19

62 8 6
                                    

Sandy duduk di atas kasurnya tanpa melakukan apapun. Pembicaraannya dengan Nadine semalam masih terekam di otaknya.

"Coba aja cari tau semuanya dulu,"

"Apa yang harus gue cari tau?!" tanya Sandy kepada dirinya sendiri sambil melempar bantal yang ada di pangkuannya, frustasi.

Ia sudah bangun beberapa menit yang lalu, namun hal yang dilakukannya tetap sama, hanya duduk berdiam diri di atas kasurnya.

Saat Sandy ingin memeriksa handphonenya yang berada di nakas samping kasur, ia tak sengaja melihat tanggal di kalender. Ia melihat garis lengkung membentuk lingkaran berwarna merah melingkari tanggal hari itu.

"Wah! Udah tanggal 3 April!" ucap Sandy.

Sandy turun dari kasurnya lalu segera keluar dari kamarnya dan menghampiri ibunya di dapur.

"Mama, hari ini Nasya jadi dateng kan?" tanya Sandy kepada ibunya.

Bagi yang belum mengenal Nasya —ya tentu semua belum mengenalnya— Nasya ini adalah sahabat kecil Sandy yang pindah ke London saat ia berumur 14 tahun. Hm, hampir 4 tahun yang lalu. Mereka berdua tetap saling berkomunikasi melalui media sosial maka Sandy bisa tahu bahwa hari ini Nasya akan berlibur ke Jakarta. Perbedaan jadwal sekolah dan libur keduanya memaksa Nasya datang ke Jakarta di saat Sandy akan melaksanakan ujian nasional.

"Iya, tadi mamanya sudah nelfon mama. Katanya mereka bentar lagi—

Ting tong

—sampai."

Sandy segera berlari menuju ke pintu masuk dan membukanya.

"Nasya!" kata Sandy setelah meyakini bahwa Nasyalah yang ada di balik pintu.

Sandy mencium tangan ibu Nasya, begitu juga dengan Nasya yang mencium tangan ibu Sandy.

Ibu Sandy segera mengajak Ibu Nasya untuk masuk meninggalkan Sandy dan Nasya yang masih berada di depan pintu.

"How is your life?" tanya Sandy.

"Ya gitu-gitu aja," jawab Nasya sambil mengikuti Sandy di belakangnya yang mengarah ke kamar Sandy.

"Eh, San. Lo masih sering ketemu dia?" tanya Nasya setelah duduk di tepi kasur Sandy.

Setelah berpikir siapa yang dimaksud Nasya dengan dia, Sandy menjawab, "Hampir 4 tahun lo pindah dan lo masih kepikiran dia?"

Nasya mengangkat bahunya acuh tak acuh. Ia berusaha melupakan namun tetap saja tiba-tiba dia masuk lagi kedalam pikirannya. Apalagi saat ia kembali ke Jakarta, memori mereka berdua terulang kembali di otak Nasya.

"I tried but I can't."

Sandy memutar bola matanya.

"You've said it for hundreds times," kata Sandy, "Eh ke rumah Nadine aja yuk!"

Nasya mengangkat salah satu alisnya.

"Dia udah pindah di deket sini after you moved, masih satu komplek sama gue kok!" jelas Sandy.

Yang Nasya tau, dulu rumah Nadine terletak cukup jauh dari rumah Sandy. Ya walaupun tidak sejauh Jakarta-Bekasi. Oh ya, dulunya Sandy, Nadine dan Nasya bersahabat saat smp.

"Ya udah, ayo!" kata Nasya menyetujui ajakan Sandy.

Sandy dan Nasya pergi ke rumah Nadine setelah berpamitan dengan ibu mereka. Keduanya terdiam mengamati sepanjang jalan yang mereka tempuh.

Ketika mereka sampai, kebetulan Nadine sedang menyirami tanaman di halaman rumahnya.

"Nadine!" panggil Nasya.

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang