"Alvaro...Alvaro...heh, bangun lo!"
Mata gue berkerjap-kerjap, menahan sinar lampu yang sangat kuat diatas kepala gue. "Apaan?" balas gue lemas.
"Apaan...apaan... lo pingsan, tau nggak!"
Di atas muka gue, tampak tiga wajah ; Bu Angela, Scarlet, dan Nojiko.
"Scar..." Gue bergumam. Scarlet menatap wajah gue dalam. "Apa?" tanyanya.
Gue bertanya dengan lirih dan hati-hati, "Scar, Vivi beneran mat...eh meninggal...?" tanya gue. Sumpah, gue masih belum percaya dia adalah Vivi. Nggak...nggak mungkinlah dia Vivi. Pasti cewek lain.
"Ya gitu, Jer," Scarlet tersenyum sedih. Matanya sepertinya bengkak, membuatnya terlihat seperti panda. "Jer... gue harap elo tabah, ya."
"Iya nggak apa-apa, Scarlet. Lo juga ya," Kata gue tersenyum sedih. Kemudian gue bangkit. "Gue mau pulang," kata gue lirih.
Scarlet menatap gue seakan gue baru bilang gue mau mati bunuh diri loncat dari gunung. "Jangan, Jer. Jangan sendirian! Lo gak serius, 'kan?!" larang Scarlet kagok.
"Gue serius. Gue mau sendirian," seru gue keras. Scarlet terdiam ketika gue mulai berlari. Gue gak mau ngeliat ada yang memergoki gue sedih karena kematian pacar gue.
"Biarkan dia," kata Bu Angela bijak. "Tentu saja dia sedih. Pacarnya meninggal---di tanggal 14 Februari---yang harusnya jadi hari manis baginya."
Mendengar itu, mata gue mulai berkaca-kaca. Oh sial, kenapa gue harus pake acara nangis-nangis nggak jelas begini? Tapi ya mau gimana lagi. Nangis ya, ya udah.
Gue terus berlari, lari dan lari. Tujuan gue : sampai di rumah, dan berharap ini hanya mimpi buruk belaka.
***
"Alvaro...Alvaro!!!"
Samar-samar, dalam mimpi gue, gue mendengar suara nyokap gue. Tapi gue cuekin. Gue masih ingin tidur. Gue gak mau lagi menjalani hidup. Gue bosen hidup. Udah nggak ada si bandel Vivi yang ngegoda gue di sosmed. Oke, sepertinya setelah ini gue udah nggak membutuhkan HP.
"Al... kamu..." kini gue mendengar suara nyokap gue deket banget.
Gue membuka mata. Gue Langsung menatap wajah nyokap gue yang wajahnya persis di atas wajah gue. "Mau lo apa?" tanya gue pelan. Nyokap gue Langsung melotot, bikin gue jadi keder. Gue bingung kenapa nyokap gue melotot gini. Serentak gue teringat tadi gue manggil nyokap gue, 'lo'.
"Eh maksudku Mama... Mama mau apa?" tanya gue.
Nyokap gue menyerahkan HPnya yang canggih. "Ini, tadi Mama dapet SMS dari mamanya pacar kamu. Katanya pacarmu meninggal, Al...."
Gue mendengus sedih. Oke, kesannya gue mengasihani diri banget. Oke, kalo mau jujur, gue emang sedang mengasihani diri gue. Hari ini tanggal 14 Februari 2015, gue hanya sempat tidur beberapa jam, sekitar tiga jam. Kedua, bukannya hari ini bisa beria-ria dengan Vivi, gue malah hanya bisa menatap kosong history chat gue sama dia. Coba kalo gue bisa baca chatnya gue yang pertama kali sama dia sampe yang terakhir. Sayangnya, pasti otomatis beberapa sudah terhapus. Selain itu, itu sama sekali tidak mengembalikan Vivi ke dunia ini. Gue juga hanya bisa menatap foto-fotonya yang diem-diem gue save tanpa sepengetahuan satu orangpun.
Gue pengen bangetseneng-seneng sama dia hari ini.
Hanya sayangnya ...
Orang yang mau gue ajak seneng-seneng gak ada. Nyakitin bagaimana kita masih bisa melihat wajah yang persis orang yang kita sayangi yang sudah mati. Apa kalian ngerti maksud gue? Maksud gue, kalian 'kan tau... Vivi itu anak kembar dari empat bersaudara (meski kini lima), dan Nojiko dan Scarlet memiliki wajah yang persis dengan Vivi, hanya aja gak secantik Vivi. Gue hanya berharap Nojiko tidak menghilangkan kebiasaan mengikat rambutnya. Kalo dia mengurai rambutnya, wajahnya jadi bener-bener persis Vivi dan gak lucu kalo tiba-tiba gue nangis bombai di depan umum gara-gara teringat cewek yang gue sukai karena melihat wajah adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse ✔️
Mystery / Thriller[COMPLETED IN 19/7/2015] [Rating : 13+, thriller, blood] Kebencian adalah sumber awal dari kematian. Itulah yang Astrid ketahui setelah ia membenci empat gadis di kompleks perumahannya : Vivi, Nojiko, Scarlet dan Hellena. Kebenciannya pada empat gad...