Sandy menghapus air matanya dengan punggung tangannya, lalu ia berjalan keluar dari kelas.
Ucapan Nadine yg mengatakan bahwa dirinya tidak mengerti perasaan Nadine terus terngiang di pikirannya. Bagaimana tidak, ia berusaha memahami arti ucapan itu tapi ia tidak dapat menemukan jawabannya.
Ia mengambil handphonenya lalu mengirimkan sms kepada supirnya agar tidak menjemputnya. Jika Sandy banyak masalah, ia selalu datang ke tempat favoritnya, taman dekat rumahnya.
Taman itu berada di luar komplek rumahnya namun masih bisa dijangkau dengan jalan kaki. Sandy ingin sendiri. Maka dari itu ia menyuruh supirnya untuk tidak menjemputnya.
Saat ia sampai di depan gerbang sekolah, ia melihat Vino. Ia berusaha menutupi raut wajahnya dengan melihat ke arah berlawanan lalu berjalan santai.
Tiba-tiba ada yang memegang lengannya. Sandy tahu persis, pasti itu tangan Vino.
"Gak baik nyimpen masalah sendirian" kata Vino.
Sandy memberanikan diri untuk menolehkan wajahnya untuk melihat Vino.
"Gak dijemput?" tanya Vino.
Sandy menggeleng, "Gue yang suruh biar gak dijemput"
"Lo mau kemana?"
"Tenangin diri"
"Ya kemana?"
"Ke taman deket rumah"
"Gue anterin ya"
"Gue pengen sendiri Vin"
"Gue anterin lo"
"Vin"
"Gue bakal pulang kalo lo udah sampe disana dengan selamat"
Sandy menghela napas lalu pasrah saja ditarik tangannya oleh Vino menuju motornya.
Akhirnya, ia menuju taman itu dengan Vino. Kebetulan, Vino tahu taman itu karena berdekatan juga dengan rumahnya.
Ketika mereka sampai, Sandy turun dari motor. Vino berpamitan kepada Sandy karena ia berjanji untuk pulang.
"Gue pulang dulu ya, kalo lo mau gue jemput atau gue anter, gue siap kok 24 hours."
Vino tersenyum lalu menaiki motornya dan memakai helm. Ketika Vino hendak pergi, Sandy memanggilnya, "Vin"
Vino menoleh menunggu lanjutan perkataan Sandy.
"Lo ada waktu untuk nemenin gue disini gak?"
Vino segera turun dari motornya dan membuka helmnya, "Sure"
Mereka berdua berjalan bersama menuju ke kursi yang ada di tengah taman.
Ketika mereka berdua sudah duduk, baik Sandy ataupun Vino tidak ada yang membuka mulut. Semuanya terjadi dalam keheningan.
Vino mulai membuka mulutnya, "Dulu gue juga punya sahabat. Dulu gue main basket di teamnya dan dia pernah marah sama gue gara-gara gue bikin team basketnya kalah. Dia ngacangin gue seminggu, tapi tiba-tiba kita main bareng lagi kayak gak ada apa apa. Kalo Nadine beneran sahabat lo, pasti dia gak bakal marah sama lo more than a week kok."
Sandy makin sedih mendengar cerita Vino dan menangis lagi.
Vino berdiri dan membuat Sandy bingung.
"Mau kemana?" tanya Sandy di sela-sela tangisannya.
"Berdiri deh"
"Mau ngapain?"
"Berdiri aja dulu"
Kemudian Sandy berdiri.
"Kenapa sih?" tanya Sandy.
"Gapapa sih cuma barusan gue liat langit trus kayaknya ini udah mau ujan makanya ayo kita pulang ini udah sor..."
Ucapan Vino terhenti karena tiba-tiba Sandy memeluknya, "Makasih udah nemenin gue hari ini" kata Sandy, "jangan bawel bawel dong jadi orang, nyebelin tau"
Kemudian mereka berdua pulang ke rumah masing-masing.
____________________________________
Nadine yang sedang membaca buku tiba-tiba terganggu oleh bunyi dari HPnya.
Ia memeriksa handphonenya dan mendapati ada chat masuk.
Hai Din! Gue tau sekarang jam lo baca buku tapi gue cuma mau minta maaf doang kalo gue punya salah. Kalo lo gak jawab gak papa kok, tapi jangan lama-lama ya marahnya
Ternyata dari Sandy. Nadine menghiraukan chat itu lalu lanjut membaca.
Detik demi detik berlalu, kata demi kata yang Sandy kirimkan terus terngiang sehingga membuat Nadine tidak konsentrasi membaca.
Nadine menutup bukunya lalu beralih ke handphonenya. Ia membuka lagi chat dari Sandy.
Setelah cukup lama memikirkan kata-kata yang akan dikirim ke Sandy, Nadine mulai mengetik.
Gue akan selalu maafin kesalahan lo. Gue cuma mau lo ngertiin gue. Untuk kali ini aja.
Nadine merasa lega karena sudah mengirim pesan itu, lalu melanjutkan membaca.
Di sisi lain, Sandy yang mendapat balasan dari Nadine berteriak kegirangan dalam hati. Walaupun jawaban itu bukan yang Sandy harapkan namun ia senang karena Nadine menjawabnya.
Sandy berpikir dan mencoba mengerti maksud Nadine selama beberapa hari belakangan ini.
Karena otaknya sudah tak mampu berpikir lagi, ia mencari cara lain. Tiba-tiba ide muncul dengan sendirinya di otak Sandy.
Sandy segera mengambil handphonenya. Ia mencari nama seseorang di dalam daftar teman LINE-nya.
Setelah menemukan apa yang Sandy cari, ia mulai mengetik.
Kenya lo tau gak sih Nadine kenapa?
Ya, Kenya. Saat Nadine menghindar dari Sandy, Kenya seperti menggantikan posisi Sandy untuk sementara. Siapa tau, Kenya mengerti masalah Nadine.
Setelah beberapa lama, Sandy mendengar bunyi dari hpnya lalu ia membuka isi chat dari Kenya itu.
Ketika membaca jawaban Kenya, Sandy bagai disambar petir bahkan dirinya tak mampu bergerak untuk membalas pesan itu. Otaknya seperti berjalan sangat lambat sampai-sampai ia harus membaca berulang kali untuk memastikan bahwa ia tidak salah baca.
Lo gak tau kalo Nadine suka sama Vino dari kelas 11?
KAMU SEDANG MEMBACA
Choices
Teen FictionSulit memang untuk seseorang jika dihadapkan oleh dua pilihan berat, Memilih seseorang yang selalu ia harapkan atau seseorang yang selalu mengharapkannya ketika ia mengharapkan orang lain. [Dedicated this story to @novlmnauw]