29

45 4 0
                                    

Sejak istirahat pertama tadi, Sean tidak melihat Hedya lagi. Banyak yang berkata padanya untuk tidak usah terlalu memusingkannya. Mungkin Hedya mau jadi anak nakal sesekali. Tapi masalahnya Sean tahu Hedya tidak akan seperti itu.

Sekarang, sampai pulang pun, Sean tidaj melihat Hedya. Bel pulang berbunyi, Sean langsung menerobos kerumunan murid, menyusuri tiap kelas, tiap lantai, tiap sudut. Untuk apa? Tentu untuk mencari Hedya. Tapi tidak ditemukan jejak-jejak Hedya.

Di tangannya terdapat tas sekolah Hedya. Sekarang, Sean hanya punya pikiran positif kalau Hedya sudah pulang duluan ke rumah tanpa membawa tasnya. Motornya melaju cepat menuju rumah gadisnya itu.

Dak dak dak

"Hedya!"

Dak dak dak

"Hedya!"

"Sebentar."

Tak lama pintu terbuka, menampilkan pembantu rumah tangganya yang baru. Bi Siti. Karena yang lama pulang kampung dan tidak akan kembali. Pensiun.

"Bi. Hedya ada gak?"

"Non Hedya?"

Sean mengangguk. "Ada, kan?"

Bi Siti menggeleng. "Belum, Den. Tidak ada Non Hedya di dalem."

Astaga. Boleh Sean khawatir sekarang? Bagaimana Hedya bisa tidak ada di sekolah dan di rumah. Dia bukan tipe cewek yang suka pergi-pergi tanpa bilang.

"Yakin gak ada, Bi?"

Bi Siti mengangguk. "Iya, Den."

Tanpa berpikir lagi dia melajukan motornya ke rumah teman-temannya Hedya. Aurel dan Melina. Dan tau apa yang mereka katakan? Tidak ada.

Tangannya dengan cekatan menelepon Brian. "Bri. Hedya gak ada."

"Seriusan lu, Bos?"

"Serius lah. Masa gue ngeboong tentang ginian."

"Kenapa? Kenapa?"

"Si nyonya bos ilang."

"HAH? SERIUSAN?! ANJIR, BOS. LU KEMANAIN NYONYA BOS?!"

Saking kencangnya Ion bicara di telepon, Sean sampai menjauhkan hapenya dan menghembuskan nafasnya kasar. Kalau Ion sedang ada di sampingnya sekarang, mungkin laki-laki itu sudah habis ia hajar. Tapi sekarang tidak ada.

"Bri. Jauhin Ion dari hape."

"Dih si bos. PMS apa. Masa gue disuruh jauh-jauh dari hape."

"Udah sini hape gue, pocari sweat."

"Gak mau huehhhh."

"Bazeng. Halo? Bos? Masih disana, kan?"

"Iye," jawabnya pendek. Terkadang ia bingung. Kenapa ia mau berteman dengan Ion. Mungkin karena sifat mereka hampir sama? Tapi Ion lebih gesrek, walaupun Ion itu pintar. "Gimana dong sekarang?"

"Rumah Hedya udah cari?"

"Udah."

"Melina? Aurel?"

"Udah."

"Lapor polisi!" Terdengar teriakan dari ujung sana, tapi terdengar jauh, karena yang bicara itu Ion.

"Gebleg. Belum 24 jam. Mana bisa bikin laporan orang hilang."

"Oh iya."

"Bang*at, Ion!" Sean sudah tidak peduli lagi. Emosinya sudah diujung ubun dan Ion memberikan saran yang tidak pakai otak. Kemana otaknya itu saat mereka butuh. "Gue serius, anjing!"

SEVENTEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang