11

50 9 2
                                    

Sandy sudah bersiap di lapangan sambil menunggu Evan datang. Di tangannya, ia memegang segelas es jeruk untuk Evan. Hal ini juga saran dari Nadine, katanya Evan sering memesan es jeruk di kantin.

Tak lama kemudian, Evan datang masih dengan seragam sekolahnya.

"Sorry gue baru dateng, gue ganti dulu yak," kata Evan sambil menaruh tasnya di samping Sandy, kemudian ia mengambil baju ganti dan pergi ke ruang ganti.

Saat Evan kembali, ia sudah memakai kaos hitam yang sering ia pakai dan celana sekolah.

Sandy melihat Evan dari kejauhan sampai tak sadar bahwa Evan sudah berada di depannya.

"Ngeliatinnya gitu amat sih mba," kata Evan membuyarkan lamunan Sandy.

Sandy langsung memalingkan mukanya.

"Gak diminum tuh?"

"Hm?" gumam Sandy bingung.

Sandy melihat ke arah mata Evan, yaitu minuman yang dipegang Sandy.

"Hah? Oh ini, ini buat lo," kata Sandy sambil menyodorkan minuman itu.

Evan duduk di samping Sandy lalu menerima minuman itu sambil tersenyum. Senyum yang membuat Sandy jatuh cinta saat di kelas 10.

"Thanks ya, tau aja gue suka ini."

Sandy tiba-tiba teringat sesuatu saat Evan mengucapkan terima kasih atas cokelat yang Sandy berikan.

"Oh iya, Van"

Evan menoleh sambil menikmati es jeruk dari Sandy.

"Hmm, kok lo tau sih?"

"Tau apa?"

"Itu loh yang kemaren"

"Yang mana sih?"

"Tentang itu loh," kata Sandy sambil melihat Evan yang sedang menunggu lanjutan perkataan Sandy, "cokelat"

"Oh, coklat yang kemaren gue tau dari Vino. Katanya kemaren dia ngeliat lo naruh sesuatu di loker gue pas pagi-pagi." jawab Evan santai.

Sandy ber-'ooh' ria lalu menunduk karena sudah kehabisan topik pembicaraan.

"Kita mulai aja yuk latihannya," ajak Evan.

Sandy mengangguk lalu mengikuti Evan yang sudah beranjak duluan.

Evan bisa dibilang cukup sabar dalam mengajari Sandy. Jarang ada orang yang bisa sabar mengajari Sandy karena Sandy sangat tidak bisa bermain basket. Berkali-kali Sandy mencoba namun tetap gagal.

"Istirahat dulu aja deh," kata Evan tiba-tiba.

Sandy berjalan lesu menuju ke tempat duduk. Ia menyembunyikan kepalanya diantara lutut yang ia silangkan.

Tanpa disadari, Evan berjalan menuju ke arah Sandy setelah berhasil memasukkan bola ke dalam ring dengan mudahnya, kemudian ia berlutut di depan Sandy.

"Hey, lo kenapa?" tanya Evan sambil memegang pundak Sandy.

Sandy menggeleng pelan dan berkata, "Gak kok. Gue cuma.. ngantuk"

"Tapi nada bicara lo gak menjelaskan bahwa lo ngantuk"

Evan memegang kepala Sandy dan Sandy mulai mengangkat kepalanya.

"Lo kenapa? Kayaknya tadi gak kenapa kenapa deh."

Sandy memalingkan mukanya dengan tangan Evan yang masih ada di atas kepala Sandy.

"Gue malu dan gak enak karena gue tetep gak bisa walaupun lo udah susah payah ngajarin gue."

Evan membetulkan posisi duduknya menjadi bersila, mungkin sudah cape berlutut.

ChoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang