12 tahun kemudian.
Sean POV.
Ah. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menapaki kaki di Indonesia. Bukan rasanya sih, tapi memang sudah lama. 12 tahun. Menempuh pendidikan SMA tahun ketiga dilanjuti dengan kuliah kedokteran di negera orang lain, membuatku rindu akan negeraku sendiri. Sekarang setelah mendapati lisensi dan ijin praktik sebagai dokter spesialis bagian jantung, aku sudah bisa kembali ke Indonesia. Ah, jadi kepikiran dengan dia kalau kembali ke Indonesia. Apakah dia baik-baik saja?
Hm. Sudahlah Sean. Lupakan.
Seperti biasa dong. Kacamata sudah terpakai, rambut... Ku rapihkan rambut dengan tanganku dan tersenyum puas. "Sudah pasti ganteng. Gak usah liat kaca." Yap. Sudah keren.
Dengan koper besar di tangan kanan dan tangan kiriku memegang tali ransel yang tengah kupakai, aku berjalan keluar dari tempat imigrasi.
Sekarang, dimana mobil jemputan ku? Mataku menyisir sekitar, menebak yang mana mobil jemputanku.
Tapi ini kenapa tidak ada papan atau kertas yang terangkat untuk menjemputku ya? Ku raih ponsel dari saku celana dan menekan angka 4.
"Halo."
"Siapa ya?"
Kupejamkan mataku menahan amarah.
"Ka. Balikin hapenya ke Marsha. Gue mau ngomong sama dia. Cepet." Dia itu tunangannya Marsha. Bener-bener dah. Heran banget aku tuh si Marsha bisa mau sama dia.
"Hehehe. Sabar, elah. Cha. Kak Sean nih."
Ku ketuk-ketukkan kakiku di lantai. Lama amat heran. "Halo?"
"Ck. Suara lu gak usah sok manis gitu. Mentang-mentang ada doi. Dia juga udah liat badan lu juga."
Eng... Jangan terkejut. Mereka memang masih tunangan. Dan waktu itu mereka berdua tinggal di England untuk kuliah. Selama disana, dengan persetujuan kedua orangtua dua manusia itu, mereka diperbolehkan untuk tinggal satu apartment. Tapi tiba-tiba pas aku lagi kebetulan sedang libur, dan aku berlibur ke England, aku malah melihat cowok itu bertelanjang dada hanya memakai boxer. Aku kira itu wajar. Tapi ternyata adikku keluar dari kamar bertuliskan 'K' di pintunya hanya dengan baju mandi. Waktu itu Marsha pernah cerita kalau kamarnya bertuliskan huruf M. Sedangkan cowoknya bertuliskan K.
Aku yang kalang kabut langsung meninju cowok itu habis-habisan. Dan untungnya cowok itu tahu kalau dia salah. Dia tidak membuat alasan atau berusaha untuk menghentikkanku.
Setelah tenang, mereka baru cerita. Karena mereka sudah sidang, dan hanya menunggu wisuda, mereka jadi kesenengan. Biasa mereka minum wine. Sudah biasa. Tapi malam itu mereka minum sampai mabuk dan berakhir diatas kasur.
"Tapi dia pake pengaman kok. Aku juga."
Aku hanya bisa menahan amarahku. "Bukan masalah itu Marsha! Kamu itu belum nikah. Udah maen ena-ena aja! Dimana harga diri kamu?! Kalo nanti papa mama tahu gimana?"
Cowok itu memeluk Marsha yang sudah sesenggukan. "Saya juga bakal nikahin Marsha kok, Kak. Setelah wisuda nanti, kami akan bertunangan. Masalah uang gak usah khawatir. Mama saya sudah memberikan saya perusahaannya. Jadi Kakak gak usah khawatir." Saat itu, walaupun aku masih kalap, tapi aku bisa melihat pancar serius di matanya. Akhirnya aku menyetujui tidak akan memberitahukan hal ini pada siapapun.
Ini sudah 3 tahun sejak mereka tunangan. Katanya orangtuaku mau menungguku selesai kuliah baru mereka boleh menikah.
"Ck. Gak usah gitu juga kali ngomongnya." Terdengar decakan kesak Marsha diujung sana. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
Teen FictionSemua berawal dari taruhan yang Sean dan Farel buat terhadap Hedya Noretta, manajer ekskul basket Sean yang baru. Dan seperti kisah kebanyakan di luar sana, Sean dan Hedya jadi saling suka dan pacaran. Dan usaha Sean mendekati Hedya, dimulai dari wi...