26

6 3 0
                                    

Nadine berdiri di depan pintu rumah Sandy. Ia mengetuk pintunya dua kali dan menunggu jawaban dari pemilik rumah. Kemudian pintu terbuka,

"Nadine?" sapa mama Sandy.

"Eh, pagi tante. Sandy nya ada, tante?" tanya Nadine sopan.

"Ada sih, tapi dari kemaren belum mau buka pintu kamarnya. Tante khawatir sama dia. Kamu tahu dia kenapa?"

"E...eh mungkin kecapekan karena acara kemaren, tante. Aku boleh coba ke kamarnya Sandy, tante?"

"Boleh..boleh.. Masuk aja, Nadine."

Nadine pun memasuki pintu rumah Sandy dan segera menaiki anak tangga menuju kamar Sandy. Ia mengetuk pelan dan memanggil nama Sandy beberapa kali.

Tak lama kemudian, Sandy membuka pintu kamarnya dan segera menarik Nadine. Lalu, ia segera mengunci lagi kamarnya.

Nadine melihat Sandy yang saat ini penampilannya sangatlah buruk. Riasan wajah yang sudah luntur karena tangisannya dan rambut yang acak-acakan, ditambah lagi ia belum mengganti bajunya sejak kemarin.

"San, lo gapapa?" tanya Nadine khawatir.

"Gak tau, Din. Gue juga bingung." Sandy masih lemas.

Nadine duduk di sebelah Sandy dan memeluk sahabatnya itu dan berkata, "Terus lo kemaren pulangnya gimana, San? Kemaren gue cariin lo bareng Jay tapi gak ketemu."

"Vin-" ucapan Sandy terhenti mengingat Nadine menyukai Vino dan ia tidak ingin menyakiti hati Nadine. Ia kemudian menolehkan pandangannya ke Nadine. 

Nadine membalas pandangan Sandy dan tersenyum.

"Vino?" tanya Nadine dan dibalas dengan anggukan pelan Sandy.

"San, gue gapapa kok. Gue tau Vino suka sama lo dari dulu. Gue juga tahu kalo kadang lo ngejaga perasaan gue dengan sedikit menjauh dari Vino. San, gue gak mau liat orang-orang yang gue sayang sedih, gue gapapa dengan lo deket sama Vino. Lagipula..."

Nadine menghentikan ucapannya seolah-olah ragu melanjutkan.

"Lagipula apa?" tanya Sandy penasaran.

"J....Jay. Kemaren malem dia nembak gue, San." jawab Nadine malu-malu.

Sandy lantas terlonjak kaget. Ia melepas pelukan Nadine dan berdiri seakan-akan ia tiba-tiba mendapat energi penuh untuk berdiri.

"Terus? Lo......udah jadian sama Jay?" tanya Sandy ragu.

Nadine menggangguk malu.

"Bener-bener lo, Din. Bisa-bisanya gue lagi sedih lo malah seneng-seneng. Tapi....SELAMAT DIN! Sok-sokan gak suka tapi gue tau lo suka kan sama dia? Semoga kalian langgeng dan dia gak akan pernah nyakitin lo." ucap Sandy bahagia dan kemudian memeluk Nadine erat.

Nadine membalas pelukan sahabatnya itu dan tersenyum bahagia. Ia mengira Sandy akan tambah sedih jika mendengarnya, untunglah berita itu malah memberi kebahagiaan untuk Sandy.

***

Vino mengendarai mobilnya dengan kecepatan kencang, ia tampak ingin menemui Evan sesegera mungkin. Ia ingin segera menemui wajah orang yang telah menyakiti Sandy.

Sesampainya di depan rumah Evan, ia segera menekan bel rumahnya tak sabaran. Saat ia melihat Evan membuka pintunya, ia segera menarik kerah leher Evan dan mendorongnya ke dinding terdekat.

"Maksud lo apa gituin Sandy?!" gertak Vino.

Evan yang melihat mantan sahabatnya emosi seperti itu hanya membalas dengan senyum seringainya dan memalingkan mukanya.

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang