"Kak Sean! Bangun! Kita mau pergi sekarang nih. Nanti ke gerejanya telat."
Sudah 5 menit Marsha mencoba untuk membangunkan kakaknya yang satu ini. Inilah yang paling mengesalkan untuk Marsha selama hidupnya. Yaitu membangunkan si raja babi. Ya, karena Sean lebih dari babi. Ia bisa tidur ranpa bangun seharian penuh. Pernah waktu itu ia tidur seharian tanpa bangun, untuk mandi atau sekedar buang air saja tidak. Hebat? Kalau untuk Marsha bukan hebat, tapi itu kelainan aneh pada kakaknya. Dan kelainan ini membuatnya jengah.
Marsha kembali menggoyangkan tubuh Sean, memukul-mukul tubuhnya, menggigit tangannya, tapi Sean tak kunjung bangun. "KAKAK! GAK BANGUN JUGA, MARSHA BILANGIN KE KAK HEDYA NIH SEKARANG. KAK HEDYA TUNGGUIN DI BAWAH." Lihat? Bahkan sudah diteriaki pun ia tidak kunjung bangun.
Kalau begini, cuma ada satu cara untuk membangunkannya. Marsha mengambil satu gayung air dingin dan menyiram Sean di kasurnya. Sebenarnya, Marsha ataupun Sean dilarang untuk melakukan ini, karena bikin kamarnya jadi basah dan kasihan sama bibi yang beresinnya nanti. Selvia sudah melarang mereka. Tapi ini sudah mau telat ke gereja, dan kalau Sean tidak bangun juga, bukan salah Marsha kan kalau ia pakai cara ini.
"Cha! Apaan sih. Basah tau semuanya. Ah ribet nih."
Marsha mendengus sambil tangannya bersidekap di dada. "Makanya kalu dibangun tuh bangun. Buruan, kita udah mau telat ke gereja nih. Nanti diomelin Mama sama Papa." Marsha mengambil handuk dan melemparnya ke Sean.
Sambil memberengut kesal, Sean masuk ke dalam kamar mandi setelah mengusir adiknya itu dari kamarnya.
##
Acara natal sudah dilewati. Sekarang waktunya pulang. Sean, Marsha, Selvia dan Troy berjalan menuju mobilnya dan Troy menjalankan mobilnya.
"Pa."
"Napa, Cha?"
Kepala Marsha langsung melongo ke depan di tengah-tengah kursi orangtuanya. "Acha laper. Makan dulu ya?"
Pletak
Marsha meringis dan melotot kearah kakaknya itu. "Apaan sih, Kak?"
"Duduk yang bener." Marsha menurut dan duduk dengan benar. "Makan mulu kerjaan lu, Cha. Perasaan tadi lu udah makan 2 roti deh dari sovenir natal. Gila aja kali belum kenyang juga. Itu perut atau apaan."
Marsha mendengus. "Kan Acha kemaren terakhir makan siang, Kak."
"Astaga. Nih anak bener-bener dah luh."
Dddrrrrttttttt drrrttttt
"Hm?"
"Buset dah, Yan. Jawabnya ketus amat. Coba Hedya yang telepon. Pasti jawabnya baik-baik."
"Yon. Cepet. Gue cape."
"Galak amat sih, Yan."
"Yon."
"Iya-iya. Gue cuma mau kasih tau. Tadi di mall XYN, gue liat Hedya sama si anak baru itu. Siapa tuh namanya? Cingcongpan? Coypan?"
Anak baru? Sean menautkan alisnya bingung. Ahh, pasti dia.
"Yovan."
"Nah iya itu. Si cingcongpan coypan itu."
"Ketauan Hedya diomelin luh kalo ganti namanya si Yopan."
"Ngaca. Lu juga ganti namanya, kunyuk."
Sean terkekeh. "Iye iye. Serah. Udah dulu."
"Woi. Woi. Bukannya bil--"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN
Teen FictionSemua berawal dari taruhan yang Sean dan Farel buat terhadap Hedya Noretta, manajer ekskul basket Sean yang baru. Dan seperti kisah kebanyakan di luar sana, Sean dan Hedya jadi saling suka dan pacaran. Dan usaha Sean mendekati Hedya, dimulai dari wi...