27 - End

8 3 0
                                    

Vino mengendarai mobilnya menuju rumah satu-satunya orang yang ia ingin temui saat itu. Setelah berantem dengan Evan tadi, Vino menjadi sangat kacau dan butuh dukungan dari orang yang ia percaya.

Setelah sampai di depan rumah, ia menekan bel dan menunggu. Saat ia melihat Sandy keluar dari pintu itu, ia segera memeluk Sandy tanpa mengucapkan apa-apa tentang dirinya.

"Please, tetep kayak gini untuk sementara." kata Vino kepada Sandy.

Sandy mengangguk pelan, walau ia tahu Vino tak dapat melihat anggukannya. Ia membalas pelukan Vino dengan erat seolah-olah mengetahui apa yang dirasakan Vino saat ini.

Setelah entah berapa menit mereka berpelukan, Vino melepas pelukannya dan menepuk pelan kepala Sandy.

"Thanks, San. Gue balik, ya." Vino segera berbalik setelah mengucapkan kalimat itu.

Sandy menarik tangan Vino agar tidak pergi. Ia menarik Vino untuk duduk di teras rumahnya dan memandangnya penuh perhatian.

"Lo ada masalah apa?" tanya Sandy.

"Gapap-"

"Jangan bilang gapapa!"

Vino mengacak rambutnya frustrasi. Ia menjelaskan semua ceritanya dengan Evan, baik cerita di masa lalunya maupun ceritanya tentang kejadian yang baru saja ia alami. Walaupun sulit, Sandy berusaha untuk memahami Vino, orang yang selama ini sudah sangat memahaminya. Sandy mendengarkan cerita Vino dengan penuh semangat dan terus menenangkan Vino setiap kali ia kesal.

"Vin, setidaknya lo udah berusaha untuk menjelaskan. Terserah Evan dia mau dengerin atau gak. Lo udah melakukan hal yang bener kok dengan menjelaskan apa yang selama ini lo rasain." ucap Sandy menenangkan Vino setelah mendengar ceritanya.

Vino yang tadinya hanya melihat ke arah taman rumah Sandy menoleh ke arah Sandy yang ternyata juga sedang memandangnya.

"Makasih banyak, San. Maaf gue ganggu lo."

"Vin, apa sih. Bahkan gue yang lebih sering ganggu lo tau. Maaf ya" ucap Sandy sambil cengengesan membuat Vino tertawa karena sikap Sandy menurutnya sangat menggemaskan.

Vino mencubit kedua pipi Sandy yang kemudian membuat Sandy meringis kesakitan dan memukulinya. Kemudian mereka berdua tertawa.

"Vin, makasih udah buat gue ketawa. Apapun yang udah pernah kita alami dulu, mending sekarang kita lupain. Kita fokus sama masa depan dan bikin kenangan manis bareng orang-orang yang lo sayangi sekarang-"

"Lo." potong Vino.

"-eh? Gue?"

"Iya. Kan gue sayangnya sama lo, berarti gue boleh bikin kenangan bareng lo dong?"

Sandy terdiam mendengar pertanyaan Vino, ia bingung harus menjawab apa.

Melihat Sandy yang seperti salah tingkah, Vino segera tertawa, "Bercanda, San. Jangan serius-serius amat napa."

Sandy juga tertawa dengan canggung. Ia menggaruk tengkuknya meski tidak gatal.

"Gue kira beneran.." ucap Sandy pelan namun masih terdengar oleh Vino.

"Hm? Lo maunya beneran?" tanya Vino memastikan.

"E....eh, gak kok. Eh, iya sih, eh gak gitu maksudnya. Hmm, gimana ya. Terserah lo deh!" jawab Sandy dengan penuh keraguan.

"Jadian aja, yuk."

"Eh?"

"Gak mau ya? Ya udah deh. Gue cabut aja ya. By-"

"EH, MAU KOK."

"Hmm? Apa?"

Sandy tampak canggung untuk mengulangi jawabannya. Vino tampak tertawa puas karena melihat tingkah lucu Sandy ketika malu-malu.

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang