18 - Ketidakpastian dan Kelegaan

5.5K 409 14
                                    

HAPPY READING!!!
|
|
|
|
|

Chapter 18.

Pagi-pagi sekali Naira sudah duduk di bangku perpustakaan sekolah, jangan heran mengapa Naira bisa masuk ke tempat ini padahal waktu masih menunjukkan pukul enam pagi. Karena kecintaannya terhadap perpustakaan ini, Naira diangkat menjadi salah satu 'juru kunci'. Dia adalah satu-satunya siswa yang mempunyai keistimewaan tersebut.

Ia memiliki waktu kurang lebih tiga puluh menit menikmati kehinangan ruangan ini, sebelum bel berdering. Dilihatnya satu demi satu teman-temannya yang berdatangan, spot favoritnya ini memang yang paling strategis, menghadap langusung ke lapangan dan gerbang sekolah yang bersebelahan.

Mata Naira menangkap seseorang yang sangat ia tunggu. Seseorang yang telah memporak-porandakan seluruh isi hatinya dalam kurung waktu kurang dari sebulan. Jantungnya berdetak empat kali lebih cepat dari yang sewajarnya. Padahal sosok itu tidak mengetahui keberadaannya, dan jarak mereka teramat jauh. Naira yang berada di lantai empat dan Agha di lantai dasar.

Setiap langkah gontai dari pemilik hatinya itu ia perhatikan dengan seksama, sepatu sport warna hitamnya melekat sempurna, hoodie yang dikenakannya membalut tubuh tegap tersebut dengan tepat. Sesekali Naira memukul pelan dadanya sekedar untuk membuat detak jantungnya sedikit memelan. Namun, itu percuma. Kharisma yang dimiliki oleh Agha amat terasa walau terpaut empat lantai. Sekarang ia mengerti mengapa cinta disebut-sebut sebagai yang paling membutakan.

"Woi!!!" tiba-tiba teriakan dari seseorang yang sudah berada di hadapannya membuat Naira terpaksa mengalihkan pusat perhatiannya.

Oliv. Sahabat Naira yang satu ini memang sering menemaninya setiap pagi di perpustakaan.

"Ngeliatin apaan sih sampe senyum-senyum sendirian gitu, kaya orang kesambet," ujar Oliv. Lehernya langsung menengok ke jendela dan menangkap sosok yang amat ia kenali.

"Ra, lo serius?" air muka Oliv berubah drastis saat melihat siapa orang yang membuat sahabatnya ini senyum sendirian.

Naira memilih diam. Pertanyaan itu membungkamnya, bukan hanya lidahnya yang terasa kelu tapi juga hatinya.

"Dia itu Agha, Ra, mantan pacar Risa yang lo comblangin," Oliv mencoba membangunkan Naira yang dianggapnya tidak berpikir jernih. Tapi bagi Naira kata-kata itu bagaikan kilat yang menyambar. Kalimat Oliv merobohkan sesuatu yang telah dibangun Naira belakangan ini.

"Dan Risa itu..."

"Sahabat gue," Naira melanjutkan kalimat Oliv yang sengaja diputus.

"Kita. Gue, pagi-pagi cerah kaya gini gak mau nasehatin orang, tapi karena ini menyangkut dua orang terpenting buat gue, dengan terpaksa gue harus ngingetin lo, Ra,"

Naira hanya diam tidak bersuara, rasanya semua yang ia rasa benar selama ini menjadi teramat salah. Kalimat yang mendeklarasikan bahwa ia adalah orang yang berada dibalik bersatunya Risa dan Agha sangat memukul Naira. Ia seperti dibangunkan dari mimpi yang sangat panjang.

"Lo udah sejauh mana sama dia?"

Pertanyaan yang menyulut emosi Naira akhirnya dilontarkan oleh Oliv. Bukan karena Oliv tidak tahu tentang hubungan Agha dan Naira, ia menanyakan pertanyaan tersebut agar Naira segera sadar.

"Di mata lo, gue suka sama Agha itu salah banget ya?" Naira tidak kuasa menahan emosinya, setitik air keluar dari mata Naira, dan buru-buru dihapusnya.

"Bukan salah, Ra, gue bukan mau ngehakimin lo. Gue mau ngingetin, lo tau kan kasus Igo aja belum sepenuhnya selesai, dan sekarang lo mau buat yang baru?"

"Tapi Risa udah nyia-nyiaiin kesempatan dia, Liv, dia yang nyampakkin Agha," Naira mencoba mengeluarkan pendapat yang selama ini dijadikan alasannya untuk bertahan dengan perasaannya.

Far AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang