22

60 3 0
                                    

Selvia melirik jam dinding di ruang tamu. Sudah pukul lima sore, tapi Sean tumben belum pulang. Biasanya memang pulang malam, tapi, Sean pasti mengabari kalau sudah lewat dari jam lima sore, atau Sean akan pulang dulu untuk mengganti bajunya, baru pergi lagi.

Brak!

Selvia tersentak kaget begitu mendengar pintu dibanting. Dan tambah kaget begitu melihat kalau ternyata Sean yang bisa jadi membantingnya.

"Yan! Banting lagi, Mama suruh Papa gak kasih kamu uang jajan sebulan ya. Entar pintunya rusak. Astaga anak ini."

"Sean cape. Keatas dulu." Ia berlalu begitu saja menaiki tangga tak mengindahkan kata-kata Mamanya barusan. Di pertengahan anakan tangga, ia berhenti tanpa menoleh. "Ma, tolong bantu Sean. Batalin perjodohan bodoh itu. Sean permisi." Setelah itu, ia benar-benar berlalu, disertai bantingan pintu, lagi.

Sean membuang tasnya sembarang tempat dan mandi air dingin. Untuk mendinginkan kepalanya tentu saja. Kepalanya terus berputar pada cewek satu itu. Yang mengganggu Hedya.

Jelas sekali kalau Manda itu dibantu seseorang, atau mungkin, ia disuruh seseorang. Karena untuk menyekap Hedya itu tak mungkin hanya sendirian. Lagipula, Manda itu anak baru, mana mungkin ia punya kunci gudang. Dan lagi, kalau ia memang menyekap Hedya, apa yang membuatnya menyekap Hedya? Dia kan anak baru, dan Hedya bukan tipe cewek yang suka nyari gara-gara sama orang yang tidak ia kenal.

Kesal. Tentu saja ia kesal. Siapa juga yang tidak akan kesal kalau gadisnya diganggu.

"Liat aja nanti. Gak akan gue biarin tuh cewek."

Tok tok tok

"Masuk."

Dan ternyata yang mengetuk pintu kamarnya tadi adalah orang yang paling tidak ingin ia lihat saat ini.

"Nanti malam, akan ada pertemuan lagi. Kamu wajib datang."

Sean menghela nafasnya lelah. "Oma, Sean gak mau dijodohin. Emangnya tuh sekarang jaman Kartini sama Siti Nurbayah? Lagian Sean sudah punya pacar sendiri."

"Tidak ada alasan. Jam tujuh malam, turun ke ruang makan. Jangan kabur." Setelah itu, Oma keluar dari kamarnya. Meninggalkan Sean sendiri yang mencak-mencak dan mulai meninju samsak yang tergantung dipojok kamarnya.

Kesal. Sungguh.

Siapa juga yang tidak kesal. Dia sudah punya pacar, dan dia sayang banget sama Hedya. Kenapa Omanya harus menjodohkannya dengan orang yang tidak ia kenal.

Bagai ada lampu bohlam terang diatas kepalanya, Sean meraih hapenya dan menghubungi kedua teman bodohnya itu.

Berharap saja kalau rencananya kali ini berhasil.

###

"Bos. Cepet, Bos. Turun cepet."

"Sabar, nyet. Susah ini. Aduh kenapa juga waktu itu gue minta kamar di lantai tiga. Susah kabur kan jadinya."

Ya, dia sedang kabur sekarang. Mencoba turun dari kamarnya di labtai tiga, lewat balkon. Tentu saja ada Brian dan Ion membantunya dibawah.

Setelah berhasil menapak tanah, ia dan kedua orang itu berjalan perlahan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara. "Yakin rumah lu gak dijaga?" tanya Brian.

"Harusnya engga."

Karena ia sudah besar sekarang dan ini bukan rumah Omanya, harusnya tidak ada yang menjaga.

Kejadian ini pernah terjadi pada mereka waktu Brian dan Sean masih kelas 2 SD. Saat itu, Sean sedang dititipkan di rumah Omanya karena Selvia dan Troy harus meeting diluar negeri untuk jangka waktu yang panjang. Bosan karena didalam rumah terus, akhirnya Sean mengajak Brian bermain sepeda mengelilingi kompleks, tapi saat Sean meminta ijin, tidak dikasih oleh Omanya. Walaupun sudah merengek, tetap saja tidak dikasih ijin.

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang