24. Hidden

286 21 12
                                    


Hening..

Hanya suara dentingan sendok dan garpu saling beradu yang terdengar saat makan malam ini.

Alfaero tidak mengerti.

Sejak pertemuan ayahnya dengan Cinta, ayahnya menjadi bungkam. Sesekali ia menangkap pandangan kosong sang ayah. Seperti kali ini, ayahnya nampak menatap lurus pada makanannya, sembari sesekali menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulut dengan tenang. Teramat tenang hingga Alfaero merasa tidak nyaman dengan suasana ini.

Sebenarnya apa yang terjadi? Sungguh Alfaero tidak mengerti. Apa hubungannya dengan Cinta? Dan kenapa? Benak Alfaero terus bergulat dengan itu.

Ingin sekali ia bertanya. Namun entah mengapa lidahnya kelu untuk menyuarakan hal itu. Terasa ada sesuatu tak kasat mata yang menghalangi dan mencegahnya untuk mengutarakannya.

Hingga berlangsung lama, Alfaero sudah tak tahan. Ia duduk dengan gusar. Rasa penasaran sudah membuncah dan tak terbendung lagi. Ia harus menyuarakan sesuatu.

"Papa kenapa?", hanya dua kata itu yang mampu ia sampaikan. Untuk saat ini lebih tepatnya.

Wira tersadar dari lamunannya. Ia beralih menatap sang putra, "Ah ya?"

"Papa kenapa?", ulangnya sekali lagi. Kini sudah jelas ada sesuatu yang mengganggu hingga ayahnya tidak mampu menangkap pertanyaannya, walau hanya dua kata yang ia lemparkan.

Wira menyerngit, "Kenapa apanya ya, Al?". Wira masih menatap lurus Alfaero dengan polos. Seolah tidak ada yang aneh dari dirinya.

"Dari Al liat, papa ngelamun terus. Ada masalah pa?". Alfaero bertanya hati-hati. Entah mengapa ia merasa itu bukan perkara yang mudah.

"Tidak ada. Hanya sedikit urusan perusahaan yang bikin papa kepikiran. Tapi bukan masalah besar. Bisa papa atasi kok", Wira berkilah. Bahkan ia menyunggingkan senyum tipis untuk menyempurnakan sesuatu yang ia tutupi.

"Oh, syukurlah", Alfaero ikut tersenyum lega atau lebih tepatnya memaksakan untuk kondisi itu. Kemudian mereka kembali melanjutkan makan malam dengan pikiran masing-masing.

Alfaero memang tidak sepenuhnya lega. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya. Ia merasa ada sesuatu yang ayahnya sembunyikan. Sesuatu yang entah mengapa membuatnya turut tak tenang. Sesuatu yang ia tak mengerti, namun cukup membuat hatinya gelisah.

****


~ Apa Salah Cinta ? ~


Pergerakan jarum jam waker yang di sertai bunyi dari atas nakas, menemaninya yang kini terjaga. Kedua kelopak matanya yang telah lelah, ternyata tidak cukup membantunya untuk segera terlelap. Pikirannya terus melayang pada kejadian siang tadi. Memaksa otaknya terus berpikir. Mencoba menelaah akan sesuatu, namun tak sedikitpun mendapati secercah makna yang tersirat.

Ia tidak mengerti, berapa kalipun otaknya terkuras untuk sedikit memahami. Sikap ayahnya Alfaero sungguh menganggu pikirannya.

Bukan penolakan yang ia dapatkan. Tapi kebungkaman pria paruh baya tersebut yang mengusiknya. Tatapan yang memindai dirinya, namun tidak mengintimidasi. Suara penuh wibawa dan hangat yang pernah di dengarnya lewat sebuah ponsel, tak terdengar siang itu. Hanya kekakuan dan kecanggungan yang kentara terasa. Dan wajah yang nampak sedikit pias.

Semua hal yang tak bisa ia anggap wajar itu sungguh mengganggunya. Mengapa sorot dan raut ekspresi itu tertuju padanya? Di pertemuan pertama yang ia harapkan berkesan dengan baik. Jauh dari prediksi yang akhirnya menghasilkan sebuah teka-teki.

Apa Salah Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang