11 - Keputusan

6.4K 476 35
                                    


"I thought i knew what real pain felt like, but i didn't until i saw you looked at her"

Sebelas - Keputusan

Agha kepalang kaget saat tubuh Naira terhuyung ke arahnya, tapi dengan sigap Agha langsung menangkap tubuh Naira.

"Nai..." Agha mencoba membangunkan Naira, tapi itu semua percuma. Naira terlalu lemah untuk menjawab Agha.

Laki-laki itu pun membawa Naira ke UKS, Agha sedikit kesulitan saat menggendong Naira karena banyaknya pengunjung yang datang dan menghalangi jalannya.

"Misi-misi, darurat darurat." Tiba-tiba suara berat dari belakang punggung Agha membuat setumpukan orang yang menghalangi jalannya minggir.

Pemilik suara berat itu adalah Igo.

"Buruan jalan, kasian Naira." Igo menyadarkan Agha yang terlihat sedikit tidak percaya.

Agha pun hanya mengangguk dan membawa Naira dengan lebih cepat menuju UKS, dan tentu saja Igo bagaikan bodyguard, dia terus-terusan meneriaki orang yang menghalangi jalan mereka.

Saat sampai di UKS kedua laki-laki itu bersama-sama meletakkan Naira ke kasur UKS yang kecil, tapi cukup untuk tubuh Naira yang mungil.

"Lo bikinin Naira teh gih," titah Igo seraya mengambil minyak angin untuk Naira.

"Gue aja yang jagain Naira di sini, lo yang bikin teh. Naira gak bakal mau kalo lo yang nemenin dia di sini." Agha menjawab dengan kebenaran yang ada, membuat Igo sedikit kesal.

"Yaudah gue buatin teh dulu." Igo pun keluar dari UKS menuju dapur sekolah.

Agha hanya duduk di tempat, memilih untuk diam dan tidak melakukan apa-apa. Pikirannya masih sangat kacau karena percakapannya dengan Risa terakhir kali. Hati Agha terasa sangat sakit, melihat tatapan Risa yang penuh cinta untuk Igo.

Saat sedang asik terlarut dengan kecemburuan yang tidak berarti, tiba-tiba onselnya bergetar. Terpapar nomer Rama di sana.

"Lo dimana bro? kurang orang nih buat jagaiin barikade, bentar lagi selesai takut rusuh." Terdengar suara ramai yang menyanyikan lagu HiVi di ujung telpon.

"Di UKS Ram, si Naira pingsan gak ada yang jagain." Jawab Agha lesu. Sebenarnya tubuh laki-laki itu juga tidak bertenaga karena kurang tidur, ditambah sakit yang menyeruak di hatinya.

"Serius lu nyet? Yah mau gimana lagi, yaudah lo jagain aja biar ini gue yang handle."

"Yaudah lo jagaiin tuh barikade." Agha langsung menutup telpon itu dan kembali larut dalam pikirannya.

Lagi-lagi lamunannya terintrupsi oleh suara kecil Naira, yang entah kenapa masih bisa terdengar di telinga Agha.

"Nai..." Panggil Agha pelan sambil menyelipkan anak rambut Naira ke telinganya. Tapi Naira hanya mengerutkan keningnya tanpa membuka mata. Tubuhnya masih sangat lemas, karena belum juga diisi oleh apapun. Ia hanya menggerakan tangannya sedekit berharap orang yang ada dihadapannya mengerti bahwa ia membutuhkan makanan atau sedikit minuman.

"Lemes ya? Minum teh manis ya? Perut lo kan masih kosong, biar diisi yang manis-manis dulu," paksa Agha. Terdengar sekali nada khawatir yang ada di suara Agha.

Naira hanya mengangguk lemah dengan tetap menutup matanya.

"Si Igo kenapa lama banget sih bikin teh nya?" Tanya Agha untuk dirinya sendiri. Agha terlihat sangat khawatir melihat Naira yang bahkan tidak mampu untuk membuka mata.

"Gue bikin teh dulu ya Nai..." Tidak ada jawaban dari Naira. Agha pun memutuskan untuk berdiri berniat untuk keluar ruangan dan membuatkan Naira teh manis.

Far AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang