18 - Alvaro (Part II)

5 4 0
                                    

"Vivi! Hoi! Ngapaen lo?? Tumben dandan! Mau kemane? Kondangan?"

Gue melihat Vivi, rambut hitamnya berkibar-kibar, wajahnya diberi bedak tipis, bibirnya diberi lipgloss tipis, dan matanya diberi eyeshadow tebal. Ya ampun, dia beneran kayak bintang artis top! Bahkan menurut gue, nggak ada lagi cewek yang ngalahin cantiknya dari pada Vivi! Bahkan, Angelina Jolie, Taylor Swift, Avril Lavigne, Emma Stone, cewek-cewek keren itu, gue rasa nggak secantik Vivi kini.

"Beneran? Makasih, Bangke!" teriak Vivi sambil menyeringai. Tumben, dia pakai dress pendek. Perasaan gayanya rada tomboy deh. Dressnya simpel banget, hanya sampai selutut saja sih. Tapi agak heran juga. Mau dress pendeknya seberapa, seingat gue, Vivi benci memakai dress. Dressnya terlihat tipis, berwarna hitam pekat, ujungnya mencapai lutut Vivi. Terus terang aja. Ini bukan gaya Vivi yang sebenernya.

"Pakaian lo aneh banget, Vi," komentar gue.

"Emang. Biasa, gaun jadul dengan tema dracula's daughter," Vivi ngakak. "Yah, sebenernya ini gaun bagus, tapi kalo gue yang pake..."

"Mau seaneh apapun, lo tetep cantik kok," kata gue menenangkan. Sialan, sejak kapan gue suka gombal cewek?! Bahkan gue jarang ngegombalin pacar gue sendiri. Gue terlalu ngerasa....aneh kalo gombal cewek.

Vivi nyengir. Sepatu hak kecil hitamnya menepuk-nepuk lantai dengan keras. Ditepuk-tepuknya gue sekitar sepuluh detik. "Makasih, Bangke, lo baik banget dah!"

Sialan, gue malah dipanggil bangke terus sama dia. Tapi nggak apa-apalah. Gue tersenyum melihat cengiran usil cewek itu. Banyak banget cowok yang naksir sama Vivi tapi ogah nembak dia. Soalnya cewek ini emang usil banget sih. Sementara diantara kami cowok-cewek kalo pacaran ngomong aku-kamu dengan panggilan sok romantis begitu, gue dan Vivi malah tetep pake lo-gue dan malah saling ngejek dengan panggilan seburuk mungkin.

Yah mungkin itu kenapa gue sama Vivi cocok, tapi sama Paula nggak.

"Ada apa?" tanya gue, heran aja karena Vivi tiba-tiba menghentikan gerakannya yang jujur aja, aneh banget dan bukan gayanya. Eugh...jangan-jangan ini Nojiko? Halah, nggak mungkin banget. Ngapain gue tiba-tiba mimpiin Nojiko? Emang gue kesambet apaan, coba? Kalo gue mimpiin Nojiko, bisa-bisa gue dicampakkin si Vivi nanti.

"Gue nggak kenapa-napa kok, Jer," kata Vivi sambil memamerkan giginya yang putih bersih. "Oh ya Jer, gue mau kasih tau elo sesuatu cuma gue ragu...." tiba-tiba Vivi menunduk. Rambutnya yang lurus dan tipis itu menutupi mukanya. Kalo di situasi lain pasti gue udah ngejek si Vivi. Tapi ngeliat dia kayak sedih banget gini....hmm...tau diri dikitlah, mana mungkin gue ngakak?!

"Kenapa, Vi?" tanya gue agak khawatir.

"Gue..." Vivi tergagap, kemudian wajahnya memutih karena pucat. "Jer, gue rasa kita sebentar lagi bakal pisah deh!"

Apa?! Gue sama Vivi lagi nggak main di acara 3G kan?! Kalian tau acara TV yang namanya 3G itu? Setiap anak yang lagi asyik pacaran di mana aja pokoknya di Indonesia ini harus hati-hati. Jangan sampe momen romantis kalian terekam oleh para produser dan kameramen acara 3G karena udah pasti adegan romantis kalian dengan pacar kalian itu bakalan dijadiin bahan tertawaan di TV.

Ngerti singkatan dari 3G kan? Kalo belum, gue kasih tau aja. Gokil, Gombal, Gila.

Tiba-tiba gue melihat hal yang bikin gue syok. Vivi menangis! Nangis, woi, nangis! Gila kan? Gue bisa melihat eyeshadownya dan bulu matanya yang diberi maskara langsung rusak. "Sori," kata Vivi. "Sori, Jer, tapi gue harus ngaku kita bakal putus. Putus secara paksa gara-gara gue sama lo dipisahin secara paksa."

Gue merasa ada blitz kamera baru menyilaukan mata gue. "Apa?" tanya gue, tertawa kering. "Vi, lo bohong, 'kan?"

Vivi mengusap matanya. Maskara dan eyeshadownya semakin rusak. "Gue nggak bohong, Jer!" seru Vivi. "Lihat ini," Vivi memberikan setumpuk kertas ke gue. Mata gue terbelalak melihat betapa banyaknya kertas yang diberikan Vivi.

The Curse ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang