15 - Rasa yang Tersirat

5.8K 415 17
                                    

Chapter 15 – Rasa yang tersirat.

Paginya, ponsel Naira tak kunjung berhenti berdering, membuat Naira harus terpaksa membuka matanya. Ia sangat yakin tidak mensetting alarm apapun atau tidak mempunyai janji dengan siapapun.

Deringan ponsel tersebut berhenti ketika Naira sudah benar-benar membuka matanya.

Betapa terkejutnya Naira saat melihat Agha tertidur dengan posisi menghadap dirinya dan dia sendiri menjadikan tangan kiri Agha sebagai bantal. Naira tidak tahu sejak kapan ia menjadikan tangan Agha sebagai bantal, tapi ia merasa ini adalah tidur ternyenyaknya.

Ia pun langsung berdiri dan bergegas mengambil ponselnya. Agha masih tertidur tenang, terbukti dengan napas nya yang teratur.

Ketika mengecek ponselnya, Naira langsung merasa seperti orang paling penting se-Jakarta. Tertera di layar tipis ponselnya pemberitahuan tentang 15 panggilan tak terjawab, dan 10 pesan masuk, dan semua itu dari sahabatnya, Risa.

Ia pun membuka pesan singkat yang berada paling atas,

Eh kebo, gue otw rumah lo sama Oliv.

Selesai membaca pesan singkat dari Risa ia pun panik, jarak rumahnya dengan Risa tidaklah jauh, hanya sekitaran dua puluh menit. Sedangkan ia baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya dan yang semakin membuatnya panik adalah seorang Agha berada di kamarnya dengan masih tertidur lelap.

Naira pun langsung menguncir asal rambutnya, dan bergegas membangunkan Agha.

"Agha..." Naira memanggil nama laki-laki itu sambil mengguncangkan pelan tubuhnya, yang dibangunkan masih sangat asik terlelap.

"Aghaaa bangun ih!" Naira pun menaikkan suaranya. Untung saja teriakan itu membangunkan Agha.

"Hmmm?" gumam Agha dengan tetap mata tertutup.

"Bangun buruan, Risa mau kesini."

"Kesini tinggal kesini, Nai. Gue masih ngantuk nih masih butuh dua jam lagi," ujar Agha dengan suara serak ciri khas bangun tidurnya.

"Gak ada sejam dua jam, Gha. Pokoknya sekarang bangun, terus pulang, mau dibilang apa coba sama Risa kalo ngeliat mantannya tidur disini?"

Agha tidak menanggapi omongan Naira, menurutnya itu bukanlah masalah besar jika Risa menemukannya disini. Lagipula dirinya dan Naira tidak melakukan apapun.

Terlanjur kesal dengan Agha, Naira pun menyeret paksa lelaki tersebut. Akhirnya Agha menyerah. Ia memilih untuk bangun daripada badannya sakit karena diseret seperti karung beras.

"Terus gue pulang nih? Gak disuruh sarapan dulu gitu?"

"Ngelunjak lo, masih mending gak gue usir tengah malem," ketus Naira.

"Buruan balik, keburu mereka nyampe nanti, Gha," kata Naira lagi ketika melihat Agha yang malah berancang-ancang untuk menjatuhkan tubuhnya lagi di karpet.

"Iya iya gue balik sekarang." Agha langsung berdiri dan mengambil jaket yang ia letakkan di sofa.

Setelah Agha pergi Naira pun mulai membersihkan kamarnya. Ia tidak mau ada jejak-jejak aneh yang akan menimbulkan pertanyaan kedua sahabatnya. Ia tidak bisa meminta bantuan Bi Imah atau Ibunya, karena Bi Imah sedang pulang kampung dan kedua orang tuanya sedang dalam perjalanan bisnis.

Tak lama setelah Naira membereskan kamarnya bel rumah berbunyi, kedua sahabatnya itu telah berada di depan rumahnya.

"Ditelfonin dari jam delapan, jam sepuluh baru nyaut, kebo banget deh. Pasti abis baca novel ya semalem?" tanya Risa ketika mereka bertiga sudah berada di kamar Naira.

Far AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang