26. comeback

223 27 17
                                    



"Al..va..no", Jihan berujar lirih. Kedua tangan yang terlampir di sisinya ia genggam dengan erat—nampak menahan sesuatu yang hampir menyeruak dalam dirinya.

Cinta menoleh. Ia sedikit bingung dengan sebuah nama yang baru saja Jihan gumankan. Bukankah nama ayah Alfaero adalah Wira?, "Ibu kenal dengan ayahnya Alfaero?", tanyanya bingung.

"Apa? Dia ayah Alfaero?", Bukan Jihan yang bertanya, namun nek Arsih yang menunjukkan rasa keterkejutan itu. Cinta hanya mengangguk dengan bingung. Sedangkan Jihan menunjukkan reaksi yang sama sekali tidak dapat Cinta terka.

"Jadi begitu..", nek Arsi berujar dengan sinis. Entah mengapa Cinta dapat menangkap kilat kebencian yang terpancar dari sorot matanya.

"Ibu dan nenek kenal dengan Pak Wira?"

"Aku—"

"Tentu-sangat-kenal!" Jihan memotong cepat penjelasan Wira. Sama seperti nek Arsih, Jihan pun berujar dengan sinis. Sembari menatap tajam pada Wira, ia kembali berujar, " Dia dulu ngekos di kosan ibu di Jakarta. Lalu kabur begitu saja meninggalkan hutang yang sangat banyak"

Hutang? Jadi Pak Wira berhutang pada nenek dan ibunya?

"Aku minta maaf.. ", Mata Wira terlihat sendu. Tergambar jelas rasa penyesalan yang amat besar di dalam sana.

JIhan berbalik dengan cepat—beranjak ke dalam rumah—mengabaikan permohonan maaf yang diutarakan Wira.

"Jihan tunggu! Aku minta maaf!", Wira meneriakinya, namun Jihan terus mengabaikan—solah ia tidak mendengar apapun lagi saat ini.

"Kau pikir dengan minta maaf dapat membayar semua hutang-hutang mu? Lebih 20 tahun, kau kabur! Dan baru sekarang kau meminta maaf?"

"Ibu, aku--- "

"PERGI! Tidak ada lagi yang perlu kau bicarakan!", Sama seperti Jihan, Arsih pun segera beranjak ke dalam rumah—segera menyusul putrinya.

Cinta hanya manatap bingung pada situasi yang terngah terjadi. Sebenarnya ada apa? Seberapa banyak Wira berhutang hingga ibu dan neneknya nampak begitu membenci ayah Alfaero.

"Pak Wira, sebenarnya apa yang terjadi?"

Wira beralih menatap Cinta. Ia tersenyum getir pada gadis yang nampak seperti copyan Jihan itu, "Seperti yang ibumu bilang, aku berhutang banyak pada mereka. Dan kesalahan ku karena aku kabur begitu saja saat itu", lirihnya.

Cinta bungkam, ia tidak tahu harus merepon apalagi saat ini. Jelas ia masih bingung. Sedangkan Rahma dan Aisyah hanya dapat diam. Tidak mau berkomentar apapun tentang masalah yang memang tidak seharusnya mereka campuri.

"Aku akan pulang dulu. Besok aku akan kembali lagi untuk memohon maaf pada ibu dan nenekmu. Aku akan terus menemui mereka hingga mereka mau memaafkan ku"

Cinta menggaguk. Ia memang tidak tahu harus berkomentar apa karena ia memang tidak tahu apa yang telah terjadi.

Wira mengulas senyumnya tipis. Ia mengusap puncak kepala Cinta, "Jaga ibu dan nenekmu ya", ujarnya sebelum benar-benar melangkahkan kakinya beranjak dari sana.

"Kita juga harus pulang dulu, nak. Biarkan ibu dan nenekmu berdua dulu. Pasti saat ini mereka tidak ingin diganggu"

Cinta hanya dapat mengangguk menuruti ibu asuhnya itu. Mereka pun segera kembali ke panti—memberi waktu pada ibu dan neneknya berdua.

Aisyah tahu—tentu Aisyah tahu duduk persoalannya di mana. Karena itu ia menganjurkan hal itu. Jihan butuh sendiri saat ini. Setelah dua puluh tiga tahun pria itu meninggalkannya, baru saat ini Alvano Wira Atmaja muncul. Jihan dan nek Arsih tentu tersakiti karena ini. Hutang yang begitu besar ditinggalkan oleh pria itu.

Apa Salah Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang