.
"Iya lah, dulu kan kita juga temenan jadi gak salah dong kalo kita juga saling kangen," kata Jay sambil merangkul Nasya, "Iya gak, Sya?"
"I –iya" jawab Nasya.
"Oh, yuk duduk." ajak Nadine.
Sandy yang berada di dalam kamar merasa kesepian karena terlalu lama ditinggal. Ia pun memutuskan untuk menuju ke ruang tamu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Choices
Teen FictionSulit memang untuk seseorang jika dihadapkan oleh dua pilihan berat, Memilih seseorang yang selalu ia harapkan atau seseorang yang selalu mengharapkannya ketika ia mengharapkan orang lain. [Dedicated this story to @novlmnauw]