"Mama! Sean pergi dulu ya! Udah telat nih buat lomba! Bye, Mom! Pa, Sean pergi dulu," pamit Sean sambil menyalami Papanya dan berteriak agar Mamanya yang berada di dapur dapat mendengarnya.
"Sean! Jangan lari-lari, nak. Jangan ngebut bawa motornya."
"Iya. Dah." Dan Sean melajukan motornya ke tempat lombanya.
Selvia dan Troy hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat anak pertamanya seperti itu. "Mirip banget sama kamu, Ma, waktu kamu masih muda." Troy memeluk pinggang istrinya itu mendekat.
"Papa. Jangan macem-macem ya," peringat Selvia. Troy merenggut mendengarnya.
"Yah. Padahal Papa mau buat adik buat Sean dan Marsha."
Selvia melepaskan tangan suaminya itu dan berbalik menatapnya. "Tang benar saja. Sudahlah, sebentar lagi Marsha turun. Jangan macem-macem."
#SEVENTEEN#
Syukurlah gue gak telat datengnya, telat dikit sih, batin Sean.
"Se-an! Kesini kamu!" Mati gue.
Sean mengangguk dan berlari mendekati pelatihnya, "Bapak. Nama saya kan bacanya Shon atau Shan, bukan Se-an. Gimana atuh, Bapak."
"Diam. Kamu ini, ketua tapi datengnya telat terus," omel Pak Haris.
"Iya, Pak. Maap. Telat bangun saya."
Pak Haris hanya bisa menghela nafasnya kasar. Bukan sekali-duakali Sean datang telat saat lomba. "Yauda, sana. Bersiap sana."
Sean mengeluarkan cengiran khasnya dan bersiap.
...
"Go, Fireball!" Mereka mulai menempati tempat mereka masing-masing.
Dan permainan dimulai.
Pertandingan yang cukup sengit. Sampai Sean harus bermain dengan serius. Sean banyak menshoot threepoint, dan itu tidak usah diragukan lagi.
"Dan lagi-lagi, Sean Derellio dari tim Fireball kembali melakukan threepoint," ujar sang pembicara.
Begitu seterusnya. Sean terus menerus melakukan threepoint jika ada kesempatan.
Dan sampai akhirnya, Sekolah Mega Angkasa Internasional kembali membawa tropi kemenangan.
Sean dan teman-temannya tertawa bersama sambil sesekali bermain seiring mereka berjalan.
Bugh!
Mata ketemu mata. Sean tak sengaja menabrak cewek yang sedang ia peluk ini saat ingin menangkap bola lemparan dari temannya.
Sean mengerjapkan matanya dan membantu gadis itu berdiri. "Ma-"
"Kalo jalan liat-liat dong! Gimana, sih." Cewek itu merapihkan pakaiannya dan pergi. Meninggalkan Sean yang hanya bisa terpaku disini.
Tap!
"Sob. Napa lu?"
Sean kembali mengerjapkan matanya. "Gila tuh cewek. Jutek abis. Tapi cakep. Siapa sih dia? Lu tau gak, Bri?"
"Yang mana? Yang tadi lu tabrak?" tanya Brian.
"Iyalah."
Brian mengangguk paham. "Dia itu Hedya Noretta. Manajer klub basket, penggantinya Kak Nadia. Masa lu gak tau sih?"
Sean menggeleng. "Kaga."
"Ck. Elu sih, pulang latihan langsung pulang. Dateng latihan juga telat. Mana bisa ketemu dia. Tidur mulu sih lu."
"Bawel dah lu. Cewek cowok sih lu?"
Brian melotot mendengar kalimat yang dilontarkan Sean, sedangkan Sean bersikap biasa saja.
"Oh, Hedya Noretta."
"Woi, kapten abal!" Sean menoleh kearah suara dan mendapati cengiran mengejek dari kapten basket lawannya hari ini.
Sean mendekati orang tersebut. "Maksudnya apa lu bilang kayak gitu?" Sean mendorong tubuh orang itu.
Bukannya membalas, orang itu malah menyengir mengejek lagi. "Wowowow. Selo. Tapi kenyataannya lu emang kapten abal kan?"
Sean mulai mendidih dengan ucapannya. "Jaga ya omongan lu!" Ya, Sean memang temperamen. Lebih tepatnya, sensitif.
Lagi-lagi cengiran mengejek yang dikasih. "Buktiin kalo lu emang bukan kapten abal. Kapten, kan? Tenar dong di sekolah? Iya dong? Gue aja tenar. Masa elu kagak," katanya yang membuat teman setimnya tertawa.
Brian sudah menahan Sean agar tidak bertindak ceroboh. "Apa. Mau. Lu, Farel?!" geramnya.
"Woles. Gue cuma mau ajak lu taruhan. Tadi gue liat ada cewek cantik tuh. Lu harus dapetin dia. Paling lama bulan Desember udah harus jadi. Dan seminggu kemudian lu putusin dia. Gampang, kan? Ini masih bulan Oktober. Masih ada sekitar 2 bulanan buat dapetin dia. Buktiin kalo lu itu bukan kapten abal," kata Farel meremehkan.
Sean menggeram. Begitu juga Brian yang menatap Farel sengit. "Gini ya. Apa hubungannya kapten abal sama dapetin Hedya? Gak ada hub-" kata-kata Brian terpotong sama sahutan Sean yang membuat Brian kaget.
"Gue terima." Brian langsung menatap Sean.
"Sean. Lu gila ya? Lu gak inget-"
"Cukup. Gue terima tantangan lu, Rel."
Farel tersenyum dengan pedenya. "Oke. Gue tunggu kabar dari lu, kapten abal," kata Farel yang pergi meninggalkan mereka.
"Lu gila, Sean." Brian juga meninggalkan Sean sendiri. Dan Sean baru sadar apa yang ia lakukan.
Mau nyesel, udah terlambat. Penyesalan datang terlambat.
19 Juni 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
Teen FictionSemua berawal dari taruhan yang Sean dan Farel buat terhadap Hedya Noretta, manajer ekskul basket Sean yang baru. Dan seperti kisah kebanyakan di luar sana, Sean dan Hedya jadi saling suka dan pacaran. Dan usaha Sean mendekati Hedya, dimulai dari wi...