Parah banget sih.
Kayaknya semua nganggep gue adalah tuyul. Sialan, jadi kebuka deh kedok gue sebagai si cewek cebol. Tapi hebat juga reaksi anak-anak itu. Pada takut semua tuh kayaknya. Termasuk kakak gue siScarlet, yang tadi tegar tengkuk tiba-tiba jadi kayak keju busuk.
Gue sengaja matiin lampu ruangan agar semuanya sempat keder dan takut hingga gue punya 'celah'. Kalo nggak, Ruang OSIS ini bakal ada demo kecil. Dan kalo itu udah terjadi, mampuslah semua anak OSIS!
Jadi gue yang dari tadi mengkeret ketakutan di balik rok si Scarlet, gak mau dianggep pengecut aja. Enak aja, ngapain gue masuk tapi gak ada jasanya sama sekali? Akhirnya ketika semuanya sedang serius dengan ucapan Scarlet yang menohok banget, gue yang kasat mata ini Langsung koprol di lantai. Tanpa sepengetahuan semua orang, gue mengendap-endap ke steker lampu. Sebelum ada yang menyadari, secepat kilat gue menekan semua steker lampu yang ada di dinding hingga semua lampu mati.
Dan dasar gue punya otak psikopat, gue ambil pisau yang terletak di laci Meja OSIS yang dipakai untuk kegiatan memasak. Lalu gue mengikat rambut gue, mengondenya, hingga terlihat seperti anak botak.
Dan ketika gue berjalan ke arah mereka, gue bisa melihat semuanya takut sama gue. Seolah-olah Raja Neraka, Lucifer, berjalan di belakang gue dan menuntun gue agar semua takut sama gue. Yah mungkin saat gue berjalan itu, Lucifer beneran menuntun gue.
Hush, gue mikir apaan sih?! Nggak mungkinlah!
Gue bisa melihat ekspresi Chuck yang jujur aja, kocak banget. Hampir saja gue ketawa, abis tampangnya kayak bayi baru disodori laba-laba, sih. Lalu ekspresi Vivi, tetap kalem meski matanya jadi belok banget. Scar, seperti yang sudah kukatakan, seperti keju busuk. Gue tidak sempat melihat wajah Nojiko.
Tiba-tiba seseorang berdiri tegap di depan gue dan orang itu menyalakan senter yang ia bawa. Sialan, gue disinarin! Dan ternyata yang menyinari gue adalah Kak Mandy, anak cewek paling tomboy sekaligus paling pemberani di SMA Pemhara. Dia anak 12 IPA 2, dan dia adalah anak OSIS lama.
Setelah Mandy menyinari wajah gue yang terlihat bete banget, gue bisa mendengar semua anak-anak di ruangan itu Langsung berseru lega. Gue bisa melihat ekspresi Vivi yang terlihat sangat lega. Gue tau, sejak dulu dia takut dengan tuyul. Dia pasti mengira gue adalah tuyul sungguhan. Cih, padahal ia memanggil cowoknya dengan sebutan tuyul.
"Hellena!" desah Chuck lega. "Ya ampun, ngapain sih elo berlagak-lagak begitu? Hei, Kembar Empat, ngapain sih kalian semua disini? Jelas-jelas cuma dua orang yang OSIS, ngapaen duanya lagi kesini juga!"
Argh, bener juga.
"Maaf." Kata gue datar.
Gue baru sadar ruangan ini masih gelap, hanya ada sinar dari luar, itupun kecil sekali hingga ruangan ini betul-betul gelap. Gue nyaris nggak bisa melihat anak-anak OSIS lain. Mandy-pun sudah mematikan senternya, hingga ruangan kini gelap lagi dan gue jadi persis tuyul asli.
Meski si Chuck songong banget, tapi gue tau ucapannya benar. Tapi gue merasa, seenggaknya gue harus membalas ucapannya. Dan untuk membalas ucapannya yang sayangnya menohok banget, gue perlu songong juga. Yap, gue harus manfaatin kegelapan ruangan ini. Yeah. Gue harus nakut-nakutin dia. Mwahahaha....!!!
Gue berusaha kalem, dan gue mengangkat pisau di tangan gue tinggi-tinggi. "Diam atau gue tusuk elo dengan pisau ini," kata gue dengan nada tajam meyayat. Kemudian gue berjalan dengan gagah ke arah Chuck. Gue yakin hanya gue yang bernafas sekarang. Semua sekarang sedang menahan nafas. Bahkan keributan di luar juga berhenti.
Mereka asyik menonton.
Sial, emangnya ini tontonan gratis?
Chuck tergagap, kaget. "Tolong!" teriaknya. "Vivi! Nojiko! Scarlet! Adek kalian psikopat nih!" teriaknya, ketakutan. Gue melihat wajah Chuck pucat dan itu terlihat lucu banget. Gue pengen banget ngakak selebar-lebarnya, tapi gue tau, gue harus berusaha terlihat menyeramkan. Gue semakin mendekati Chuck. Pisau daging yang mengerikan itu masih gue pegang, erat-erat. Padahal tadi gue berusaha berwibawa dan terlihat menakutkan. Tiba-tiba gue memiliki keinginan yang membuat gue ingin cepat-cepat melakukannya. Dan jujur, keinginan itu sungguh berbahaya.
Gue benci pada Chuck, dan kini gue hendak membunuhnya.
Ya gue akan membunuhnya! Tekad gue keras.
Sungguh, gue membencinya.
Benci. Kata itu terus mengalir dalam diri gue, membuat gue ingin sekali menusuk kepala Chuck dengan pisau daging raksasa ini.
Apa sih maksudnya, menghapuskan masa depan Vivi? Tidak tahu ya, ini kesempatan besar untuk Vivi?
Gue mengangkat pisau gue lebih tinggi lagi. Seseorang menjerit takut. Ruang OSIS seketika menjadi gaduh, dan mereka berusaha menyerang dan merebut pisau tersebut. Gue menggeram marah dan gue mengangkat pisau itu lebih tinggi lagi, tepat di atas kepala Chuck. Gue melihat Chuck melongo, bibirnya membentuk huruf O. Ia berusaha melindungi kepalanya. "Terlambat," kata gue. "Detik ini juga, lo harus mati."
"Jangan, Hellena!" teriak Chuck, air mata mulai memenuhi rongga matanya. "Gue...gue gak bisa. Nyokap gue janda, Hellena, tolong jangan bunuh gue. Kasihan nyokap gue, gak bisa apa-apa tanpa gue. Dan ada lima adek gue yang masih harus gue asuh..."
Tanpa banyak cincong gue memejamkan mata, lalu menghunuskan pisau itu ke kepala Chuck. Gue membuka mata gue. Kulihat pisau itu, sebagian sudah tertanam di kepala Chuck. Darah mengalir dari kepala Chuck, dan pisau itu jadi kotor karena darah. Dan gue bisa mendengar seluruh dunia menjerit keras-keras. Bahkan gue juga.
Oke, gue syok sama apa yang gue lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse ✔️
Mystery / Thriller[COMPLETED IN 19/7/2015] [Rating : 13+, thriller, blood] Kebencian adalah sumber awal dari kematian. Itulah yang Astrid ketahui setelah ia membenci empat gadis di kompleks perumahannya : Vivi, Nojiko, Scarlet dan Hellena. Kebenciannya pada empat gad...